Hai pembaca!
Kali ini, saya akan membawa Anda ke dalam sebuah kisah yang terinspirasi dari kejadian nyata, namun dengan sentuhan kreativitas yang membuatnya semakin menarik. Simaklah cerita tentang Halimah, seorang wanita yang terjebak dalam badai cinta, kekerasan, dan teror yang mengancam jiwa.
Semuanya bermula ketika Halimah bertemu dengan seorang pria misterius di media sosial. Percakapan mereka berlanjut ke chat pribadi, dan tak disangka, suami Halimah menemukan bukti tersebut. Pertengkaran hebat pun terjadi, dan Halimah dituduh berselingkuh oleh suaminya.
Halimah harus menghadapi cacian dan hinaan dari keluarga dan tetangga, yang membuatnya semakin rapuh. Namun, itu belum cukup. Ia juga menerima teror dan ancaman, bahkan dari makhluk gaib yang membuatnya hidup dalam ketakutan.
Bagaimana Halimah menghadapi badai yang menghantamnya? Apakah ia mampu bertahan dan menemukan kekuatan untuk melawan? Ikuti kisahnya dan temukan jawabannya. Jangan lewatkan kelanjutan cerita ini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uswatun Kh@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DODIAKSU 14
Seketika Anton langsung berdiri dari duduknya, wajahnya merah padam karena marah. "Jaga bicaramu, Halimah! Apa maksud kamu dengan seenaknya menghakimi aku? Harusnya kamu bersyukur aku masih mau bersamamu dan belum menceraikanmu!" Anton menunjuk ke arah Halimah dengan telunjuk yang gemetar karena marah.
Suasana ruangan semakin menegang, Halimah sudah tak kuasa menahan air matanya. Air matanya mengalir deras, ia tak bisa menahan sakit hati mendengar perkataan Anton yang menghujatnya.
"Kamu itu punya mulut seperti wanita, yang suka bergosip! Apa pantas masalah ranjang kamu bicarakan dengan orang lain? Apa kamu tidak malu?" Teriak Halimah, suaranya bergetar karena emosi.
Mata Anton semakin melotot, ia tak terima dibandingkan dengan mulut perempuan. Seketika Anton mengayunkan tangannya ke arah Halimah, siap memukul. Namun, belum sempat tangan itu menyentuh pipi Halimah, Rafa segera berlari dan menahan tangan Bapaknya.
"Pak, jangan! Jangan pukul Mamak!" Rafa berteriak, matanya terlihat takut dan sedih. Ia menahan tangan Anton dengan sekuat tenaga, berusaha melindungi ibunya dari kekerasan.
Seketika Anton dan Halimah menatap Rafa dengan kaget, seperti terkena petir di siang bolong. Mereka tak menyangka jika Rafa akan melihat adegan ini, yang seharusnya hanya terjadi di balik pintu tertutup. Anton segera menurunkan tangannya, tak tega jika Rafa harus melihat dirinya menampar ibunya. Ia merasa bersalah, karena telah membuat anaknya menjadi saksi kekerasan dalam rumah tangga.
Tanpa berkata apapun, Anton segera pergi dari sana, ia keluar menuju garasi dan pergi bersama mobilnya, meninggalkan rumah yang terasa semakin sempit dan membebani. Halimah kembali terduduk, ia tertunduk dan menangis, air matanya mengalir deras seperti hujan yang tak kunjung berhenti.
Rafa segera menghampiri ibunya, matanya terlihat khawatir dan sedih. "Mak, e gak papa, apa bapak sempat memukul mamak?" Tanya Rafa penasaran, suaranya bergetar karena takut.
Halimah berusaha untuk tak menangis, ia menghapus air matanya dengan punggung tangannya.
"Tidak, Le, bapakmu belum sempat memukul mamak kok," Ucapnya sambil terisak, berusaha untuk menyembunyikan kesedihannya.
Rafa memeluk ibunya erat, ia merasa sedih dan khawatir melihat ibunya dalam keadaan seperti ini.
"Jangan dipaksakan, Mak, jika mamak gak sanggup lagi dan mau pisah sama bapak, aku gak papa kok, Mak," Ucap Rafa dengan nada lirih, suaranya bergetar karena emosi.
Halimah terkejut mendengar perkataan Rafa, ia tidak menyangka jika anaknya sudah memahami keadaan yang terjadi dalam rumah tangganya.
Namun, Halimah tak mungkin semudah itu berpisah dengan suaminya. Pernikahan mereka telah berlangsung selama 20 tahun, dan ia telah membina rumah tangga bersama Anton dengan penuh cinta dan pengorbanan. Ia hanya ingin diberi waktu agar bisa memaafkan Anton, dan berharap bahwa suaminya bisa berubah suatu saat nanti.
Halimah juga memikirkan perasaan anaknya, Rafa. Ia takut jika Rafa akan menjadi anak broken home dan nantinya menjadi anak nakal. Ia tidak ingin anaknya mengalami kesulitan dan kehilangan kasih sayang dari ayahnya.
"Tidak, Le, mamak sebisa mungkin tidak akan pisah sama bapakmu," ucap Halimah mencoba menenangkan Rafa. "Mungkin sekarang bapak hanya lagi emosi saja. Ia pasti akan sadar dan meminta maaf kepada kita."
Halimah berusaha untuk tetap kuat dan tidak menunjukkan kesedihannya di depan Rafa. Ia tidak ingin anaknya merasa khawatir dan takut. Namun, di dalam hatinya, Halimah merasa sedih dan kecewa. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki hubungannya dengan Anton.
Terlebih lagi, orang-orang di sekitar rumah Halimah juga selalu membicarakan rumor tentang rumah tangganya yang sebenarnya lagi akan hancur. Mereka berbisik-bisik dan menunjuk-nunjuk, membuat Halimah merasa semakin tertekan dan terisolasi.
Mamanya Halimah bahkan datang dan memohon-mohon agar Halimah tidak berpisah dengan Anton.
Halimah merasa sedih melihat mamanya yang khawatir dan takut. Ia tahu bahwa mamanya takut jika Halimah berpisah dengan Anton, karena itu akan membuat keluarga mereka menjadi bahan gunjingan orang-orang.
Selain itu, Anton juga banyak membantu semua anggota keluarganya, sehingga kakak dan kakak iparnya juga sangat membela Anton. Bahkan kedua orang tuanya sendiri juga membela Anton, membuat Halimah merasa semakin terjepit dan tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Namun ia juga tidak ingin terus-menerus dihina dan diperlakukan tidak baik oleh suaminya.
Malam harinya,
Tiba-tiba Anton pulang dengan membawa tas ransel besar yang terlihat sudah dipersiapkan sebelumnya. Ia kemudian masuk ke dalam kamar dan mengemasi semua pakaiannya dengan cepat dan tergesa-gesa. Halimah sempat terheran melihat suaminya itu, ia tidak mengerti apa yang terjadi.
Halimah perlahan mendekati Anton, yang terus sibuk mengemasi pakaiannya tanpa menoleh ke arahnya.
"Kamu mau kemana, Mas? Kenapa membawa tas dan kenapa semua pakaian kamu, kamu masukkan dalam tas?" Tanya Halimah dengan nada penasaran dan sedikit khawatir.
Anton berhenti mengemasi pakaiannya dan menatap Halimah dengan mata yang terlihat dingin dan jauh.
"Aku mau ngekos, lagian kita tinggal satu rumah juga kayak orang asing. Kamu setiap hari selalu marah padaku, dan tak menegurku," katanya dengan nada yang terdengar seperti mengeluh.
"Aku ingin menenangkan diri dulu, aku akan tinggal di kos-kosan," tambahnya lagi, seolah-olah ia adalah korban dalam situasi ini.
Halimah hanya bisa menghela nafas, ia di buat bingung dengan sikap Anton. Anton bersikap seolah dialah yang teraniaya, seolah dialah yang selama ini di sakiti.Hanya karena cemburu tanpa alasan hingga membuat rumah tangganya berada di ujung tanduk.
"Jika itu memang keputusanmu, aku tak bisa melarang, Mas, tapi apakah baik jika kamu harus keluar dari rumah? Apa kata orang nanti, Mas?" Tambah Halimah lagi, dengan nada yang terdengar khawatir.
Anton menatap Halimah dengan mata yang terlihat penuh amarah dan kebencian. "Ya, jelas aku yang harus angkat kaki, ini rumah kan rumahmu, tanah ini pemberian orang tuamu. Aku punya apa? Aku orang miskin, Halimah, aku juga gak sebanding sama pacar dokter mu itu," ujarnya dengan nada yang terdengar pahit dan dendam.
"Cukup, Mas, jangan bahas itu lagi. Aku capek kamu selalu membahas itu terus," bentak Halimah dengan nada yang terdengar lelah dan kesal.
"Kenapa? Memang benar kan yang aku katakan, Halimah. Aku ini hanya numpang hidup di keluargamu," balas Anton dengan nada yang terdengar ketus dan pahit.
"Rafa akan aku ajak tinggal denganku. Aku gak sudi dia tinggal dengan wanita tukang selingkuh, mau jadi apa anakku nanti," tambah Anton dengan nada yang terdengar mengancam.
Setelah selesai mengemas, Anton segera keluar dari kamar dan menuju kamar Rafa. "Mana Rafa, kenapa dia tidak ada di rumah malam begini?" Tanya Anton pada Halimah dengan nada yang terdengar khawatir.
Halimah berjalan perlahan keluar dari dalam kamar, dengan wajah yang terlihat lelah dan sedih. "Rafa pergi main, itu juga kan ajaranmu. Kamu tidak pernah menegurnya saat dia suka keluar malam," sahut Halimah dengan nada yang terdengar sindir.
"Tenang aja, aku akan bilang ke Rafa jika kamu meminta dia untuk tinggal bersamamu, aku tidak akan menghalangi karena dia sudah besar bisa menentukan pilihannya," tambah Halimah dengan nada yang terdengar pasrah.
Anton menatap Halimah dengan mata yang terlihat penuh amarah dan kebencian. "Aku akan tunggu Rafa di luar, aku akan membawa dia tinggal bersamaku," ujarnya dengan nada yang terdengar tegas dan tidak bisa diganggu gugat.