Enam Tahun yang lalu,Bagaskara seorang CEO muda yang tampan menjalin kasih dengan seorang perempuan bernama Indah karyawan disebuah Butik.
Aryo Hadiningrat yang tak lain adalah Ayah dari Bagaskara menentang hubungan mereka,kisah asmara Bagas dan Indah yang berlangsung Enam Bulan itu menghasilkan benih yang berumur "8"Minggu,karena tidak direstui itulah mereka menikah diam-diam yang disaksikan oleh Kakek,Adik dan "2"sahabatnya.Saat melahirkan bodyguard Aryo membawa pergi Bagas dan bayinya,namun yang tidak mereka ketahui adalah bayi itu kembar.
Saat usia anak itu 3 Tahun Indah di bunuh oleh Aryo dirumahnya saat tengah malam.
"Apakah nanti saudara kembar itu akan bisa bertemu?
"Apakah nanti pembunuhan demi pembunuhan yang sudah terjadi akan terungkap?
Simak dan pantau terus Novel aku ya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15. Thalia bersedih
Lima Hari dirawat dan kondisi Kakek Iskandar kini berangsur-angsur membaik, luka-luka diwajah dan sebagian tubuhnya kini mulai mengering, tubuh kurus keriput itu mulai kelihatan segar. Selang infus sudah dilepas Kakek Iskandar saat ini ditemani oleh Bagaskara dan beberapa bodyguard suruhan Zayn yang menjaga dipintu depan. Zayn sedang ada rapat jadi Hari ini Ia tidak bisa menjenguk Kakek buyutnya, kepulangannya nanti tinggal menunggu instruksi dari Dokter yang menangani Kakek Iskandar yang tidak lain adalah kenalan dari Zayn.
Sementara itu masih dirumah sakit yang sama diruangan yang berbeda. Thalia juga sedang menunggu Ibunya kondisinya sempat drop dua Hari yang lalu, sudah dua Hari ini juga Thalia tidak masuk kerja. Kalau Thalia kerja nanti tidak ada yang menjaga Ibunya, tidak ada sanak saudara yang lain selain pamannya yang benalu itu pamannya saja tega memanfaatkan kesulitan yang Ia hadapi sekarang jadi Ia tidak mungkin minta tolong untuk menjaga Ibunya.
Saat sedang termenung Thalia mendengar suara ketukan pintu dan saat pintu dibuka terlihat suster dengan pakaian putih tersenyum dan mengatakan bahwa Dokter yang menangani Ibunya ingin membicarakan tentang kesehatan Ibunya, mendengar berita tersebut jantung Thalia berdegup kencang Ia bergumam dalam hatinya bahwa Ibunya mungkin tidak akan selamat lagi.
"Tok-tok-tok." Suara pintu diketuk.
"Ya..silahkan masuk." Seorang dokter mempersilahkan masuk dan tangannya memberi isyarat untuk duduk.
"Do-dokter ingin membicarakan sesuatu tentang penyakit Ibu?" Tanya Thalia dengan terbata-bata.
"Ibu Kamu harus kemoterapi lagi, tapi meskipun sudah dilakukan kemoterapi namun itu hanya menolong beberapa persen saja karena memang sudah menjalar, Kamu harus tabah jika nanti terjadi sesuatu dengan Ibu Kamu." Dokter mengatakan dengan nada yang rendah.
"Apa ada yang lain Dokter?" Thalia bertanya dengan terisak.
"Mengenai biaya nya sebagian nanti yayasan yang membayar sebagian lagi minta tolong diusahakan secepatnya..." Ucap pak Dokter dengan lirih.
"Baik Pak Dokter, kalau begitu Sa-saya permisi dulu." Ucap Thalia dengan menahan bulir bening yang akan mengalir.
Thalia berjalan menahan bulir bening yang hampir jatuh disudut matanya, mata yang berkaca-kaca itu terlihat sendu, Ia berjalan lunglai menuju kamar rawat Ibunya. Saat melewati sebuah lorong Ia berpapasan dengan Zayn dan Asistennya namun Ia tidak melihatnya Ia masih memikirkan perkataan Dokter tadi, Zayn melihat Thalia yang berjalan pelan dan lunglai dengan pandangan yang kosong merasa kasihan dan penasaran lalu Ia mengikuti.
Thalia sampai di depan pintu kamar rawat Ibunya berhenti dan melihat dari kaca pintu, terlihat Ibunya yang terbaring lemah. Ia tak kuasa lagi menahan bulir bening tersebut dan menangis terisak pandangannya menunduk dengan posisi masih berdiri didepan pintu. Zayn yang melihat dari kejauhan bulir beningnya ikut menetes.
"Jadi..ini yang membuat mu beberapa hari ini tidak masuk manis.." Ucap Zayn dalam hati.
Lalu Zayn menghampiri dan memberikan sapu tangan yang selalu berada dikantung celananya.
"Tap-tap-tap." Suara langkah kaki berjalan mendekat.
"Tu-tuan Zavier!" Thalia yang mendengar suara langkah kaki segera mendongak dan terkejut.
"Jangan menangis lagi, katakan apa yang terjadi Aku pasti membantumu." Ucap Zayn lirih sambil mengusap bulir bening milik Thalia.
Mendengar apa yang dikatakan Zayn Thalia kembali termenung Ia berkutat dalam pikirannya.
"Kemarin Tuan Zavier sudah menolongku membayar hutang Ibuku, Aku tidak ingin merepotkan nya lagi."
"Aku tidak merasa direpotkan manis... boleh Aku masuk kedalam melihat Ibumu, lagi pula..tanpa Kamu mengatakan semuanya Aku pasti akan tahu." Ucap Zayn santai lalu Ia membuka pintu dan masuk.
"Ha!" Thalia terkejut karena Zayn tahu yang Ia fikirkan dan masih berdiri mematung di depan pintu.
"Tidak usah terkejut, ayo masuk." Ujar Zayn.
Lalu Thalia masuk Zayn melihat Ibunya Thalia merasa kasihan matanya berkaca-kaca dan mendekat mengusap pipi Ibu Thalia yang tidak sadarkan diri itu, karena dirinya sendiri sudah tidak memiliki Ibu bahkan Ia sendiri melihat Ibu yang Ia cintai dibunuh oleh orang yang sangat jahat.
"Aku akan membantu sebisaku untuk kesembuhan Ibumu nanti biar dokter kenalanku yang bertanggung jawab Kamu nggak usah khawatir." Ucap Zayn dengan lembut dan berjalan mendekati Thalia.
"Tap-tapi Tuan sa.." Thalia tidak bisa melanjutkan ucapannya karena mulutnya ditutup oleh jari Zayn.
"Sssst...Aku tidak suka dibantah jadi...lebih baik Kamu nurut saja." Paksa Zayn.
"Kruuuk.."
"Ayo makan dulu." Zayn menarik tangan Thalia.
Zayn mengajak Thalia kesebuah restoran milik Bagaskara, diperjalanan Ia menelfon Asisten Ayahnya agar nanti kepala restoran menyediakan tempat yang privasi serta dijamu oleh berbagai macam menu. Ia beralasan bahwa ada klien yang mau datang untuk membicarakan bisnis dengannya.