Di dunia dark web, satu nama ditakuti: LOOTER. Tak ada yang tahu identitas aslinya, hanya bahwa ia adalah algojo bayaran dengan keterampilan militer luar biasa. la bisa menyusup, membunuh, dan menghilang tanpa jejak. Kontraknya datang dari kriminal, organisasi bayangan, bahkan pemerintah yang ingin bertindak di luar hukum.
Namun, sebuah misi mengungkap sesuatu yang seharusnya terkubur: identitasnya sendiri. Seseorang di luar sana tahu lebih dari yang seharusnya, dan kini pemburu berubah menjadi buruan. Dengan musuh di segala arah, LOOTER hanya punya satu pilihan -menghancurkan mereka sebelum dirinya yang lenyap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khabar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 14
23:45 PM
Looter bergerak seperti bayangan di markas batalion KOPSUS Utara. Tubuh-tubuh tanpa nyawa yang ditinggalkannya di luar pagar hanya awal dari pembantaian malam ini.
Tujuan berikutnya adalah ruang kontrol utama. Di sanalah semua komunikasi dan sistem keamanan markas di kelola. Jika ia bisa mengamankan ruangan itu, maka pergerakannya tidak akan mudah terdeteksi.
Namun, sebelum sampai ke sana, ia harus melewati sejumlah prajurit yang berjaga. Dan kali ini, Ia tidak sekedar membunuh.
Dia harus menemukan jalan menuju ruang kontrol itu mencarinya sendiri tanpa bantuan intel dan hanya mengandalkan dirinya sendiri.
Looter menyelinap di antara deretan kendaraan militer, tubuhnya menempel ke bayangan. Di kejauhan, dua prajurit di depan sebuah bangunan kecil, mengobrol dengan santai.
"Lu lihat berita soal serangan di perbatasan? Katanya orang kita yang kena habisi," kta salah satu prajurit sambil menghisap rokok.
"Iya, sih. Tapi siapa yang peduli? kita tetap di gaji, kan?" sahut temannya, tertawa kecil.
Looter sudah berada dua meter di belakang mereka sebelum mereka menyadarinya.
SREK!
Dalam sekejap, dia menghunus pisau dan menusukkannya ke tenggorokan pria pertama, menariknya ke belakang untuk menahan suara jeritannya.
Prajurit kedua tersentak, membuka mulut untuk berteriak, tapi Looter sudah bergerak. Mendorong kepala pria itu ke belakang dengan satu tangan dan menusukkan pisaunya ke dalam mulutnya, menembus tengkuknya.
Darah mengalir deras, membasahi seragam hijau mereka. Tanpa suara. Tanpa ampun.
Looter menarik napas dalam. ia merasakan ada sesuatu yang berbeda malam ini. Biasanya, ia membunuh dengan efisien. Sekarang? ia menikmati prosesnya.
Sial, pikirnya. Apa ini karena dia?
Alya.
Memikirkan itu membuatnya kesal. Looter menggeleng, menepis pikirannya itu dan kembali melangkah menuju tujuannya.
Ruang kontrol, pintunya berada di ujung koridor sempit, dijaga oleh tiga orang prajurit. Looter merapat ke dinding, mendengar sekilas percakapan mereka.
"Kenapa sih kita yang dapat tugas jaga malam ini? Sial bener."
"Lu tahu gak? Si newbie yang mati minggu lalu? Gue baru tahu, dia Nggak tahu apa-apa soal bisnis gelap kita di batalion ini. Beneran cuma anak lugu yang dipindahkan tugas. Kasian, ya?"
"Hah! Kasian? Lu becanda? Kita di sini bukan buat kasian-kasian. Dia cuma sampah yang salah tempat."
Looter menghantam pintu hingga terbuka dengan keras.
DOR!
Satu tembakan berperedam tepat di kepala salah seorang prajurit. Darahnya memercik di wajah temannya yang berdiri di sampingnya.
Sebelum mereka bisa bereaksi, Looter menerjang prajurit kedua, menghantam mukanya ke dinding dengan kekuatan penuh
CRACK!
Suara tulang hidung yang remuk bergema di ruangan sempit itu. pria itu terjatuh dengan erangan menyedihkan. sementara prajurit ketiga mencoba menarik pistolnya dari saku...
Sangat disayangkan Looter lebih cepat. Ia menangkap tangan pria itu dab memutarkannya hingga terdengar suara "KREK!". Sikunya patah. Pria itu berteriak, tapi suaranya segera teredam oleh Pisau yang ditusukkan ke matanya.
Dan dia terjatuh tanpa nyawa...
Looter menoleh ke prajurit kedua yang masih hidup, tergeletak di lantai dengan wajah penuh darah.
"Tolong... " erang pria itu.
Looter berlutut, menatap langsung ke matanya.
"Kenapa? Tadi kau bilang tidak ada tempat untuk rasa kasihan, kan?" bisiknya.
Lalu dia menusukkan pisau ke dada pria itu, perlahan-lahan, menikmati jeritan terakhirnya.
Looter kembali melangkah masuk ke dalam ruang kontrol dengan senyap, senjata terangkat, mata tajam mengamati setiap gerakan di dalamnya. Dia tahu ada empat orang di dalam ruangan itu, masing-masing sibuk di depan monitor.
Dia mengangkat pistol berperedamnya, membidik dengan ketenangan yang mengerikan. Satu tembakan melesat, kepala pria pertama jatuh ke keyboardnya, darah menyebar di layar monitor yang menampilkan rekaman pengawasan.
Yang lain belum menyadari Looter yang bergerak lebih cepat daru ketakutan mereka.
"Hei, kenapa layar ini tiba-tiba.... " suara seorang prajurit terhenti seketika saat peluru menembus tengkuknya. Tubuhnya terhuyung dan jatuh tanpa suara, hanya menyisakan napas terakhir yang tercekat.
Dua orang tersisa. Salah satu dari mereka akhirnya sadar, ada yang tidak beres. "Sial! Ada apa ini?!"
Looter memberi mereka kesempatan. Dia bergerak ke sisi kanan ruangan, menekan punggungnya ke dinding. Saat salah satu musuh berbalik, Looter menarik pelatuknya lagi.
DOR!
Peluru itu menembus kening, menghantam dinding di belakangnya dengan semburan merah gelap. Orang terakhir panik, mencoba meraih radio. "Kontrol ke.... "
Sebelum pesan dapat tersampaikan, Looter sudah melesat, satu tangan mencengkeram kepala lawannya, membanting wajahnya ke meja dengan keras.
Tulang hidung pria itu hancur, darah mengalir dari hidung dan mulutnya. Namun, Looter tidak berhenti di sana. Dia mengangkat kepala pria itu, lalu menyudahi semuanya dengan satu tembakan tepat di pelipisnya.
Ruangan itu sunyi kembali.
Looter menghela napas, lalu melangkah ke panel kontrol utama. Dengan tenang, dia membuka tas kecilnya dan mengeluarkan perangkat pengacau sinyal.
Tangannya lincah menyambungkan kabel, memanipulasi sistem agar tampak seolah-olah semuanya normal di mata pengawas luar.
"CCTV harus dibutakan. Mereka tak boleh melihat apa yang akan terjadi selanjutnya," gumamnya pelan.
Dengan beberapa ketukan di keyboard, feed kamera mulai mengulang rekaman lama selama 15 menit terakhir. Siapa pun yang mengawasi akan berpikir tak ada kejadian aneh di ruang kontrol ini.
"Lancar seperti biasa," Looter menyeringai kecil, lalu menarik napas dalam-dalam. "Sekarang, waktunya membuat neraka."
Dia menyalakan tablet kecilnya, mengakses data yang baru saja ia retas dari sistem. Nama-nama, pergerakan pasukan, rencana operasi, semuanya ada di tangannya sekarang.
kedua kalinya dia merasa ada sesuatu yang berbeda. Biasanya, dia tidak sebrutal ini. Biasanya, dia membunuh dengan efisien, bukan dengan amarah.
Dia menghela napas untuk kesekian kalinya, bayangan seulas senyum seseorang terlintas dipikirannya.
"Alya... "
Sial.
Dia mengertakkan giginya kesal dengan hal itu yang selalu muncul di dalam pikirannya. Dengan tenang, dia langsung kembali fokus memastikan sistem keamanan dan bersiap untuk langkah selanjutnya.
...----------------...
00:09 AM
Looter melangkah keluar dari ruang kontrol, tubuhnya menyatu dengan bayangan. Malam ini adalah malam pembantaian. Dan sasaran pertama darinya sudah terpilih.
Barak Pertama - Tidur Dalam Kematian.
Looter bergerak cepat ke barak terdekat. Bagunan ini remang-remang, hanya diterangi oleh lampu temaran yang berkelip di langit-langit. Di dalamnya, puluhan prajurit sedang tidur. Beberapa masih terjaga, bercengkrama dangan suara pelan.
Looter mengendap-endap, mengeluarkan pisau tempurnya yang dingin berkilat. Satu tebasan, satu nyawa. Ia membungkam seorang prajurit yang tengah duduk dengan satu tangan menutupi mulutnya, sementara pisau di tangan satunya merobek leher korban.
Seorang prajurit lain melangkah ke pintu, tampak hendak keluar. Looter bergerak secepat kilat, menariknya ke dalam dan menancapkan pisaunya tepat di dada.
Napasnya tercekat sebelum akhirnya tubuhnya ambruk tanpa suara. Looter beralih ke ranjang-ranjang lain.
Dada semua prajurit yang tertidur ditembus pisau dengan kejam. Darah mengalir membasahi seprai putih, menciptakan pemandangan yang mengerikan.
Saat pintu terbuka dan seorang prajurit masuk, Looter sudah menunggu di belakangnya. Tanga Looter menutup mulutnya, pisau menyayat tenggorokannya dalam satu tarikan cepat.
Barak pertama berakhir menjadi kuburan terbuka.
To Be Continued.....