NovelToon NovelToon
My Stepbrother

My Stepbrother

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Mafia / CEO / Crazy Rich/Konglomerat / Romansa / Bad Boy
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Heyydee

Kejadian malam itu membuatku hampir gila. Dia mengira kalau aku adalah seorang jal*ng. Dia merebut bagian yang paling berharga dalam hidupku. Dan ternyata setelah aku tau siapa pria malam itu, aku tidak bisa berkata-kata.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Heyydee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15

"Lihat, kau belum sembuh," ucap Revandra.

"Kau harus istirahat total agar kondisimu kembali sehat," ucap Revandra.

"Huh, tapi aku mau pulang. Aku gak betah di rumah sakit, aku takut!" rengek Naura.

"Apa yang kamu takutkan?"

"Ya....takut aja, entar kalau ada makhluk halus yang muncul gimana?" tanyaku membuat Revandra geleng-geleng.

"Astaga, kau benar-benar lucu! Mereka tidak akan muncul di sini,"

"Tau dari mana?" tanyaku.

"Karena aku ada di sini, mereka takut padaku! Jika mereka muncul, aku akan memberi pelajaran," ucapnya untuk menghibur Naura.

"Cih, emangnya berani? Entar pas ketemu langsung sama mereka yang ada malah pingsan duluan?" tanyaku meremehkan.

"Aku tidak pernah takut dengan siapapun di dunia ini! Aku akan melawan mereka yang berani mengganggu adikku ini," ucapnya sambil mengelus lembut kepalanya.

Naura tidak bisa berhenti menatap Revandra.

"Apa yang kau lihat? Dari tadi kau terus menatapku? Ada yang salah di wajahku?" tanyanya.

"Hah....enggak kok, aku gak lagi natap kamu! Kepedean banget sih," aku langsung mengalihkan pandangan ke arah yang lain.

"Hmm, aku penasaran deh sama kamu! Kamu udah punya pacar belum sih?" tanyaku penasaran.

Revandra mengerutkan keningnya.

"Kenapa tiba-tiba menanyakan hal itu?" tanyanya.

"Ya...aku penasaran aja. Kalau kamu gak mau jawab, yaudah aku gak maksa," ucapku.

"Ck, aku tidak punya pacar,"

"Benarkah? Orang seperti kamu beneran gak punya pacar?" tanyaku tidak menyangka.

"Aku terlalu sibuk dan menurutku punya pacar itu tidak penting," jawabnya.

"Terus, kamu mau jomblo seumur hidup?" tanyaku.

"Bukan seperti itu, aku mau menikah tapi aku tidak mau pacaran," jawabnya.

"Maksudnya gimana sih?" tanyaku kurang mengerti.

"Aku ingin langsung menikah tanpa berpacaran," jawabnya.

"Udah punya calon?" tanyaku.

"Belum,"

"Kok belum? Padahal aku yakin kalau di luar sana banyak perempuan yang cocok dan mau sama kamu?" tanyaku.

"Apalagi kamu ganteng terus mapan lagi?" lanjut ku.

"Memang banyak yang suka padaku, tapi aku tidak suka pada mereka,"

"Kenapa? Kurang cantik? Atau kurang kaya?" tanyaku semakin menjadi.

"Bukan soal itu. Perasaanku tidak menginginkannya,"

"Hah, kau butuh perempuan seperti apa?" tanyaku.

"Aku mungkin bisa membantumu untuk mendapatkan yang sesuai kriteriamu," ucapku.

"Aku punya banyak teman yang mungkin bisa jadi calonmu kedepannya," ucapku.

"Cih, tidak usah! Terima kasih atas tawaranmu, tapi aku tidak membutuhkannya. Aku akan mencarinya sendiri,"

"Ya udah kalau gak mau aku bantu," ucapku.

"Kamu sendiri bagaimana?" tanya Revandra.

"Bagaimana apanya?" tanyaku tidak mengerti.

"Bagaimana hubunganmu dengan pacarmu?"

"Pacar? Hmm...kita udah putus," jawabku.

"Benarkah?"

"Iya,"

"Kenapa?" tanya Revandra kepo.

"Karena dia selingkuh," jawabku.

"Berani sekali dia selingkuh? Apa selingkuhannya lebih cantik daripada kamu, maka nya dia lebih memilih perempuan itu?" tanya Revandra membuatku kesal.

"Ah, udahlah jangan bahas tentang cowok br3ngsek itu lagi. Aku udah muak dan jij1k sama dia! Aku udah ngelupain segala hal tentang dia dan gak mau mengingatnya lagi," ucapku kesal.

Drttttt

Ponsel Revandra berbunyi.

"Telpon dari siapa?" tanyaku penasaran.

"Dari teman, aku akan menerimanya sebentar," Revandra berjalan keluar ruangan untuk menerima telpon dari Billy.

"Ngapain lo nelpon gue?" tanya Revandra.

"Lo lagi dimana?" tanya Billy.

"Di rumah sakit,"

"Loh, siapa yang sakit?"

"Naura,"

"Kok bisa?"

"Dia keracunan makanan,"

"Ya ampun kasihan banget,"

"Lo nelpon gue ada apaan?"

"Gak ada sih. Tadinya gue mau ngajak lo nongkrong, tapi karena lo lagi nemenin Naura ya mungkin lain kali kalau lo ada waktu,"

"Oh iya, di Naura udah udah tau kalau lo....

"Jangan sampai dia tau! Gue gak mau kalau dia menjauh dari gue,"

"Wah, wah kayaknya lo posesif banget sama dia,"

"Bukan urusan lo," ketus Revandra.

Di sisi lain, Naura sedikit merasa takut karena sendiri di dalam ruangan rumah sakit yang tampak sepi dan hening.

"Serem juga ya! Gue jadi takut," ucapku pelan sambil melihat ke segala arah dan terus mengawasi, takutnya ada dedemit yang muncul.

"Si Revandra kok lama banget telponan nya? Udah tau gue takut di tinggal sendiri, eh malah dia keluar buat nelpon temennya? Padahal kan bisa di sini nelpon nya. Lagian aku juga gak akan ganggu dia kok," omelku.

Krrrkk

Perutku keroncongan.

"Perutku laper lagi?"

Aku melihat ke arah samping dan ada banyak buah di atas nakas itu. Aku mengambil buah apel dan pis4u kecil untuk membuka kulit luarnya. Sebenarnya kalau dimakan beserta kulitnya itu tidak apa-apa, tapi aku kurang suka dengan tekstur kulit apelnya jadi aku mengupasnya.

Saat mengupasnya aku agak kesusahan karena terhalang selang infus yang menempel di tangan.

Setelah selesai menelpon, Revandra kembali masuk ke dalam. Dia melihatku memotong buah apel.

Dia menghampiri dan langsung mengambil apel juga pis4u di tanganku.

"E-eh?"

Revandra duduk dan melanjutkan untuk mengupas kulit luar apel.

"Kenapa dia jadi baik banget ya?" batinku heran.

Dia memotong-motong menjadi bagian yang kecil dan mudah untuk di makan. Dia mengambil salah satu potongan dan menyuapkannya padaku.

"Buka mulutmu," pintahnya.

"Hah? Aku bisa sendiri," saat aku akan mengambil apel dari tangannya, dia malah menghindar.

"Buka mulutmu," pintahnya.

"Aku bisa send-

Revandra berhasil memasukkannya ke mulutku.

"Bagaimana rasanya?" tanya Revandra.

"Manis," jawabku saat mengunyahnya.

"Ingin buah yang lain?" tanyanya.

"Enggak, ini aja cukup kok," jawabku.

Revandra tampak sangat perhatian padaku. Dia terus menyuapi buah ke mulutku.

Saat tengah asik makan buahnya, Revandra membersihkan bib1rku karena ada sedikit apel yang menempel di sana.

Dia menatap dan mengelap bib1rku dengan tatapan sensasional hingga membuatku harus meneguk saliv4 dengan susah payah.

"Apa yang terjadi padaku? Kenapa aku jadi terg0da oleh Abang Tiriku ini?" batinku kesal.

"Tidak...tidak boleh!" Aku menyadarkan diri agar tidak terbawa suasana.

Aku menahan tangannya dan menjauhkannya dari bib1rku.

"Aku mau makan buahnya sendiri," ucapku sambil mengambil piring buahnya dari tangannya.

Aku pun memakannya lagi dan lagi-lagi dia menatapku dengan tatapan anehnya.

"Kenapa dia terus-menerus melihatku sih?" batinku kesal.

"Kau kenyang hanya makan buah saja?" tanya Revandra.

"Hah? kenyang kok,"

"Enggak sih sebenernya," batinku.

Revandra tau apa yang ada dipikiran ku. Dia mengirimkan pesan anak buahnya untuk mencarikan makanan untuk Naura. Tak lama kemudian, anak buahnya datang dengan membawa beberapa makanan.

"Selamat malam tuan, nona! Ini makanannya sudah saya bawa,"

"Loh, perasaan aku gak ada nyuruh buat bawain makanan?" tanyaku.

"Terima kasih, kau boleh pergi,"

"Baik tuan," dia pun pergi dan kini mereka tinggal berdua lagi.

"Kau yang memesannya?" tanyaku.

"Hmm,"

"Kau lapar?" tanyaku.

"Tidak juga, aku membelinya untukmu,"

"Benarkah?"

"Wah, dia baik sekali! Dia tau apa yang ku pikirkan," batinku.

Revandra menyiapkan bubur untukku.

"Hah, bubur?" aku sedikit tidak selera saat melihat bubur.

"Kenapa bubur sih? Padahal kan aku gak terlalu suka sama bubur," batinku kesal.

"Untuk sementara ini, kamu harus makan bubur dulu," ucap Revandra.

"Tapi.....aku gak doyan," gumamku pelan.

"Ayo makan," pintahnya tegas.

"Ah, baiklah! Daripada aku kelaparan lebih baik aku makan seadanya saja! Nanti kalau aku udah sembuh baru aku makan sepuasnya yang aku mau," batinku.

"Aku bisa makan sendiri," aku langsung mengambil bubur dari tangannya dan memakannya.

"Hah, bubur ini rasanya hambar," aku mengeluh.

"Jangan banyak mengeluh. Salahmu sendiri yang membuat ini terjadi, jadinya kau tidak bisa makan enak," ucap Revandra.

Aku tidak menghabiskan buburnya. Aku hanya memakannya separuh.

"Aku sudah kenyang," aku menaruhnya di atas nakas.

Perut sudah kenyang dan mata mulai mengantuk.

"Hoamm, karena udah kenyang aku jadi ngantuk," batinku sambil menguap.

"Besok aku udah boleh pulang kan?" tanyaku.

"Belum tau, aku belum menanyakan hal itu pada dokter,"

"Aku besok harus pulang! Aku ada janji sama teman besok," ucapku.

"Daripada memikirkan itu lebih baik kau tidur! Ini sudah malam, jangan merengek lagi!" ucap Revandra dingin.

Aku langsung berbaring dalam posisi miring membelakangi Revandra.

"Pokoknya besok gue mau pulang! Kalaupun gak di bolehin, gue kabur aja dari sini," batinku.

Revandra menungguku sampai aku terlelap tidur.

***

Keesokan harinya, matahari pagi menyinari dan menembus celah-celah gedung rumah sakit. Aku terbangun karena merasa sedikit silau.

Pandanganku tertuju pada dokter yang tengah berbicara dengan Revandra. Aku tidak tau mereka membicarakan apa.

Setelah mereka selesai berbicara, dokter pun pergi bersama para suster. Revandra menghampiri aku yang sudah terbangun.

Saat ini dia tampak sangat rapi dengan balutan jas. Jas yang ia kenakan bukan jas yang tadi malam.

"Sudah bangun? Kau ingin pulang sekarang atau nanti sore?" tanyanya.

"Emangnya udah boleh pulang?" tanyaku.

"Sudah, tapi kau harus banyak istirahat," jawabnya.

"Aku mau pulang sekarang," ucapku semangat.

"Supir dan bodyguard akan mengantarmu pulang, aku tidak bisa mengantarmu karena ada meeting penting,"

"Aku tidak mau melihatmu keluar dari rumah," ucapnya.

"Apa? Tapi aku ada janji sama teman. Aku sama dia mau belanja kado buat teman yang mau nikah," ucapku kesal.

"Ayolah Revandra, aku cuma bentar doang kok," ucapku.

Revandra menarik nafas panjang.

"Baik, tapi kau harus di temani oleh anak buahku," ucapnya.

"Hah, kok gitu sih? Lagian aku kan udah baik-baik aja. Gak usahlah pakai di dampingi sama anak buah segala," aku sangat kesal.

"Jika tidak mau....jangan harap bisa keluar dari rumah," ucapnya dingin.

Ceklek~

Salah satu bodyguard kepercayaannya datang.

"Kita harus berangkat tuan," ucapnya dengan sopan.

"Aku berangkat dulu," pamitnya lalu pergi.

"Menyebalkan sekali! Kenapa dia sangat memperhatikan ku?" tanyaku kesal.

Naura pun tidak mau tinggal lama-lama di rumah sakit ini. Ia segera ganti baju dan pulang ke rumahnya.

***

Ting

Pesan WhatsApp masuk.

Jam berapa nih kita kesana?

Aku membalas, sore aja deh!

Oh, oke! Aku jemput kamu ya!?

Aku membalas, iya

Sore harinya, Karina dan Nina tiba di depan gerbang rumahku.

"Kita udah di depan rumah lo nih, buruan keluar," ucap Nina menelponku.

"Iya, sabar ya!" Aku menutup telpon.

Aku langsung buru-buru mengambil tas selempang lalu keluar. Saat hendak keluar, para anak buah Revandra malah mencegatku.

"E-eh,"

"Anda mau kemana nona?"

"Mau pergi sama teman," ketusku.

"Maaf nona, anda tidak bisa pergi!"

"Heh, aku cuma bentar kok!"

"Tetap saja nona, tuan Revandra bisa marah! Kalau anda ingin pergi, kami harus mengantar nona,"

"Hah, terserah deh!" aku tampak kesal.

"Daripada gue gak bisa keluar, terpaksa deh harus di kawal sama mereka," batinku.

Aku menelpon Nina dan memberitahukan kalau aku tidak bersama mereka.

"Kalian duluan aja ke mall nya,"

"Loh kenapa?"

"Gue di anterin sama bodyguard. Kalau enggak, gue gak di kasih keluar rumah,"

"Ya udah deh, kalau gitu kita duluan!" mereka pergi dulu ke mall.

Sedangkan aku harus di antar oleh mereka. Bukan hanya satu mobil saja, tapi beberapa mobil para bodyguard Revandra mengikuti dari belakang.

"Udah kayak presiden aja harus di kawal-kawal kayak gini! Bener-bener berlebihan banget tuh orang," ucapku kesal.

Setelah melewati jalanan yang cukup panjang, aku sampai di mall. Mall tampak sangat ramai. Parkiran saja sangat padat. Mereka berdua tampak menungguku datang.

Setelah sampai aku langsung turun dari mobil dan menghampiri mereka berdua.

"Buset Nau, lo udah kayak presiden aja ya pakek di kawal segala," ucap Nina.

"Ya mau gimana lagi, kalau gak kayak gini gue gak di kasih keluar," ucapku.

"Ya udah kalau gitu kita masuk sekarang, takutnya barang bagus yang di jual keburu abis," ucap Karina.

"Tunggu bentar ya," aku menghampiri para anak buah.

"Om, kalian semua tunggu di sini aja ya! Aku cuma sebentar kok belanja nya," ucapku.

"Tapi nona-

"Jangan ada yang ikutin aku kedalam! Kalau ada yang ikutin, awas aja kalian!" tegasku.

Kami pun masuk ke dalam mall yang sangat ramai.

"Hari ini rame benget ya?"

"Iya juga, biasanya kayak serame ini?"

"Mungkin lagi banyak diskon disini maka nya pada nyerbu,"

"Bisa jadi sih,"

Kami naik lift menuju lantai 3.

Ting

Lift terbuka dan kami segera keluar.

Di ruangan yang kami datangi ini tidak terlalu ramai oleh pengunjung. Di sini banyak toko barang branded seperti Chanel, Gucci, Calvin Klein, dan barang mewah lainnya.

Kami masuk ke dalam salah toko yang menjual tas mewah.

"Wah, tasnya bagus-bagus ya!"

"Iya ih, gue jadi mauuu,"

"Ya udah lo beli aja buat kondangan,"

"Ah enggaklah, gue udah punya tas yang buat kondangan,"

Kami tidak langsung membelinya. Kami melihat-lihat di beberapa toko lainnya.

"Kita sebenarnya mau beli apa sih? Dari tadi keliling mulu dah,"

"Ya kan kita cari barang yang bagus, jadi harus keliling dulu buat nyari,"

"Si Aura suka pakek sepatu gak sih?" tanya Nina.

"Hmm, kayaknya dia lebih suka pakai heels deh," jawabku.

"Benerr,"

Saat ini kami berada di toko sepatu dan heels.

"Okelah, gue hadiahnya heels! Kalian jangan ada yang sama ya hadiahnya, biar bervariasi gitu," ucap Nina.

"Kalau gitu gue tas yang tadi aja deh! Itu keliatan mewah kalau di pakek," ucap Karina.

"Gue apa ya?" aku masih bingung.

Aku melihat ke satu toko yaitu toko dari brand Calvin Klein.

"Nah, gue tau apa yang mau gue kasih," ucapku.

"Nanti abis dari sini temenin gue ke toko lain ya!!"

"Iya, aman kok!"

Setelah mereka berdua selesai belanja, kami pun bergegas ke toko yang ku maksud.

Tampak beberapa pakaian dalam terpampang di depan toko.

"Lo beneran mau beli pakaian dalam buat mereka?" tanya Nina.

"Iya dong,"

"Emang di luar dugong ya lo," ucap Karina.

"Ya gak papalah! Lagian kan ini benda bermerek dan harganya juga lumayan," ucapku.

"Terserah lo aja deh," ucap Nina.

Aku membeli beberapa pakaian dalam yang harganya lumayan mahal dan menguras kantong.

Habis dari sana, kau tidak langsung kembali. Pandanganku tertuju pada sebuah cincin yang terpajang di sebuah kaca bening berbentuk kotak. Kalung itu tampak menarik di mataku.

"Wah, cantik banget!" ucapku.

"Gila, ini mah kalung berlian! Pasti harganya mahal banget," ucap Nina yang terpukau dengan cincin itu.

"Huh, Gue jadi pingin beli," ucap Karina.

Aku yang penasaran dengan harganya pun menanyakannya pada karyawan yang menjualnya.

"Mbak, kalau boleh tau ini harga kalungnya berapa ya?" tanyaku.

"Kalau untuk yang ini, kami tidak jual kak! Karena ini adalah kalung yang hanya ada dua saja di dunia dan hanya kami gunakan sebagai pameran saja," jelasnya.

"Dan rencananya kalung ini akan segera di lelang dan siapa yang berani menawarnya dengan harga tinggi, maka dia berhak untuk membelinya," lanjutnya.

"Oh gitu ya mbak,"

"Kalungnya cantik banget! Gue mau," batinku meronta.

"Kalau kalian mau, kalian boleh datang ke pelelangan,"

Karyawan itu memberi kamu undangan khusus. Kami pun pergi naik lift menuju lantai bawah.

"Kalian pergi gak ke pelelangan?" tanyaku.

"Gue gak bisa," ucap Karina.

"Gue gak tertarik sama pelalangan kayak gitu," ucap Nina.

"Gue lihat lo kayaknya tertarik sama kalung itu?" tanya Nina.

"Iya, gue memang tertarik,"

"Ya udah, lo ikut pelelangan aja!" ucap Karina.

"Gue pengen sih beli kalung itu, tapi....kayaknya gak mungkin deh! Apalagi gue yakin pasti mereka nawarnya pakai harga yang sangat tinggi, kalau misalnya gue ikut nawar, gue dapet duit dari mana?" tanyaku.

"Ya udah lo nonton aja," ucap Karina.

"Gue mau nonton sama siapa? Kalian berdua kan gak pergi?" tanyaku.

"Emangnya lo gak berani kalau sendiri?"

"Ya berani sih, cuman.....gak enak kalau gak ada temennya," ucapku.

"Ya gimana ya? Kalau gitu gak udah pergi," ucap Nina.

"Tapi gue mau pergi! Gue mau liat siapa yang bisa dapetin tuh kalung, siapa tau gue bisa beli kalung itu dengan harga yang gak terlalu mahal," ucapku.

"Ya ampun, mana ada orang mau rugi Nau? Yang ada mereka bakal jual dengan harga yang lebih tinggi lagi atau mungkin mau di investasikan atau juga bakal di simpen," ucap Karina.

"Iya sih,"

"Oh iya tiga hari lagi kan menuju hari H, kalian mau make up bareng gak?" tanya Karina.

"Gue kayaknya make up sendiri aja! Lagian gue kan jago make up, ngapain pakai ke salon segala? Buang-buang duit aja,"ucapku.

"Kalau kalian mau biar gue make up in kalian," ucapku.

"Hmm, gue terlanjur bilang ke kakak gue kalau mau pergi ke salon dia," ucap Nina.

"Lo ikut gue aja!" ajak Nina.

"Ya udah deh, gue bareng sama lo!" ucap Karina.

"Gue jadi penasaran sama baju Bridesmaid yang baka kita pakai," ucapku penasaran.

"Iya gue juga penasaran banget, kira-kira warna apa ya?" tanya Nina.

"Gue juga penasaran sama modelnya bakal kayak gimana ya?" tanya Karina yang juga penasaran.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!