Dinda ayu pratista adalah seorang gadis cantik,yang harus menelan kekecewaan saat tahu jika dirinya sedang berbadan dua.
Hidupnya berubah setelah laki-laki yang menjadi temannya, tanpa sadar merenggut kesuciannya.
Saat mengetahui jika temannya itu akan menikah,dinda pun memutuskan untuk pergi menjauh dari kehidupannya sekarang.
Dia pun berharap dapat melupakan kejadian malam itu dan memulai hidup baru.
Kini dinda pun di karuniai seorang putra tampan yang memiliki wajah sama persis dengan teman laki-lakinya itu.
Sampai di suatu saat,takdir pun mempertemukan mereka kembali dengan keadaan yang sedikit berbeda.
Akankah dinda jujur pada temannya itu, jika sudah dia memiliki anak darinya?
Dan apakah dinda akan memberitahu putranya,jika temannya itu adalah ayah biologisnya?
Ikuti kisah selanjutnya sampai selesai!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy jay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAMM 15
Dinda menatap kearah punggung orang, yang memukul preman itu. seketika matanya membulat, saat tahu siapa yang telah menolongnya.
"Raffael.... " Bibir dinda bergetar, saat menyebutkan nama orang yang telah menolongnya.
"Kamu, tidak apa-apa?" Raffael menghampiri dinda, dengan penuh kekhawatiran.
Sebelum dinda menjawab, preman yang marah kembali menyerang raffael.
"Raffael...! Awas!" Teriak dinda, yang terkejut saat melihat preman, kembali melayangkan pukulan.
Raffael yang cepat menyadari pergerakan preman, segera menangkis pukulannya. sehingga dia sama sekali, tidak terkena pukulan dari preman itu.
"Aku tidak akan melepaskan mu, pengganggu!" teriak preman marah.
Raffael tersenyum miring, dengan senang hati dia memberikan pukulan pada preman itu sebagai hukuman, karena sudah berani mengganggu dinda.
Berkali-kali Raffael memberikan pukulan, pada preman yang terlihat sudah menyerah.
"Ampun...! Ampun...! Aku tidak akan mengganggu, dia lagi." Preman itu lari terbirit-birit, karena takut raffael memukulnya lagi.
Raffael menatap tajam kepergian preman itu, hatinya merasa belum puas memberikan pelajaran padanya.
Namun saat ini masih ada dinda terlihat ketakutan, ketika melihat perkelahiannya dengan preman tadi.
"Kamu, tidak apa-apa?" Raffael yang merasa kasihan pada dinda pun, segera menghampirinya.
Dinda menggeleng pelan. "A-aku baik-baik saja." jawabnya, dengan nada gemetar.
Raffael yang tahu jika dinda ketakutan, dengan cepat membawanya ke pelukannya.
Dinda yang awalnya ingin menolak, namun dengan erat Raffael mengeratkan pelukannya.
"Kamu sekarang aman, din." ucap Raffael lembut.
Dinda yang terharu pun, membalas pelukan dari Raffael. seketika tangisnya pecah, merasa telah mendapatkan tempat untuk menumpahkan perasaannya, yang selama bertahun-tahun ini dia sembunyikan.
Raffael tertegun, saat tiba-tiba saja dinda menangis. dia pun membiarkan dinda menumpahkan rasa sedih, kecewa dan marah pada hatinya.
Dia mengusap lembut punggung dinda, memberikan ketenangan.
"Maafkan aku raf. Baju mu, menjadi basah." Dinda melepaskan pelukannya, dan menatap baju Raffael yang basah karena air matanya.
Raffael tersenyum tipis. " Itu tidak masalah, din. Mau seluruh baju ku basah karena mu, aku tidak keberatan." sahutnya lembut.
Dinda yang merasa malu pun, hanya mampu memalingkan wajahnya. sebab sikap Raffael, yang tidak berubah seperti dahulu selalu menggodanya.
"Kamu mau kemana? Dan kenapa dengan motor mu?" tanya raffael, melihat ke arah motor dinda yang terjatuh.
Dinda pun menghela nafas, kemudian menceritakan apa yang sudah terjadi.
Terlihat raffael yang marah, saat mendengar cerita dinda yang hampir saja di lecehkan, oleh preman tadi.
Raffael pun menatap dinda. "Biar aku yang antar kamu pulang, din. Sebab sekarang, hari mulai gelap." ajak Raffael.
Dinda terdiam mendengar ajakan raffael, yang akan mengantarkannya pulang. jujur dinda senang, sebab Raffael sudah menolongnya.
Namun jika Raffael mengantarnya pulang, maka gevano akan bertemu dengan raffael.
Dinda belum siap, memberitahukan semuanya. apalagi yang dinda tahu, jika raffael kini sudah mempunyai keluarga kecil.
"Maaf raf, tidak perlu. Aku mau ke bengkel dulu. Terima kasih, karena kamu sudah menolong ku." sahut dinda, kembali bersikap acuh.
Raffael terlihat bingung, dengan perubahan sikap dinda. sebenarnya banyak sekali pertanyaan, yang ingin dia ajukan pada dinda tentangnya dan anaknya.
Namun sayang, dinda tidak memberikan ruang padanya. sehingga Raffael memilih, untuk tidak banyak bertanya.
Dia yakin jika suatu saat nanti, semua yang di sembunyikan oleh dinda darinya, akan segera terkuak dengan sendirinya.
"Ok, aku tidak akan mengantarkan mu pulang. Tapi izinkan aku, mengantar mu ke bengkel terdekat. Bagaimana?" Raffael memilih, mengalah demi kebaikan bersama.
Dinda yang setuju pun mengangguk pelan, membuat Raffael mengukir senyum.
Mereka pun pergi dari sana, mencoba mencari bengkel terdekat. sementara motor dinda sengaja di tinggal, karena Raffael sudah menghubungi anak buahnya, untuk membawakan motor dinda.
"Sekali lagi terima kasih, raf. Kamu sudah banyak menolong ku. Maaf, jika hari ini aku merepotkan mu." Dinda yang baru saja turun dari motor Raffael pun, segera mengungkapkan rasa terima kasihnya.
Raffael, tidak menjawab perkataan dinda. dia hanya menatap lekat wajah cantik dinda, yang selama beberapa tahun ini baru terlihat lagi.
"Apa kamu tidak merindukan ku, dinda?"
Dinda yang hendak pergi pun, menghentikan langkahnya. tangannya meremas tali tas, menyalurkan perasaannya yang merasa sakit, saat mendengar pertanyaan Raffael.
Raffael yang melihat dinda terdiam, menjadi penasaran. apa sebenarnya, yang sedang dinda sembunyikan darinya.
Raffael pun memutuskan untuk turun, dari motornya. namun belum juga melangkah, ponselnya kembali berdering.
Dia mendengus kesal, sebab kesempatannya berbicara dengan dinda kembali tertunda. raffael pun, mengangkat panggilan dari Roy.
"Halo.Ada apa, roy?" tanya raffael ketus.
"Kenapa, lo?" Roy di seberang telepon merasa heran, dengan nada bicara raffael yang terdengar ketus.
"Gue enggak apa-apa. Cepat katakan, ada apa?"
"Bokap lo, masuk rumah sakit lagi. Dari tadi nyokap lo telepon ke ponsel, lo. Tapi lo enggak angkat-angkat. Lo sebenarnya di mana, sih?" sahut Roy, sewot.
Raffael yang terkejut pun, segera memutuskan panggilannya sepihak. Roy yang berada di seberang telepon pun, mendengus kesal dengan sikap temannya itu.
Raffael segera melihat riwayat panggilan, dari orang tuanya. benar saja ada beberapa panggilan, yang tak terjawab dari mamahnya Liana.
Tak menunggu lama, dia pun segera pergi dari sana menuju ke tempat proyek.
Sebelum pergi, raffael melihat ke arah dinda yang tersenyum tipis, seakan menyuruhnya untuk pergi.
Dengan berat hati raffael pun pergi dari sana, meninggalkan dinda yang sedang menunggu motornya di perbaiki.
"Maafkan aku, raf. Bukan maksud ku, ingin menyembunyikan semuanya. Sebenarnya aku ingin bilang jika kamu mempunyai anak dari ku. Dan anak kita sudah besar." ucap dinda di dalam hati.
Dinda kembali menitikkan air mata, saat mengingat nasib dirinya yang harus menyembunyikan identitas gevano, kepada Raffael.
Andaikan saja dinda tahu, jika sebenarnya Raffael belum menikah. mungkin dinda akan berpikir ulang, untuk menyembunyikan identitas gevano dari Raffael.
*
*
*
Di tempat proyek, Raffael yang baru sampai pun segera menghampiri Roy, yang sedang mengemasi barangnya.
"Kenapa muka lo kusut, gitu?" tanya Roy heran, saat melihat raut wajah Raffael yang datar.
Raffael melirik sekilas, tak memberikan jawaban pada Roy. hal itu pun membuat Roy, mendengus kesal kepadanya.
"Wah... memang benar nih, anak. Kayaknya, kesambet setan pohon beringin besar." celetuk Roy, yang tidak mendapatkan jawaban dari Raffael.
Raffael mendelik, saat mendengarkan perkataan Roy. untuk saat ini Raffael, tidak akan memberitahu pada Roy, jika dirinya bertemu dengan dindan bahkan menolongnya.
Sebab Raffael ingin mengetahui sendiri, sebenarnya apa yang sedang di sembunyikan oleh dinda darinya.
Setelah semuanya sudah siap, Raffael dan Roy segera berangkat ke jakarta untuk langsung menuju ke rumah sakit.
Raffael tidak bisa menunda keberangkatannya, sebab merasa kasihan pada mamahnya yang hanya sendiri menemani papahnya di rumah sakit.
*
*
*
Setelah motornya selesai di perbaiki, dinda pun segera pulang. seharusnya dia pulang lebih awal, karena suatu insiden membuatnya pulang sedikit terlambat.
"Mamah." panggil gevano, berlari menghampiri dinda yang baru saja turun dari motor.
Dinda tersenyum tipis. "Jangan lari, vano. Nanti kamu jatuh!" peringatnya lembut.
Gevano tidak mendengarkan peringatan, dari dinda. sebab dia sudah sangat rindu sekali, pada dinda.
"Mamah kok pulangnya, lama?" tanya gevano, cemberut.
"Tadi, motor mamah mogok, vano. Jadi, mamah membawanya dulu ke bengkel." jawab dinda gemas, saat melihat gevano mengerucutkan bibirnya.
"Mogok di mana, din?" Inces yang baru keluar dari rumah dinda pun, ikut menyahuti perbincangan ibu dan anak itu.
Dinda pun beralih pada menatap inces. "Di dekat, perkebunan pohon cengkeh, ces. Untung saja, ada orang yang menolong, ku. Sehingga aku bisa dengan cepat, menemukan bengkel terdekat." jawab dinda memberitahu.
"Ih... kamu harus hati-hati, din. Di jalan sana, suka ada orang jahat. Untung saja, kamu tidak apa-apa?" sahut inces, khawatir.
Dinda pun hanya terdiam, apa yang di katakan oleh inces memang terjadi kepadanya. namun untung saja, kebetulan Raffael datang menolongnya. jika tidak, entah apa yang sudah terjadi pada dinda sekarang.
"Mah." panggil gevano menatap dinda. "Siapa yang, sudah menolong mamah? Apa boleh, vano beltemu dengannya. Vano, mau beltelima kasih, pada olang itu. Kalena sudah, menolong mamahnya, vano." ucap vano polos.
Dinda pun terdiam, mencoba berpikir untuk memberikan jawaban yang tepat pada gevano.
lanjut Thor 🥰