Mira adalah seorang IRT kere, memiliki suami yang tidak bisa diandalkan, ditambah keluarganya yang hanya jadi beban. Suatu hari, ia terbangun dan mendapati dirinya berada di tubuh wanita lain.
Dalam sekejap saja, hidup Mira berubah seratus delapan puluh derajat.
Mira seorang IRT kere berubah menjadi nyonya sosialita. Tiba-tiba, ia memiliki suami tampan dan kaya raya, lengkap dengan mertua serta ipar yang perhatian.
Hidup yang selama ini ia impikan menjadi nyata. Ia tidak ingin kembali menjadi Mira yang dulu. Tapi...
Sepertinya hidup di keluarga ini tak seindah yang Mira kira, atau bahkan lebih buruk.
Ada seseorang yang sangat menginginkan kematiannya.
Siapakah dia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rina Kartomisastro, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14
Ingat, jangan mudah percaya siapapun di sekitarmu, Mira. Sekalipun aku.
Ucapan Bennu tempo hari terngiang-ngiang di kepala Mira, setelah ia berhasil kabur dari kamar hotel Theo.
Bagaimana pun, Mira tidak bisa memastikan apakah Theo berbohong atau tidak. Terlebih, pria itu terlihat agak mencurigakan. Jadi sebaiknya ia fokus menyelamatkan diri terlebih dulu.
Kini Mira berniat kembali ke tempat berlangsungnya pesta. Namun di tengah perjalanan, ia mendapati Emily di salah satu sudut selasar hotel.
Gadis cantik berusia 25 tahun itu tengah mengobrol dengan Max, pengawal kepercayaan Melinda.
Entah kenapa, di mata Mira, Max yang sikapnya sangat dingin kepada semua orang itu, terasa begitu hangat terhadap Emily.
"Aku baru melihatmu lagi, Kak Mira. Kamu dari mana saja?" ucap Emily saat menyadari kemunculan kakak iparnya itu.
"Dari--"
Aku harus bilang dari mana? Abis dikurung di kamar hotel oleh orang tak dikenal? Cmon...
Emily memindai Mira dari atas sampai bawah, ia lantas tertawa kecil.
"Wow, jujurly, aku lebih suka versi Kak Mira yang sekarang. Selalu mind blowing." kata Emily. "Ya kan, Max?" Ia meminta persetujuan Max, yang hanya disambut sebuah anggukan dari pria berusia hampir 60 tahun itu.
Mira menggaruk kepalanya meski tak terasa gatal karena tak mengerti maksud Emily.
"Theo?!"
Emily berteriak.
Mira terbelalak.
Nama itu seperti sering terdengar beberapa saat lalu.
Ragu-ragu, Mira menoleh. Benar saja, pria yang tadi sempat ia pukuli itu, tengah berdiri tak jauh dari tempatnya berada.
Emily berlari menghampiri dan memeluk erat Theo, seperti layaknya bertemu seseorang yang telah lama tidak bersua.
"Kenapa kamu ke sini gak bilang-bilang? Aku yakin belum ada yang tahu tentang kedatanganmu."
Theo mengulas senyum tipis, "Kejutan."
Sekali lagi, Emily memberinya pelukan. "Aaahh, aku kangen sekali, Theo!"
Theo tampak tak nyaman dengan tingkah Emily, ia berusaha melepaskan diri dari pelukan itu. "Meski aku lebih tua darimu, kamu tetap tanteku. Bisa berhenti bersikap kekanakan, Tante Emily?"
Dengan berat hati, Emily melepaskan pelukannya.
"Sudah kubilang, aku tidak suka dipanggil Tante! Panggil Emily saja," Emily mulai merajuk manja.
Ia lantas merangkul lengan Theo dengan luwesnya. "Ayo, kuantar bertemu yang lain."
"Sebentar."
Theo melepaskan tangan Emily perlahan. Pria itu lantas berjalan mendekati Mira.
Mira yang merasa was-was, tanpa sadar menyeret kakinya mundur beberapa senti. Namun ia berhenti saat melihat Theo berlutut di depannya.
Pria itu melepas sandal hotel yang tengah dikenakan Mira. Lalu segera menggantinya dengan high heels Mira yang tertinggal di kamarnya tadi.
Lagi-lagi, Mira merasa bodoh. Bisa-bisanya lupa membawa sepatu haknya tadi.
"Loh kenapa high heels Kak Mira ada padamu, Theo?" Emily mengerutkan kening. "Kupikir Kak Mira memang sengaja ganti sepatu."
"Ada sedikit accident kecil tadi," jawab Theo.
"Kalian sudah ketemu lebih dulu? Kak Mira masih ingat Theo?"
Mira menggeleng pelan sambil memaksakan senyum. "Apa ada alasan khusus yang membuatku harus mengingatnya..." gumam Mira pelan.
"Dulu Kak Mira yang paling menjaga Theo. Kalian selalu main berdua, sampai aku saja sering menangis gara-gara suka ditinggal."
"Ooh... Jadi dia ini keponakan dari saudaraku yang mana?"
"Theo adalah keponakan kami. Anak dari mendiang Kak Donne, anak pertama Daddy."
Jadi Ben bukan anak pertama?
"Kalau Tante punya banyak pertanyaan, tanyakan saja padaku. Aku masih punya banyak waktu menjawabnya," sergah Theo.
"Kamu akan lama di Indonesia, Theo?" seru Emily dengan bersemangat.
Theo mengangguk.
"Katanya mau mengantarku ketemu yang lain?"
"Ayo." Emily merangkul lengan Theo untuk berjalan menjauh dari Mira.
Samar-samar, dari sudut mata, Mira sempat melihat Theo mengedipkan sebelah mata padanya, sebelum benar-benar pergi. Membuat wanita itu merinding sendiri.
Namun diam-diam, Mira memikirkan semua perkataan Theo di kamar hotel tadi.
Apa maksud dari keselamatan hidup kami berdua?
***