Apa jadinya kalo seorang anak ketua Organisasi hitam jatuh cinta dengan seorang Gus?
Karena ada masalah di dalam Organisasi itu jadi ada beberapa pihak yang menentang kepemimpinan Hans ayah dari BAlqis, sehingga penyerangan pun tak terhindarkan lagi...
Balqis yang selamat diperintahkan sang ayah untuk diam dan bersembunyi di sebuah pondok pesantren punya teman baiknya.
vagaimanakah kisah selanjutnya?
Baca terus ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma pratama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perlu Waktu Banyak & Butuh Proses Yang Panjang
Tok!
Tok!
Tok!
"Bangun! Ini sudah subuh."
Balqis menggeliat sambil menutup telinganya. Suara gedoran di pintu menggangu tidur nyenyaknya.
"Aaarrgghtt... Malesin banget deh. Kalo udah pagi kan kudu nyapu halaman lagi."
Bukannya bangun, Balqis malah membungkus dirinya dengan selimut. Dia tidak ingin harus beres-beres lagi.
"Balqis, bangun!"
Balqis tidak bergerak sedikit pun. Dia tahu suara itu milik Badriah karena terdengar nyaring.
"Balqis, ayo bangun?"
Balqis memperlihatkan wajahnya. "Gue lagi sakit. Badan gue menggigil ini. Uhuk-uhuk!"
Badriah yang melihat akting Balqis sangat konyol melipat lengan bajunya sampai ke siku.
"Aku hitung sampai tiga. Bila belum beranjak juga, aku akan siram kamu."
Balqis tercengang mendengar ancaman itu. Apalagi hitungan sudah dimulai. Dia sangat malas bangun karena harus melanjutkan hukuman, tapi bila tidak bangun satu gayung akan membasahinya.
"Ti---- "
"Iya Iya iya! Gue bangun nih!"
Balqis meloncat bangun saat angka tiga hampir selesai dikatakan. Dia berlari pontang-panting mengambil mukena ke tempat wudhu. Setelah wudhu dia berlari ke mesjid sambil memakai mukena.
"Dasar Badriah. Bikin kesal orang aja!"
Balqis mengatur nafasnya yang hos-hosan. Dia juga berhenti sejenak.
Detik kemudian, matanya memicing saat melihat Alditra datang dengan kursi rodanya.
"Ck... Dia ganteng juga!"
Bukannya segera pergi ke mesjid, Balqis menyempatkan diri menemui Alditra. Dia ingin menjadi perempuan pertama yang mengganggunya pagi ini.
"Hai... Selamat pagi, Om Gus!"
"Pagi ini bulan dan bintang masih menghiasi langit. Mereka masih setia berada di sana untuk menyambutmu." ucapan Balqis yang puistis membuat Alditra menghela nafasnya.
Serasa mimpi buruk bertemu Balqis di saat masih subuh. Apalagi kata-kata puitisnya itu sangat tidak nyambung.
Degh!
Alditra yang berniat memalingkan wajah dibuat tertegun. Dia tidak sengaja melihat sedikit kaki jenjang Balqis yang terekspos. Dia pun langsung memejamkan matanya agar tidak melihat.
"Apa-apaan dia? Kenapa memakai baju pendek? Bagaimana bila santriwan lain melihatnya?" batinnya.
"Om Gus!"
Sebelum Balqis kembali bicara, dia dengan cepat menulis di buku kecil dan memperhatikannya.
(Pakai rok mukena kamu. Tidak sopan kaki jengjang kamu keliatan.)
"Ya ampun, ribet amat!" ketus Balqis yang kemudian memakai rok mukenanya. "Udah selesai."
Alditra mengangguk pelan. Kemudian terlihat kesusahan saat akan turun dari kursi roda.
"Om Gus, mau gue bantu?"
Alditra menggelengkan kepalanya tanda menolak. Dan tidak lama dari itu, beberapa santriwan keluar membantunya. Balqis hanya diam. Dia memperhatikan Alditra yang dibawa masuk. Kemudian melihat kursi rodanya yang kosong.
"Balqis, masuk!"
Balqis mendecih sebal dan segera berlari masuk saat Badriah kembali berteriak membuyarkan lamunannya.
"Ck... Kenapa muka orang-orang di sini masam semua sih, enggak ada tuh manis-manisnya."
Balqis terus menggerutu. Dia sebal karena setiap bertemu yang lain pasti wajahnya masam. Mereka tidak semanis Melodi yang selalu tersenyum.
"Kenapa, Qis?"
"Orang-orang di sini pas lahir emang pada kehabisan gula ya?!,"
Kening Melodi mengerut. Perkataan Balqis sangat tidak nyambung dengan pertanyaannya. "apa ada masalah, Qis?"
"Cih... Liat aja muka mereka, Mel? Mukanya masam semua kek jeruk lemon. Enggak ada manis-manisnya,"
"Itu bukan masam. Tapi ngantuk,"
Balqis terdiam kesal. Melodi terlalu baik sampai tidak bisa membedakan mana yang masam? Mana yang manis? Di depannya semua orang terlihat sama.
"Astaghfirullah, Balqis kamu tidak memakai celana panjang?"
"Nggak ah, lg males banget, Mel. Emangnya kenapa? Ada yang salah?"
"Ada. Nanti aurat kamu keliahatan santriwan,"
"Oh... Udah diliat kok,"
"Sama siapa? Siapa yang melihat kaki kamu yang mulus itu?" mata Melodi memicing menginterogasi.
"Om Gus Alditra."
"Astaghfirullah!" Melodi terkejut sampai kedua matanya hampir copot. "Qis, Kamu sudah ternodai," sambungnya seraya terisak.
Balqis yang melihat Melodi seperti itu nyengir kuda. "Ck... Lo tuh terlalu berlebihan, Mel. Gue aja yang diliat doi biasa saja." Melodi mengusap wajahnya. Kemudian memegang baju Balqis sambil menatapnya dengan intens.
"Dengar! Berjanjilah kamu akan terus menutup aurat kamu. Cukuplah pasangan halalmu yang melihat bagaimana kulit kamu? Cukuplah pasangan halal kamu yang tahu semua anggota badan kamu."
"Kenapa harus kayak gitu?"
"Balqis, bila aurat kamu atau seluruh anggota badan kamu dilihat laki-laki yang tidak halal bagimu, itu akan menjadi dosa. Dan bila kita berdosa kita akan masuk ke neraka, memangnya kamu mau masuk ke neraka?"
"Diihh... Mana mau gue masuk neraka,"
"Nah makanya... Bila kamu tidak ingin masuk neraka, kamu harus terus menutup semua anggota badan kamu. Jangan sampai hal ini terulang kembali. Apalagi di depan Gus Alditra, beliau masih polos dan sekarang matanya ternodai oleh kelakuan kamu.. Huft..." Melodi hanya bisa tersenyum membayangkan reaksi Gus Alditra yang pasti terkejut malihat auratnya Balqis.
Balqis mengangguk sambil nyengir karena tanpa sepengetahuan Melodi, dia pernah berpenampilan lebih dari sekarang di depan Gus itu.
Ya ampun, Gue udah menodai Mata Om Gus lebih dari liatin kaki gue kan.. Terus harus gimana? Apa dia bakalan minta tanggung jawab sama gue supaya nikahin dia? Waw! Kalo bener sih itu luar biasa banget wkwkwwkwk...
Setelah beberapa menit. Selesai shalat subuh berjama'ah, semua santri langsung tadarus. Kini mereka sibuk membaca Al-Qur'an.
Kali ini Balqis pun ikut membacanya. Meskipun bukan Al-Qur'an yang dibacanya tapi hal itu menjadi perhatian untuk Azizah yang memperhatikannya ikut tersenyum lega.
"Mel, ini apa?"
"Itu jiem. Dan ini ha', kho', dal, dzal,"
Balqis pun kembali membacanya. Dia sesekali bertanya pada Melodi saat tidak mengetahui huruf apa yang selanjutnya dibaca. Melodi yang melihat Balqis untuk pertama kalinya membaca Iqro menutup Al-Qur'annya. Dia menuntun temannya sedikit demi sedikit.
"Udah ah."
"Hah?!"
Melodi tercengang. Baru saja Balqis membaca empat baris dia sudah menutupnya.
"Baru dal dan dzal, Qis"
"Mata gue puyeng, Mel,"
Melodi hanya tersenyum. Dia tahu butuh proses untuk Balqis agar mau belajar. Apalagi belum satu minggu dia tinggal. Masih baru dan masih perlu banyak waktu.
Mungkin untuk orang lain mereka sudah tekun dari pertama masuk, mereka tinggal membiasakan diri beradaptasi. Namun berbeda lagi dengan Balqis. Dia perempuan pertama yang berbeda sifat dan sikap, dia sangat perlu banyak waktu untuk terbiasa dengan lingkungan sekitarnya.
*****
Tik!
Tik!
Tik!
Hujan mengguyur deras pagi ini. Membuat semua santri yang tengah mengantri beras menunggu di depan madrasah. Mereka tidak mungkin berdiri di bawah hujan. Apalagi masih pagi, itu akan membuat mereka terkena flu karena kedinginan.
"Pernikahan Gus Miftah akan diadakan satu minggu lagi. Aku sudah tidak sabar ingin ikut dan melihat wajah Ning,"
"Iya, benar. Dan Alhamdulillah Umi memberikan izin pada kita agar ikut,"
"Tidak semua. Hanya santri senior yang diperbolehkan ikut."
Untung menghilangkan kejenuhan karena antrian mengambil beras terhenti, mereka mengobrol membicarakan pernikahan putra pertama Umi Fatimah.
Pernikahan yang diinginkan setiap santriwati. Karena siapa yang akan menolak Gus Miftah? Laki-laki baik dan murah senyum.
"Balqis, nanti kamu sakit!"
Obrolan beberapa santri terpotong, mereka teralihkan karena melihat Balqis yang hujan-hujanan. Dia terlihat anteng memejamkan matanya sambil merentangkan kedua tangannya, merasakan teresan air hujan yang jatuh ke tubuhnya. Dia juga menghiraukan teriakan Melodi dan beberapa santri lain agar berhenti.
Dad, I Miss You!
"Balqis!"
Lamunan Balqis seketika buyar. Dia menoleh pada Melodi yang melambaikan tangannya.
Ck... Apa dia nggak tau Kalo gue lagi meratapi hidup dan kangen sama Daddy...
Balqis pun kembali merentangkan tangannya. Dia memperlihatkan air jatuh ke telapak tangan yang seketika menggenang. Balqis terdiam sejenak lalu kemudian menoleh karena sejak tadi Melodi terus berteriak.
"Balqis, ayo cepat ke sini? Nanti sakit."
Dengan malas Balqis mendekati Melodi. Dia juga kesal karena sejak tadi dia terus mengganggunya.
"Ini, cepat bersihkan air hujan dari badan kamu. Nanti sakit,"
Balqis memandang wajah Badriah yang memberikan handuk, meskipun perempuan itu berwajah jutek, tapi dia tahu perempuan itu baik.
Grep!!
Seketika tanpa aba-aba Balqis memeluk tubuh Badriah dan membenamkan wajahnya di perutnya.
"Heh... Balqis! Kamu ngapain iihh basah tau!"
"Biarin gue kayak gini sebentar ya, Mom..." ucap Balqis sambil bergetar menahan jiwanya yang sedang rapuh.
Badriah pun mau tak mau mengijinkan Balqis untuk memeluknya, bahkan dia pun memeluk Balqis menenangkan tanda menenangkannya.
Apa Gue harus kenalin Daddy sama Badriah ya? Supaya dia jadi istri Daddy.