(Revisi)
Merasa akhirnya bebas dari ikatan pernikahan dengan Elsa, wanita pilihan orangtuanya, Edward, berniat menata ulang hidupnya dan membangun rumah tangga bersama Lily, sang kekasih.
Namun tanpa disadari saat tangannya menggoreskan tandatangan di atas surat cerai, bukan sekedar perpisahan dengan Elsa yang harus dihadapi Edward tapi sederetan nasib sial yang tidak berhenti merudungnya.
Tidak hanya kehilangan pekerjaan sebagai dokter dan dicabut dari wasiat orangtuanya, Edward mendadak jadi pria impoten padahal hasil pemeriksaan dokter, dirinya baik-baik saja.
Ternyata hanya Elsa yang mampu mengembalikan Edward menjadi pria sejati tapi sayangnya wanita yang sudah terlanjur sakit hati dengan Edward, memutuskan untuk menikah kembali dengan Erwin, adik iparnya.
Apakah Edward akan memaksa Elsa kembali padanya atau memutuskan tetap menjadi pria mandul dan menikahi Lily ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bareta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertanggungjawaban
Edward tersenyum tipis saat seorang ners membantunya memakai pakaian operasi. Hari ini akan menjadi operasi terakhirnya di rumah sakit ini dan entah kapan ia bisa masuk ruang OK lagi usai melepas jabatannya yang tinggal seminggu.
Sudah 2 minggu Edward melamar ke berbagai rumah sakit tapi tidak ada satu pun yang menanggapinya.
Ternyata memiliki nama Hartawan bukan membuatnya lebih mudah keluar dari zona nyaman karena orang bukan takut mempekerjakannya tapi segan karena ada nama besar opa dan daddy-nya yang sama-sama berprofesi sebagai dokter dan pimpinan di rumah sakit milik mereka sendiri.
“Mohon kerjasamanya, mari kita lakukan yang terbaik dan sepenuh hati.”
Edward menatap satu persatu tim dokter dan perawat yang membantunya menjalani operasi sambil mengucapkan kalimat yang menjadi ciri khasnya.
Semuanya menganggukan kepala dan menyadari kalau operasi ini mungkin akan menjadi yang terakhir bersama Edward.
Tangannya yang sudah ahli memegang pisau bedah, memulai operasi penggantian katup jantung seorang anak berusia 12 tahun yang memiliki kelainan jantung bawaan sejak kecil. Dengan sepenuh hati Edward menjalani tugasnya sebagai seorang dokter hingga 3,5 jam lamanya.
“Tolong dirapikan sisanya,” pinta Edward pada asisten dokter yang membantunya. Kepalanya mendadak pusing dan pandangannya berkunang-kunang.
Belum sempat Edward melepaskan sarung tangan dan masker operasi, mendadak tubuhnya limbung dan terjatuh ke lantai.
“Dokter Ed !” seorang ners memekik saat melihat tubuh sang dokter sudah terkulai di lantai.
***
“Kenapa nggak bosan tanya masalah itu terus sih ? Udah dibilangin kalau sampai kapanpun aku nggak bakal menjawabnya !”
Erwin tertawa melihat wajah cemberut Elsa yang langsung turun dari mobil. Keduanya baru saja pulang dari kampus tapi sebelumnya mampir untuk makan bakso di dekat kampus UGM.
“Namanya juga penasaran.” Erwin sudah menyusul Elsa yang baru saja melewati gerbang.
Elsa diam saja, matanya mengernyit melihat ada melihat pintu depan terbuka. Ia mempercepat langkahnya dan matanya langsung membola begitu sampai di ruang tengah.
“Mommy ! Daddy ! Kapan sampainya ? Kok nggak bilang-bilang kalau mau datang kemari ?” Elsa langsung menghampiri mommy Silvia dan memeluknya, sesudah itu menyapa daddy Robert dengan cara yang sama.
Alisnya menaut saat melihat Kinan duduk dekat situ dengan wajah tegang. Erwin yang sama kagetnya seperti Elsa ikut menyapa kedua orangtuanya.
“Sedang ada pekerjaan di sini, Dad ?” tanya Elsa dengan jantung berdebar karena tatapan mommy tidak seperti biasanya, ia juga sempat melirik Kinan yang malah tertunduk dan kelihatan gelisah.
“Ada apa Mom ?” Elsa menatap mommy Silvia yang malah menatap Erwin dengan wajah galak.
“Daddy dan mommy minta kamu menjaga Elsa bukan mengajaknya pacaran.”
“Maksud mommy ?” Alis Erwin menaut mendengar pertanyaan sang mommy.
“Sudah berapa lama kalian jadian ? Kalian sama-sama suka atau kamu Win, mengambil kesempatan dalam kesempitan ?”
“Mommy ngaco deh, siapa yang jadian ? Aku hanya mengikuti instruksi mommy untuk menjaga Elsa supaya nggak diambil sama cowok lain tapi nggak boleh tinggal serumah. Kalau mommy nggak percaya, bisa tanya Kinan atau mau ke tempat kostku ? Hanya 5 menit jalan kaki dari sini.”
“Mommy nggak percaya !”
“Erwin nggak bohong, Mom. Sampai saat ini dia hanya menjadi sopir antar jemputku sekalian cari jodoh di kampus,” canda Elsa berharap wajah tegang mommy mulai cair.
Masih dengan tatapan tajam, mommy Silvia menatap Elsa dan Erwin yang duduk bersebelahan hingga keduanya merasa canggung.
“Mommy nggak masalah kalau kalian sama-sama mau apalagi sekarang Elsa sedang mengandung anakmu.”
“Hamil ?” Erwin langsung menoleh ke arah Elsa dengan mata membola dan ternyata perempuan itu tampak kaget mendengar ucapan mommy.
“Mommy tahu darimana ?”
“Kamu beneran hamil, El ? Sama siapa ? Kok nggak bilang sama aku ?”
Elsa menghela nafas dan melirik Kinan yang membuang muka ke lain arah karena sudah melanggar janjinya pada Elsa untuk tidak memberitahukan soal kehamilannya pada siapapun juga.
“Jangan bilang kalau kamu hamil sama Gilang !”
“Ngawur kak Erwin !” Elsa melotot sambil memukul bahu pria itu.
“Siapa Gilang ?” daddy Robert mulai buka suara, menatap Elsa dengan alis menaut.
“Anak kedokteran, teman SMA Elsa yang udah lama ngejar-ngejar Elsa,” sahut Erwin sambil menatap curiga pada kakak iparnya yang malah memasang muka kesal.
“Jangan asal tuduh ! Aku memang sedang hamil tapi bukan sama dia !” ketus Elsa sambil melotot pada Erwin.
“Terus sama siapa ?” Erwin balas melotot, tidak mau kalah dengan Elsa.
Kinan ikut menatap Elsa dengan wajah penasaran. Elsa hanya bilang kalau ia hamil tapi belum mau memberitahu Kinan siapa pria yang menghamilinya.
Elsa menghela nafas seperti enggan menyebutkan satu nama pria yang membuatnya hamil tapi tidak mungkin menghindar karena mommy dan daddy sudah jauh-jauh datang kemari.
“Elsa !” tegur mommy dengan wajah tidak sabaran.
“Bukan Erwin atau Gilang tapi Mas Edward,” ujar Elsa dengan nada pelan.
“Edward ?”
“Kak Edward ? Gimana ceritanya ? Apa dia tahu ? Pasti dia dalam keadaan mabuk atau setengah sadar saat menidurimu, kalau tidak mana mungkin….”
“Erwin ! Biarkan Elsa menceritakan kejadiannya,” tegas daddy Robert yang sama terkejutnya seperti ketiga orang yang duduk di situ.
“Yang dikatakan Kak Erwin benar bahkan sampai detik ini Mas Edward tidak pernah tahu kalau kami sudah pernah melakukan hubungan suami istri.”
“Kenapa kamu malah minta cerai sama dia ?” tanya mommy dengan nada emosi.
“Aku nggak butuh pengakuan Mas Edward, Mom. Mungkin anak mommy akan bertanggungjawab tapi sudah terbayang rasanya akan lebih sakit karena hatinya tetap terikat pada dokter Lily. Aku akan membesarkannya sendiri dan dia tetap cucu mommy dan daddy.”
“Kalau begitu aku yang akan bertanggungjawab dan kak Edward tidak perlu tahu masalah ini,” usul Erwin yang langsung mendapat pelototan daddy Robert.
“Apa yang dikatakan Elsa benar, Dad.”
“Tidak bisa begitu ! Apapun reaksi Edward, dia berhak tahu dan sudah kewajibanmu untuk memberitahunya. Seandainya dia menolak mengakui anak itu dan kamu mau menerima tawaran Erwin, daddy tidak keberatan merestui pernikahan kalian.”
Dengan gerakan isyarat mommy Silvia menyuruh putra bungsunya bangun supaya ia bisa duduk di sebelah menantunya.
“Sudah berapa minggu ?” Suara mommy Silvia sudah melunak dan tangannya membelai kepala Elsa dengan penuh kasih sayang.
“Aku belum ke dokter, Mom tapi kalau dihitung dari waktu terakhir datang bulan, sekitar 6 atau 7 minggu.”
“Besok kita periksa ke dokter sekalian tanya apa tidak masalah kamu tetap kuliah.”
“Makanya belum apa-apa jangan emosi dulu, Mom, ingat sama jantung. Belum tanya udah main tuduh.”
“Habis kamu kan tukang nyosor, nggak boleh lihat yang bening langsung nemplok.”
“Kalau nggak cepat dicaplok, keburu diserobot orang, Mom. Yang musti dikhawtirkan itu kak Edward, di samping ada yang bening dan kinclong diabaikan malah pilih barang second terus sekarang udah hamilin anak orang nggak ingat sama tanggungjawab.”
Kinan dan Elsa masih berusaha menahan tawa mendengar ocehan Erwin yang membuat daddy tersenyum sambil geleng-geleng kepala.
Percakapan mereka terhenti saat handphone daddy Robert berbunyi. Pria paruh baya itu beranjak dan agak menjauh tapi tidak sampai 5 menit daddy Robert sudah kembali bergabung lagi.
“Edward pingsan dan sekarang sedang dirawat di rumah sakit. Menurut dokter Ikhsan dan dari hasil pemeriksaan lab semuanya baik-baik saja. Mungkin Edward hanya kelelahan dan stres.”
“Atau efek kehamilan Elsa,” ujar mommy.
“Maksud mommy ?” tanya Erwin dengan wajah bingung. “Kak Edward aja nggak tahu kalau Elsa sedang hamil.”
“Itu namanya kehamilan simpatik, kak Erwin. Istri yang hamil, suami yang mengalami tanda-tanda kehamilan.” Erwin langsung tergelak setelah mendengar penjelasan Elsa.
“Biar dia rasa dan semoga nggak akan hilang-hilang sampai anaknya lahir.”
“Erwin !” tegur mommy.
“Sekali-sekali kak Edward perlu diberi pelajaran, Mom. Udah tahu pernah nidurin perempuan lain tapi tetap maksa mau nikah sama kuda binal itu. Sebagai playboy cap kampung, aku aja bisa melihat kalau si Liloy itu bukan perempuan baik-baik. Jangan-jangan dia jadi dokter bukan karena panggilan hati tapi supaya gampang dapat mangsa kayak kak Edward.”
“Kalau sudah pintar membedakan mana perempuan baik dan nggak, kenapa masih belum dapat pacar yang awet sampai sekarang ? Kalau dia kamu sebut kuda binal, kamu banteng liar ?”
Ketiga perempuan yang duduk di situ langsung tertawa mendengar daddy Robert menyindir putra bungsunya yang kelihatan sebal.
dasar sundel bolong