“Aku bukan barang yang bisa diperjualbelikan.” —Zea
Zea Callista kehilangan orangtuanya dalam sebuah pembantaian brutal yang mengubah hidupnya selamanya. Diasuh oleh paman dan bibinya yang kejam, ia diperlakukan layaknya pembantu dan diperlakukan dengan penuh hinaan oleh sepupunya, Celine. Harapannya untuk kebebasan pupus ketika keluarganya yang serakah menjualnya kepada seorang mafia sebagai bayaran hutang.
Namun, sosok yang selama ini dikira pria tua berbadan buncit ternyata adalah Giovanni Alteza—seorang CEO muda yang kaya raya, berkarisma, dan tanpa ampun. Dunia mengaguminya sebagai pengusaha sukses, tetapi di balik layar, ia adalah pemimpin organisasi mafia paling berbahaya.
“Kau milikku, Zea. Selamanya milikku, dan kau harus menandatangani surat pernikahan kita, tanpa penolakan,”ucap Gio dengan suara serak, sedikit terengah-engah setelah berhasil membuat Zea tercengang dengan ciuman panas yang diberikan lelaki itu.
Apa yang akan dilakukan Zea selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BEEXY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18 - Kebebasan?
“GIOVANNII!!”teriak Zea yang tidak terima tiba-tiba dimasukkan ke dalam mobil secara paksa.
Gila saja.
Sementara Giovanni tidak peduli dengan jeritan Zea yang memekakkan telinga. Dia hanya terus menyupir.
"Sungguh kau tidak benar-benar akan menjualku kan?!" Gadis itu masih panik dengan argumen jual-menjual.
Setelah didandani sedemikian cantik, benarkah gadis itu akan dijual? Padahal baru saja merasa tenang karena Rosa bilang Giovanni adalah orang yang akan menepati janjinya.
Giovanni tidak menjawab dan fokus menyetir, menyusuri hutan-hutan yang semakin jauh dari mansion. Kali ini Zea dapat melihat dengan jelas dari kaca mobil sejauh apa mereka melaju melewati kerumunan pohon pinus.
Sepanjang jalan, pemandangan yang dilihat masihlah pohon-pohon berjejer. “Kau ingin membawaku kemana?"
“Duduk diam di sana dan kau akan mengetahuinya,"ucap Giovanni dengan santai.
Lelaki itu melirik Zea sekilas untuk mengagumi kecantikan gadis itu, tanpa sadar seolah senyum tipis terbentuk di bibir Giovanni.
"Kau tidak benar-benar akan menjualku kan? kau akan menepati janjimu kan?? Rosa bilang kau adalah orang yang akan memegang kata-katamu. Benar begitu kan?" Zea terus bertanya untuk memuaskan rasa penasaran gadis itu.
"Kenapa kau begitu takut jika aku menjualmu? Kau bahkan tidak merasa takut sama sekali saat dijual padaku,"tegas Giovanni yang seperti membuat Zea tersadar akan sesuatu.
Benar juga.
Dulu Zea memang takut saat paman dan bibinya akan menjualnya kepada seorang mafia untuk bayaran hutang. Tapi, tempat laun Zea malah merasa nyaman di mansion itu. Walaupun usahanya untuk kabur selalu gagal.
Zea hanya merasa tidak memiliki jalan keluar lagi dan pasrah ...
... atau memang dia memiliki sebuah perasaan lain untuk Giovanni Alteza?
Gadis itu memandangi Giovanni dari samping yang memperlihatkan hidung mancung lelaki itu dan sirat keseriusan yang tidak pernah lepas.
Namun, saat pikirannya membisikkan tentang kemungkinan perasaan pribadi Zea untuk Giovanni, Dia segera menggelengkan kepalanya untuk menangkal semua pemikiran itu.
Mobil terus melaju menyusuri jalanan sempit yang Zea tidak tahu tempat apa itu. "Di mana ini? Kau tidak berniat membuangku kan?"
"Membuang? bukankah kau yang menginginkan kebebasan?"
"Apa?! Bukan seperti itu maksudku. Punya karena aku mengatakan itu, kau jadi akan membebaskanku dengan cara membuangku ke tengah hutan atau ke lereng gunung?" Mata Zea terbelalak.
Ada gila-gilanya Giovanni akan membuang Zea di tengah hutan atau mungkin di lereng gunung.
Lelaki itu selalu punya cara untuk membuat Zea merasa ketakutan.
"Jika itu bisa membuatmu diam, mungkin iya." Giovanni menarik sebelah sudut bibirnya.
"Kurang ajar! Padahal aku sudah patuh padamu! Seharusnya aku tidak mendapatkan hukuman lagi!"pekik Zea merasa tidak adil.
"Baiklah aku memuji kepatuhanmu, hebat sekali." Giovanni melirik ke samping, melihat wajah cemberut Zea yang imut.
Tidak kemudian mobil itu berhenti di sebuah tempat yang juga masih dikelilingi oleh pohon-pohon tinggi tapi
Giovanni membukakan pintu penumpang dan mempersilahkan Zea untuk keluar. Saat keluar dari mobil Zea bisa merasakan semilir angin laut.
Giovanni segera menarik gadis itu untuk berjalan di sampingnya. Butuh beberapa meter mereka berjalan hingga kaki Zea yang berbalut sandal putih menginjak pasir.
Gadis itu bisa melihat pemandangan laut yang indah di depan sana serta semilir angin yang semakin berhembus kencang menyibak rambutnya.
"Pantai? Untuk apa kau membawaku ke pantai?" Zea langsung menolehkan kepalanya ke arah Giovanni.
Kenapa tiba-tiba sekali??
Giovanni memakai kacamata hitamnya, lalu melirik Zea. "Memberimu kebebasan."
Setelah mengatakan itu, Giovanni berjalan maju ke depan meninggalkan Zea sendirian di sana terpaku dengan kata-kata Giovanni barusan. “Kebebasan?”
Zea bisa melihat punggung kekar Giovanni dari di belakang meninggalkannya pergi menuju air laut. Zea masih berkelana dengan pikirannya, untuk apa seorang Giovanni mengurungnya di dalam Mansion seperti burung Dalam sangkar malah memberikannya kebebasan.
Rasanya aneh.
Namun tidak lama kemudian seseorang memanggil namanya.
"Halo Nona Zea!! Ayo kita bermain di pantai."
Itu adalah Rossa yang telah menggunakan baju renang dengan tangan kirinya menggandeng seorang lelaki, kata lain dan tak bukan adalah Federico yang menatap dengan wajah datar seperti biasanya.
Zea ternganga.
Bahkan dua pelayan itu ada di sini juga.
Sebenarnya apa yang terjadi? Apa yang ingin ditunjukkan Giovanni padanya? Lelaki itu selalu membuat Zea bingung.
Rosa segera berjalan mendekati Zea menarik tangannya untuk mendekati bibir pantai. "Ayo bermain."
Hingga ketika sampai di bibir pantai, Rossa menyipratkan air ke arah Zea untuk menarik perhatiannya agar melakukan hal yang sama.
Namun, arah pandangan Zea malah menangkap Giovanni yang duduk bersantai dan menyaksikannya dibalik kacamata hitam.
"Ayo Nona Zea." Rossa mendekati Zea dan melihat arah pandang gadis itu. "Oh ternyata kau sudah memandangi Tuan Altezza, apa sekarang kau sadar betapa tanpanya dia?? Betapa manisnya dia menyewa seluruh tempat di pantai ini hanya untuk memanjakanmu." Rossa menyikut lengan Zea dengan pandangan mata menggoda.
"Apa??menyewa??"
Zea terkejut.
Giovanni menyewa tempat ini??
Tapi, di sana juga ada beberapa orang yang bermain air. Tidak sepi sama sekali.
"Kau pasti berbohong lagi, ke tempat ini disewa oleh Giovanni. Harusnya sepi dan hanya kita saja kan di sini?"tanya Zea pada Rossa yang masih senyum-senyum sambil menatap Zea dan Giovanni secara bergantian. "Hai kau mendengar atau tidak?"
"Iya ya aku mendengarmu."
"Apa buktinya kalau tempat ini benar-benar disewa oleh Giovanni? Lihat saja, yang ada di sini bukan hanya kita." Zea mengulangi kembali pertanyaannya karena merasa tadi Rossa tidak mendengarnya.
"Kau lihat orang-orang di sini semuanya merupakan orang suruhan Tuan Altezza, mereka semua kaki tangan Alteza. Ada beberapa yang berasal dari instansi bodyguard milik Alza grup,"jelas Rosa.
“Apa?! Jadi mereka semua adalah ...” Zea mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru pantai dan menyadari kalau mereka tidak benar-benar menikmati pantai ... tapi, lebih ke posisi berjaga.
Rossa tersenyum kuda sambil menaikturunkan alisnya.
"Romantis sekali bukan? Tuan Altezza melakukan semua ini hanya untukmu."
Seorang Giovanni bahkan menyewa tempat wisata hanya untuk Zea? Tapi, untuk apa? Kenapa? Zea bertanya-tanya dalam pikirannya sambil menatap Giovanni yang sedang bersantai.
Saat fokus matanya terpaku pada Giovanni, lelaki itu tiba-tiba menoleh dan membuat pandangan mata mereka bertemu.
Zea terbelalak saat lelaki itu malah berjalan mendekatinya. Sementara Rosa malah kegirangan memuja-muja sosok Giovanni.
Setelah Giovanni telah sampai dan berdiri di depan Zea. Lelaki itu menatap menatap Zea dengan pandangan tajam. Aura yang membuat bulu kuduk Rosa bergidik lalu perlahan-lahan mundur memberikan ruang untuk Zea dan Giovanni.
"Kenapa menatapku sejak tadi? Ada yang ingin kau bicarakan?”
"Untuk apa kau membawaku ke tempat seperti ini? Bahkan rela menghabiskan uang demi menyewa?"
Giovanni terkekeh, mendekatkan wajahnya ke arah Zea hingga gadis itu mampu merasakan hangatnya hembusan nafas Gio. Lelaki itu bersmirk, "Bukankah kau yang menginginkan kebebasan?"
Zea terbelalak.