Tentang seorang menantu yang tidak di perlakukan baik oleh keluarga suaminya.
Setiap hari nya harus menahan diri dan memendam sakit hati.
Lalu di tengah kesuksesan yang baru di reguknya, rumah tangganya di terpa badai pengkhianatan.
Akankah dirinya mampu bertahan dengan rumah tangganya?
Cerita ini belatar kehidupan di daerah Sumatera, khusunya suku Melayu. Untuk bahasa, Lebih ke Indonesia supaya pembaca lebih memahami.
Jika tidak suka silakan di skip, dan mohon tidak memberi penilaian buruk.🙏
Silakan memberi kritik dan saran yang membangun🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juniar Yasir, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Delapan belas
Tidak terasa puasa sudah memasuki 26 hari. Tadi pagi dirinya mencuci hordeng dan membereskan rumah. Dia juga akan memasang sumbu ke pelita. Karena malam ini kota kecamatan mereka akan menyalakan lampu pelita secara masal. Tradisi ini sudah berjalan dari puluhan tahun lalu. Tetapi sekarang lebih modern. Karena ada yang menggunakan lampu listrik, dan lampion.
Nantinya di sepanjang bahu jalan, aneka pelita akan menemani para pengendara. Terlihat indah di malam hari. Ada juga sebagian membuat karya dari pelita ini. Tahun ini juga di adakan lomba seperti tahun kemarin. Lomba ini antara desa. Bukan lomba lampu pelita yang berbaris di jalanan, tetapi lomba membuat bentuk masjid dari pelita.
Disini, lampu yang di nyalakan 27 ramadhan akan di sebut dengan lampu Colok.
Lampu Colok khas Riau menyambut 27 ramdahan dan lebaran.
*
Sari berada di teras bersama mertuanya , melihat kendaraan berlalu lalang. Sedang anak-anaknya bermain boneka di kamar mereka. Dimalam akan di nyalakan colok ini, para warga semua turun ke jalan dengan kendaraan masing-masing, untuk melihat berbagai karya seni dari pelita ini. Mereka berkeliling ke desa-desa lainnya. Tentu nya, di sepanjang jalan akan berdesak-desakan karena macet. Mereka yang hobby berfoto, akan mengabadikan moment yang terjadi satu kali setahun ini.
Begitu juga Sari, dia tak kalah antusias menyambut lebaran ini. Meskipun Ramdan telah kembali ke kota tempatnya bekerja, itu tidak memutuskan semangat Sari. Dia juga telah membeli baju anak-anak dan mertuanya.
Sari mengajak mertuanya ini lebaran di rumahnya. Mengingat orang tua ini juga sendiri di kampung. Memang Yati ada, tetapi tentu hanya datang sekali-kali saja. sedangkan biasanya, di malam lebaran, mereka yang berkeluarga akan berkumpul bersama anak mantu dan cucu. Masak gulai, ketupat, tidak lupa dodol dan aneka kue. Mendengar sayup-sayup takbir. Makin sedih nanti Sarimah nantinya, pikir Sari. Apalagi bagi mereka yang telah di tinggalkan orang yang mereka sayangi. Moment takbiran dan lebaran ini menyesakkan bagi mereka.
*
Awalnya Sarimah menolak untuk lebaran di kota, biar bagaimanapun dirinya punya rumah dan telah lama juga di rumah Sari, tentu nya dia ingin pulang. Tapi mendengar rengekan para cucunya, dan kasihanndengan Sari, dirinya urungkan niatnya untuk kembali ke kampung.
“Sudah jadi sumbu pelita kau Sar?’’ tanya Sarimah.
“Sudah Bu, tinggal masangkan di pelita ini. Bu,nanti malam temankan Sari ke toko siang malam ya?!. Sari lupa membeli kacang-kacangan dan amplop untuk THR anak-anak, Sekalian membeli aneka jajan dan plastik bungkusan.’’ balas Sari.
“Kenapa tidak besok saja. Apa tak penuh sesak nanti malam jalannya... Belum lagi Honda para budak-budak itu bising.’’ Jawab Sarimah. Agak ngeri membayangkan para anak muda, mengganti knalpot mereka dengan yang bising dan ngegas depan mereka.
“Kita pergi nya sore saja Bu, berbuka berempat kita. Nanti pulangnya sekalian melihat colok.’’ Sari melihat-lihat pakaian anaknya yang baru di antar kurir.
Untuk baju lebaran mereka, Sari sengaja berbelanja online. Karena harga lebih murah dan tidak perlu keluar rumah.
“Yalah kalau begitu. Aku masuk dulu! Udah adzan kan?’’ Sarimah beranjak.
“Udah Bu, Sari libur dulu. Semoga saja hari raya nanti sudah berhenti, sehingga dapat ikut sholat id. Tahun lalu tidak ikut’’ ujar Sari.
“Aamiin.’’ Sarimah masuk ke rumah.
Sari menuju warung nya yang baru berprogres sekitar 85%. Beni sudah di minta untuk libur hari ini. Mungkin saja anak itu akan membantu membereskan rumah mereka juga, pikir Sari.
Sedang asyik melihat-lihat warung nya, tiba-tiba ada motor berhenti di bahu jalan depan rumah Sari. Seorang wanita berhelm turun dari motornya. Wanita itu membuka helm nya. Sari langsung berlari menuju wanita yang tak lain adalah Rahmah itu.
Rahmah kesini di bawa oleh adiknya Rahmi.
“Kak Rahmah apa kabar?’’ Sari memeluk mantan tetangga nya ini.
“Alhamdulillah sehat. Tambah cantik saja kau ni semenjak pindah sini’’ puji Sarimah jujur.
“Ah bisa saja pujian kakak ni. Tak ada uang nya Sari nak beri_’’
“Eh sampai lupa aku sama Rahmi. Apa kabar Rahmi? Masih tinggal rumah Bu Sarimah?’’ Sari beralih ke Rahmi.
“Alhamdulillah Rahmi sehat kak. Masih!’’ jawab singkat Rahmi. Karena dia ini memang pemalu.
“Betah betul dia Sar. Ke rumah ku pun jarang dia ini.’’ timpal Rahmah. Sari hanya tersenyum saja.
Mereka kini duduk di teras rumah Sari.
Sarimah keluar setelah mendengar suara riuh dari luar.
“Eh Rahmah, bila kau datang? Tahu dari mana kalian rumah Sari?’’ Sarimah duduk di kursi sebelah Sari.
“Belum lama ini Mak cik. Aku di bawa oleh Rahmi. Katanya dia tahu alamat Sari, dari temannya.’’
“Beni?’’ tanya Sarimah.
’’Beni?!’’ tanya Sari bingung.
“Beni itu kakak tingkat Rahmi kak waktu kuliah, dan kampusnya juga bersebelahan dengan kampus Rahmi.’’ beri tahu Rahmi cepat.
“Oh.... Kirakan...’’
.
*
Mereka kini berada Didalam rumah Sari. Rahmi di ajak beni jalan-jalan bersama anak-anak Sari.
“Jadi Ramdan kerja di luar kecamatan sebrang sana Sar?’’ Tanya Rahmah.
“Iya kak, hari sebelum puasa kemarin dia balik sini, tapi hari kedua ramadhan dia pergi kembali. Katanya ada kerjaan yang mendesak.’’ jawab Sari.
“Ooh, oh iya Sar. Aku sebenarnya nak nengok bazar. Mana tau nya ada baju yang berkenan di hati. Sekali aku nak tengok colok malam ni.’’
Rahmah sengaja datang, karena takut terjebak macet. Di sini setiap bulan Ramadhan, pasti akan ada namanya bazar. menjual aneka macam pakaian keperluan untuk lebaran.
“Kalau gitu, kakak pergi nya bersaing dengan kami saja. Sari pun ada keperluan malam nanti. Kita perginya jam 4 sore saja.’’ ucap Sari.
“Jadi mau berbuka dimana kita nanti? Aku tidak membawa bekal.’’ balas Rahmah.
“Kita berbuka di luar saja nanti. Biar sekali-kali Sari traktir.’’ Sari senang, karena tetangga nya ini datang ke rumahnya.
“Hebatnya kau sekarang ni. Sudah bisa makan di luar, banyak betul pasti uang gaji Ramdan ni.’’ Rahmah ikut senang kehidupan ekonomi Sari mulai membaik.
“Sari itu jualan kue basah, tetapi tidak di antar ke warung, pelanggan nya yang jemput langsung ke rumah. Dan pelanggannya banyak juga ku tengok.’’ ucap Rahmah setelah lama diam.
Dirinya kesal, Rahmah malah memuji Ramdan. Padahal Ramdan hanya sekali memberi Sari gajinya, itupun pas-pasan, kerjanya sudah bulan. Dia juga masih kesal, Ramdan malah kembali di hari kedua puasa. Padahal cutinya tiga hari. Sarimah tidak percaya, jika sang anak di minta bosnya untuk kembali bekerja.
“Iyakah?.. Maasyaa Allah. Satu-satu cinta kau sudah terwujud Sar.’’ Rahmah ikut senang.
“Iya kak.’’
Kini mereka terdiam dengan pikiran masing-masing. Tak lama terdengar kumandang adzan.
Sarimah beranjak menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu.
“Banyak berubah ku tengok mertua mu Sar. Aku suka betul tengoknya.’’ ujar Rahmah.
“ Iya kak, Alhamdulillah. Sari pun begitu senang dengan perubahan ibu. Akhirnya setelah lama, Sari mendapat kasih sayang dari nya.’’ balas Sari.
.
.
.
“Siapa wanita hamil ini Wira?!’’