NovelToon NovelToon
To Be Your Mistress

To Be Your Mistress

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Cinta Terlarang / Percintaan Konglomerat / Angst / Kehidupan alternatif / Romansa
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: moonwul

Ketika ketertarikan yang dihiasi kebencian meledak menjadi satu malam yang tak terlupakan, sang duke mengusulkan solusi kepada seorang gadis yang pastinya tidak akan direstui untuk ia jadikan istri itu, menjadi wanita simpanannya.

Tampan, dingin, dan cerdas dalam melakukan tugasnya sebagai penerus gelar Duke of Ainsworth juga grup perusahaan keluarganya, Simon Dominic-Ainsworth belum pernah bertemu dengan seorang wanita yang tidak mengaguminya–kecuali Olivia Poetri Aditomo.

Si cantik berambut coklat itu telah menjadi duri di sisinya sejak mereka bertemu, tetapi hanya dia yang dapat mengonsumsi pikirannya, yang tidak pernah dilakukan seorang wanita pun sebelumnya.

Jika Duke Simon membuat perasaannya salah diungkapkan menjadi sebuah obsesi dan hanya membuat Olivia menderita. Apakah pada akhirnya sang duke akan belajar cara mencinta atau sebelum datangnya saat itu, akankah Olivia melarikan diri darinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moonwul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

15: Gadis Ini Milikku

Tuan Duke sudah gila.

Olivia menggeliat dalam pelukan Simon, namun itu hanya membuatnya direngkuh lebih erat.

“Kamu masih tidak mengerti perkataan saya, Olivia?”

“A-anda yang tidak mengerti, Yang Mulia.” Olivia menggelengkan kepalanya keras. Gerakan itu membuat gerai rambut gadis itu menyeruak ke lekukan leher Simon.

Sebuah sensasi lembut yang dirasakan langsung pada permukaan kulitnya, Simon memejamkan kedua matanya untuk sesaat menikmatinya.

“Sayang sekali, tapi saya tidak pernah salah, Olivia.” Simon menjadikan sebelah lengannya sebagai tumpuan sehingga ia berbaring lebih tinggi untuk melihat wajah gadis itu.

Olivia mengernyitkan dahi, kedua matanya menelisik arti dari raut wajah pria itu. “Anda harus melepaskan saya, Yang Mulia Duke. Saya tidak akan membiarkan Anda berlalu seenaknya untuk kedua kali.”

Simon mengerti semua hal yang Olivia coba sampaikan. Dahi yang mengernyit, alis yang bertaut, serta pandangan yang menyipit, mereka semua menyatakan bahwa gadis itu bersungguh-sungguh akan perkataannya.

“Baiklah.” Simon melepaskan rengkuhannya begitu saja. Ia berbaring lurus dengan kedua lengannya yang bebas.

Olivia segera bangkit dari posisinya dan berdiri menjauh dari sofa. Meski dengan gerakan penolakan yang spontan itu, ia merasakan hatinya memberat.

Melirik ke arah sofa, Simon kembali ke posisi semula, berbaring lurus dengan sebelah lengan di atas kedua matanya yang terpejam.

Olivia melihat telapak tangannya, bisa ia ingat seakan masih merasakannya dengan nyata bahwa suhu tubuh sang duke sangat panas. Ia tidak bisa tinggal diam begitu mengetahuinya.

“Saya akan memberitahu kepala staf bahwa Anda tengah sakit. Mohon tunggu seb—“ Olivia merasa tidak sanggup melanjutkan kata-katanya begitu Simon menoleh dan menatap tepat kedua matanya.

Bagaimana bisa seorang yang bak iblis sepertinya bisa sangat terlihat seperti malaikat saat dia menatap mataku?

Olivia hanya terdiam di tempatnya dan mengerjap pelan, sedangkan Simon menggerakkan pelan kedua alisnya dan berucap lembut. “Ambilkan saja handuk dan air hangat. Saya tidak ingin minum obat hanya karena sedikit demam.”

“Anda bukan sekedar sedikit demam melihat suhu panas Anda, Yang Mulia. Saya tidak bisa membiarkan Anda tidak dirawat dengan benar—“

“Kalau begitu kamu saja yang merawat saya, Olivia.” Simon mengatakan itu begitu santainya, sedangkan bagi Olivia ia sudah kesulitan untuk bernapas normal.

“Bagaimana?” tanya Simon serak sejak gadis itu tidak kunjung merespons.

“Baik, Yang Mulia Duke. Akan segera saya bawakan.” Olivia menunduk kecil lalu berbalik dan berjalan pergi.

Simon menatap kepergian gadis itu dengan tenang. Jauh di lubuk hatinya, ia sudah tahu bahwa pada akhirnya gadis itu akan menuruti perkataannya.

Hanya dari caramu menatapku, Olivia, sebuah rasa penasaran di sana, kamu sungguh telah jatuh padaku.

♧♧♧

“Apa yang sebenarnya tengah kulakukan?” Olivia bergumam pelan di tengah aktivitasnya merapikan rak buku dan area sekitar meja kerja Simon.

Sang duke telah tertidur selama hampir satu jam setelah ia kompres dengan handuk hangat. Olivia menghela panjang setelah menyadari apa yang tengah dilakukannya ini bukan merupakan perintah, melainkan ia lakukan secara sukarela.

“Sepertinya aku juga sama gilanya.” Olivia sedikit bersandar pada tepi meja kerja Simon.

Ia memerhatikan ke sekeliling ruangan luas nan megah ini. Ada sebuah aroma khas yang menyeruak ke penciumannya setiap ia masuk ke sini.

Aroma yang pun melekat di tubuh Simon yang menenangkan dengan berbagai cara. Ditambah dengan pelukan yang ia alami tadi, kini Olivia dapat mengenalinya dengan mudah.

“Aneh. Bagaimana bisa semuanya jadi semakin aneh begini?” gumam Olivia lagi. Namun, kali ini ia tidak hanya berbicara sendiri karena sebuah sahutan dari Simon yang sudah terbangun.

“Ada apa dengan kedua pengakuanmu itu, Olivia?" tanyanya. Simon bangkit dari tidurnya dan terduduk di sofa. "Apa kamu butuh konsultasi dengan psikiater?”

Olivia buru-buru berdiri dengan sempurna, ia meletakkan kedua lengannya ke depan badan. “Bukan apa-apa, Yang Mulia. Saya hanya bicara sendiri.”

Simon tertawa singkat, perlahan ia berdiri dan berjalan menjauh dari sofa. “Bukankah itu juga sebuah pertanda untuk segera mengunjungi psikiater?”

“Melihat kondisi Anda sekarang, sepertinya Anda sudah membaik. Ada baiknya saya segera pamit.” Olivia menarik kedua sudut bibirnya tersenyum sopan.

“Apa kamu membereskan tempat kerja saya?” tanya Simon yang semakin mendekat ke meja kerja. Ia melirik ke lemari buku yang ada di belakang mejanya dan berkas-berkas di atasnya yang menjadi tersusun rapi.

Olivia merasakan lidahnya kelu. Sesuatu yang kerap terjadi setiap ia berhadapan dengan Simon. “Tidak sengaja melihatnya sedikit berantakan, saya rasa perlu untuk merapikannya.” Susah payah ia memilah alasan dan mengatakannya dengan sempurna tanpa tergagap.

Simon berjalan di dekatnya dengan mengangguk kecil seraya memandangi hasil pekerjaan gadis itu. “Kamu cukup terampil dalam merapikan barang-barang. Bagaimana kalau menjadi staf pribadi saya?”

Olivia membelalak, ia hampir lupa mengatakan sebuah informasi penting pada pria itu. “Sebenarnya, Yang Mulia Duke, ada yang perlu saya sampaikan kepada Anda.”

“Hm?” Simon menaikkan kecil kedua alisnya. “Sampaikan saja.” Ia berjalan beberapa langkah berjarak di hadapan Olivia.

“Baik... eng, sebenarnya saya telah membuka toko roti sendiri. Sekarang saya tidak lagi bekerja di kediaman Anda.”

Simon mengernyit. Melihat itu membuat Olivia buru-buru memberi penjelasan lainnya. “Saya tahu Anda mempertanyakan mengapa saya masih tinggal di sini. Mohon ketahuilah, Yang Mulia, bahwa saya sedang berusaha keras untuk mengumpulkan uang dan pindah ke tempat lain. Eng... saya pun sudah memberi tahu Nyonya Ainsworth dan beliau setu—“

“Kamu tahu bahwa bukan itu yang membuat saya bertanya-tanya, Olivia,” potong Simon mengambil langkah lainnya mendekat ke arah gadis itu.

Olivia mendongak menatap dengan kedua mata yang murni kebingungan atas perkataan sang duke.

Simon di lain sisi, memiringkan kecil kepalanya dan mengikis jarak di antara mereka hingga bersisa satu langkah. “Kamu tidak tahu atau pura-pura tidak tahu?”

“Tidak. Saya benar-benar tidak mengerti maksud dari perkataan Anda, Yang Mulia.” Olivia menggeleng.

Simon tersenyum miring. “Berarti saya harus mengatakannya langsung supaya kamu mengerti.” Ia sekali lagi mengambil langkah, benar-benar menghapus jarak di antara keduanya.

Perbedaan tinggi yang cukup jauh membuat Olivia mendongak untuk menatap Simon. Rasa penasaran yang juga dapat dilihat oleh sang duke kembali terpancar di kedua mata polos gadis itu.

Tidak ingin membuat Olivia ketakutan seperti di malam pertunangannya dulu, Simon meraih tangan gadis itu yang mengepal, dengan perhatian ia membelainya sehingga ia dapat menggenggamnya.

Kedua bibir Olivia terbuka kecil dan ia mengerjap. Tiupan angin ditambah suhu udara yang memang sudah menurun akibat memasuki musim gugur membuat napas gadis itu cukup terlihat di pencahayaan minim ruangan ini.

Simon lantas menarik mendekat tubuh Olivia dengan genggamannya tadi. Masih dengan masing-masing mulut yang tertutup tanpa sepata kata pun, kini keduanya menjadi sangat dekat hingga pakaian mereka saling bersentuhan.

Tangan Simon tidak bertahan lama dan jadi berpindah ke pinggang Olivia dan menariknya lembut yang mana kemudian membuat gadis itu semakin mendongak serta menekan tubuh mereka pada satu sama lain.

Dapat Olivia rasakan bahwa tubuhnya merinding pada setiap sentuhan Simon. Namun, ternyata sensasi itu belum mencapai puncaknya.

Selama dua puluh tahun hidupnya, Olivia telah memahami bahwa ada beberapa kontak fisik antara pria dan wanita yang tidak senormalnya terjadi pada sembarang hubungan.

Ciuman di bibir adalah salah satunya, dan inilah yang tengah ia alami.

Keterkejutan atas ciuman pertamanya membuat kedua mata Olivia terbelalak.

Simon mencium bibir Olivia dengan agresif namun juga lembut. Meski kedua bibir gadis itu masih terkatup rapat dengan tubuh menegang, ciuman Simon terus menggodanya dengan sangat sensual.

Olivia melihat semua yang pria itu lakukan, setiap kecupan dan pagutan yang terus dilakukan padanya, serta bagaimana kedua mata yang tertutup nyaman, semuanya menunjukkan betapa sang duke berhasrat dengan dirinya.

“Hmp—“ Olivia berusaha mendorong dada Simon menjauh darinya. Beberapa kali ia lakukan sebelum akhirnya berhasil memutus ciuman mereka.

Olivia yang segera menunduk dan menghirup napas dalam-dalam dimanfaatkan Simon dengan sangat baik. Sekali gerakannya menangkup wajah gadis itu, ia kembali menciumnya.

Simon mengerang begitu menemukan celah kecil di antara kedua bibir Olivia yang sebelumnya sibuk mengatur napas, ia pun membuka bibirnya dan melesakkan lidah pada ciuman mereka.

Olivia bergerak gelisah hendak melepaskan diri. Namun, kali ini usahanya berakhir sia-sia saat tangan Simon menelusuri lekuk tubuhnya.

Rasa basah dari ciuman Simon dan sentuhan lembut pria itu di sepanjang punggungnya membuat Olivia sulit menahan diri untuk tidak melenguh yang keluar sebagai sebuah desahan.

Mendengar itu membawa sebuah senyuman di bibir Simon di tengah semua pagutannya.

Gadis ini milikku.

...♧♧♧...

^^^*** the picture belongs to the rightful owner, I do not own it except for the editing.^^^

1
agnesia brigerton
Jadi duke nih lagi nunggu sampe Olivia lebih dewasa aja?? Setidaknya dia gak pedofil deh :)
agnesia brigerton
Gilakkkkk
agnesia brigerton
Udah manggil ayah mertua ajaa
agnesia brigerton
Aku padamu Olivia 😭😭😭
agnesia brigerton
😭😭😭
agnesia brigerton
Duh pulang kampung nih??😥
agnesia brigerton
Hubungan mereka kerasa sensual banget tapi menegangkan juga duh panas dingin jadinya 🙃
agnesia brigerton
Iya iya pergi aja dari duke obses ituu
agnesia brigerton
Gue tereak terus woiii
agnesia brigerton
What?????? Merk gaunnya terus lagu yang diputar????
agnesia brigerton
Tunangan asli kayak nyadar deh
agnesia brigerton
Benedict selama kerja sama duke gak kepikiran buat resign kah??
agnesia brigerton
Oke... oke... si duke obses nih parah
agnesia brigerton
Kamu kuat bangettt
agnesia brigerton
S-SIAP YANG MULIA!!
agnesia brigerton
UPSS 🤭🤭
agnesia brigerton
Lo kayaknya masih bingung deh sama perasaan sendiri 🙃🙃
agnesia brigerton
AAAA 😚😚😚
agnesia brigerton
Apa? Mau ngapain emangnya🤭
agnesia brigerton
AAAA GUE DUGUN DUGUN
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!