"Hentikan gerakanmu, Bella," ucap Leo berat sambil mencengkram pinggang Bella. Bulu halus di tubuh Bella meremang, napas mint Leo memburu dengan kepalanya tenggelam di perpotongan leher Bella membuat gerakan menyusuri.
"kak, jangan seperti ini."
"Bantu aku, Bella."
"Maksudnya bantu apa?"
"Dia terbangun. Tolong, ambil alih. aku tidak sanggup menahannya lebih lama," ucap Leo memangku Bella di kursi rodanya dalam lift dengan keadaan gelap gulita.
Leo Devano Galaxy adalah pewaris sah Sky Corp. 2 tahun lalu, Leo menolak menikahi Bella Samira, wanita berusia 23 tahun yang berasal dari desa. Kecelakaan mobil empat tahun lalu membuat Leo mengalami lumpuh permanen dan kepergian misterius tunangannya adalah penyumbang terbesar sifat kaku Leo.
Hingga Bella berakhir menikah dengan Adam Galaxy, anak dari istri kedua papa Leo yang kala itu masih SMA dan sangat membenci Leo.
Sebenarnya Apa yang terjadi pada Leo hingga ingin menyentuh Bella yang jelas-jelas ia tolak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Baby Ara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 15. Akibat cemburu.
Bella dengan serius menempelkan racikannya di kaki Leo. Wanita itu menutupnya dengan perban. Leo mendengus, ia sudah seperti orang habis kecelakaan. Beruntung, celana panjang Leo menutupinya.
"Sudah kak ... Awas ya, tidak boleh di buka," ucap Bella. Takutnya Leo curang di belakangnya. Bella berharap, racikan tradisional itu berefek pada kaki Leo.
Leo memainkan lidahnya dalam mulut. Sekuat tenaga untuk tidak mengeluarkan kata-kata menyakitkan. Ayolah, ia bahkan berobat hingga keluar negri dan sudah menelan berbagai pil pengobatan yang di klaim bisa menyembuhkan, tapi sama sekali tak ada hasilnya.
"Jika penyakitku semakin parah. Siap-siap saja, kau mengurusku seumur hidup," cetus Leo.
Bella melakukan gerakan hormat lengkap dengan senyum manisnya. "Siap. Tidak akan Tuan."
"Sekarang panggil Revan. Tubuh cungkring mu ini tidak akan mampu menopang tubuhku." Giliran Bella mendengus namun tetap mengangguk.
Revan di balik pintu sedikit terbuka. Cepat bersuara lalu menyembulkan tubuhnya. "Saya disini Tuan. Orang-orang sudah menunggu kehadiran anda di ruang rapat," ujar Revan namun mendapat sorot tajam dari Leo.
"Sejak kapan kau disitu?"
Sebagai orang kepercayaan Leo, Revan tak mau berbohong. Karena uang Leo lah, ia bisa memberi makan kedua adiknya.
"Maaf Tuan, sejak nona Bella mengatakan syarat kedua pada anda," jawab Revan ketar-ketir. Jangan sampai gajinya terpotong lima puluh persen.
"Kau menertawakan ku?"
"Ti-tidak Tuan. Apa ada yang lucu?"
Leo menatap Bella yang tercengir padanya. 'Wanita ini membuatku terlihat bodoh,' batin Leo. Anehnya, ia selalu menurut.
"Bagus. Sekarang dudukan aku di kursi roda."
Demi Tuhan, sebagai pria sejati. Leo begitu malu mengatakan itu.
Setelah duduk di Singgasananya. Leo mengeluarkan titah untuk Bella. "Kau jangan kemana-mana. Tunggu aku disini. Jika ngantuk, kau lihat tombol angka di pertengahan rak buku itu?"
Bella mengikuti arah telunjuk Leo. Ia mengangguk. Memang ada apa di balik rak kayu itu?
"Sandinya, 1256. Itu ruangan pribadiku, ada tempat tidurnya."
Bella berdecak kagum. "Wah, canggih sekali ya kak. Tapi, terimakasih. Itu tempat pribadi kakak. Lebih baik, jika aku mengantuk akan tidur di sofa ini saja."
Leo memutar malas bola matanya. Sekian lama menjadi bagian keluarga Galaxy, sifat norak Bella masih mendarah daging rupanya.
"Terserah kau saja. Ingat, jangan sentuh barang-barang ku tanpa izin."
"Tenang, aku bukan pencuri kok," ketus Bella lalu mendudukkan pantatnya di sofa.
Leo tersenyum sangat tipis. "Aku pegang kata-katamu."
Bella menghembuskan napas panjang setelah punggung Revan dimana ia mendorong Leo hilang di balik pintu.
"Astaga, apa yang akan aku lakukan? Bosan sekali," gerutu Bella beranjak dari sofa namun dering ponsel berasal dari meja kerja Leo menyita perhatian Bella.
"Ponsel siapa? Jangan-jangan ponsel kak Leo."
Benar saja, itu milik Leo. Layarnya tak henti berkedip. Bella mengintip nama si pemanggil.
"Ya Tuhan, dari nenek Hana!"
Apa yang harus Bella lakukan. Di angkat, tidak mungkin, itu lancang namanya. Di diamkan, ponsel itu juga tak henti berdering. Mana tahu penting kan, apalagi nenek Hana tengah sakit. Menganggu Leo yang sedang rapat juga tidak sopan. Asal tahu saja, nenek Hana tidak suka pada Bella.
Bella menarik napas panjang. "Halo Nek." Bella memutuskan mengangkatnya. Leo marah, itu urusan belakangan.
"Le-eh, kau siapa? Mana cucuku?" suara judes dari ujung sana membuat Bella meremas celana jeans hitamnya. Padahal mom Aline memberikannya dress cantik tadi namun Bella memilih yang nyaman untuknya.
"Aku-"
"Kau pacar cucuku?"
Deg!
"Bu-" kata Bella lagi-lagi di potong nenek Hana.
"Dasar cucu nakal! Bilang pada pacarmu itu, suruh dia menjenguk neneknya yang hampir mati ini dan kau wajib ikut. Aku penasaran, wanita seperti apa kau, hingga berhasil meruntuhkan prinsip gila cucuku itu, yang katanya dulu tidak akan menikah seumur hidup. Jika tidak dengan kekasihnya yang hilang entah kemana, mengerti?"
Bella yang shock karena nenek Hana salah paham tidak menjawab.
"Mengerti tidak?"
"Iya mengerti Nek." Bella angguk-angguk.
'Matilah aku.'
Bella yang pusing bagaimana akan menjelaskan pada Leo. Memilih untuk keluar dari ruangan. Menjernihkan pikiran. Tapi, suara berat seseorang sarat amarah dari balik punggungnya membuat Bella mematung.
"Bella! Gue cari-cari, ternyata lo disini. Berapa duit lumpuh kasi lo jadi pemuas napsu nya, hah?! Dasar jalang!" Kata Adam berjalan mendekat pada Bella dengan bantuan tongkat penyangga di salah satu ketiaknya.
Bella mengepalkan tangan. Beruntung ditempat itu hanya ada keduanya. Adam terpaksa ke kantor karena ancaman Leo akan menurunkan jabatannya, jika tidak hadir dalam rapat bulanan dengan para petinggi perusahaan dan sekarang Adam tengah izin ke toilet. Tapi, belum sampai ke tujuannya, ia melihat Bella disini.
"Mas, jaga ucapanmu," jawab Bella berbalik namun ia tertegun melihat kondisi Adam. Masalah pergumulan suaminya, Bella tidak berhak marah. Karena tubuhnya pun sudah disentuh pria selain Adam. Walau minus, itu bukan kemauannya, berbeda dengan Adam yang suka rela membuka selangkangan nya.
"Mas, ada apa dengan kakimu?" Bella memperpendek jarak namun Adam gegas berucap.
"Ah, jangan sok perhatian! Tanyain selingkuhan lo itu! Sial! Jika bukan karena ancaman lumpuh itu. Udah gue kurung lo di kamar mandi!"
Dahi Bella mengkerut. Hukuman sudah biasa untuknya. "Selingkuhan? Kak Leo maksudnya? Apa yang sudah dia lakukan?"
Merasa Bella seolah berpura-pura tidak tahu membuat keinginan di dada Adam untuk menyiksa Bella semakin kuat. Ia gapai pipi Bella lalu mencengkram kuat disana.
"Aww ... Mas!" pekik Bella kesakitan.
"Dengar ya, ini belum seberapa. Lo udah berani sama gue dan sekongkol sama lumpuh itu. Hukuman menanti lo lebih dari ini!"
"Tuan Adam."
Mendengar suara seorang wanita. Adam cepat menghempas kasar pipi Bella sampai kepala Bella tertoreh ke samping karenanya. Adam berpindah berdiri sedikit jauh. Tidak lupa tersenyum ramah pada sekretaris cantik Leo itu.
"I-iya. Sejak kapan kamu disini, Intan?"
Wanita bertumbuh padat bak gitar spanyol itu menatap Bella dan Adam bergantian. Adam layangkan tatapan peringatan pada Bella.
"Oh, saya. Baru saja. Ini siapa Tuan? Kok saya baru lihat."
Bella berusaha tersenyum tipis. "Perkenalkan kak, saya Bella."
Intan mengangguk. "Kamu karyawan baru ya? Bagian apa?"
Bella bimbang. Setelah menikah, Adam mengultimatum Bella untuk tidak membocorkan tentang dirinya yang istri seorang Adam. Kata Adam, Bella hanya lah alat untuk pemuas nafsunya saja.
"Saya-"
"Dia OB baru," sela Adam cepat. Saking tak ingin Bella mengatakan yang macam-macam.
"Oh, OB baru. Pantas asing. Kebetulan saya memang mencari pekerja itu untuk membuatkan minuman dan mengantar di ruang rapat. Kamu bisa kan?"
"Aku?" Bella menunjuk dirinya, tapi matanya bertemu dengan mata Adam yang memelototinya tajam.
"Iya. Itu pekerjaanmu loh. Sudah ya, saya harus kembali ke ruang rapat. Permisi Tuan." Intan mengangguk pada Adam yang tersenyum manis.
"Ya, silahkan."
Setelah intan berjarak empat langkah. Bella protes pada Leo. "Mas, tega sekali kamu! Sampai bilang aku ini OB. Bagaimana sekarang? Dimana tempat membuat minuman itu saja, aku tidak tahu."
"Bukan urusan gue!" ujar Adam lalu meninggalkan Bella tanpa mau memberitahu dimana letak pantry di kantor itu.
"Ya Tuhan, Bagaimana ini?" gumam Bella kebingungan. Kakinya melangkah sembarang arah namun sebuah suara menghentikannya.
"Bella! Tunggu sebentar!"
Bella berbalik. Itu Intan yang kembali. Bella bernapas lega. Belum Bella jujur tentang dirinya bukan seorang OB. Intan sudah dulu berbicara.
"Saya lupa. Kopi untuk tuan Leo, bedakan dari yang lain. Dia penyuka kopi pahit, jadi jangan coba-coba memberinya gula meski secuil atau pekerjaanmu jadi taruhannya. Cepat buat ya." Usai berucap Intan berjalan cepat menjauh.
"Sepertinya, aku memang harus mencari sendiri ruangannya."
Setelah berputar-putar di gedung yang luas itu dan di arahkan oleh seseorang. Bella akhirnya tiba di ruangan yang ia cari. Tak membuang waktu, Bella segera berkutat dengan air panas, gula dan kopi. Minus untuk Leo. Perusahan Leo memang wajib menyajikan kopi selain air mineral saat rapat.
Bella menarik napas sebelum mengetuk pintu.
Tok!
Tok!
"Masuk!" perintah Leo. Rapat di pimpinnya tengah break sebentar.
Leo tadinya acuh. Langsung menatap Bella yang bersuara. "Permisi, saya mengantar minuman."
Revan melihat Leo terdiam segera mendekat pada Bella. Bermaksud membantunya, akan ia cari tahu nanti. Siapa berani menyuruh-nyuruh nona nya itu.
"Berikan pada saya saja nona."
Bella menggeleng. "Tidak apa. Biar aku saja."
"Tapi Nona ...."
Adam diam-diam tersenyum puas. Ikut menimpali. "Sudahlah Revan. Itu kan memang pekerjaan seorang pesuruh."
Bisik-bisik sempat terjadi karena Revan, bodyguard dingin Leo itu memanggil Bella dengan sebutan nona, jadi berkurang. Pikir mereka, nama Bella mungkin nona.
Bella menata dengan cekatan minuman untuk masing-masing orang di meja itu dan terakhir menuju ke arah Leo. Bella sengaja, menaruh Leo di akhir. Tidak sanggup menatap Leo terus menatapnya tajam. Tanpa Bella tahu, kaki seseorang siap akan menjegal kakinya.
'Kena kau jalang!'
Brak!
"Nona!" seru Revan hampir berlari menolong namun keduluan oleh sepasang tangan kekar menangkap tangan Bella dari depan. Bella nyaris jatuh menimpa kopi Leo dan pecahan kaca di lantai. Leo tadinya khawatir, berubah semakin datar.
"Kau tidak apa-apa? Apa kakimu terkena air panas?"
Bella menggeleng. Berdiri dengan benar. "Tidak. Terimakasih kak Brian."
Ya, Brian Hasson, pengusaha muda sekaligus pemilik sebagian kecil saham di perusahaan Leo. Ia yang memberitahu Bella dimana letak pantry tadi.
"Astaga, kau ... Aku tidak sengaja tadi," ucap Desi. Dia berada disana mewakili divisinya.
Bella berusaha ramah. "Ya. Tidak apa."
'Sial! Padahal aku hampir mencelakainya tadi.'
'Memang dasar genit! Baru tiba disini, sudah tebar pesona,' batin Adam kesal.
Bella menatap Brian yang mengibaskan jas abu-abunya. Ada noda kopi disana. "Ya ampun kak. Jasmu kotor karena ku. Biar aku bersihkan."
Tapi, tangan Leo lebih dulu menahan pergelangan Bella.
"Sayang, tidak perlu. Kau nyonya Leo. Kenapa mengerjakan pekerjaan pembantu seperti ini, hmm? Dia juga bisa mengurus dirinya sendiri."
Riuh sudah ruangan itu karena omong kosong Leo.
tanda terima kasih aq kasih bintang lima ⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️