NovelToon NovelToon
Rahasia Kelam Di Balik Sutra

Rahasia Kelam Di Balik Sutra

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Rebirth For Love / Cinta Terlarang / Romansa / Cintapertama / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Fitri Novianti

Seorang putri Adipati menikahi putra mahkota melalui dekrit pernikahan, namun kebahagiaan yang diharapkan berubah menjadi luka dan pengkhianatan. Rahasia demi rahasia terungkap, membuatnya mempertanyakan siapa yang bisa dipercaya. Di tengah kekacauan, ia mengambil langkah berani dengan meminta dekrit perceraian untuk membebaskan diri dari takdir yang mengikatnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Novianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 02

Dua minggu berlalu sejak pernikahan Cheng Xiao dan Putra Mahkota Wang Yuwen. Selama itu, Cheng Xiao tak sekalipun bertatap muka dengan suaminya. Wang Yuwen seolah mengurung diri di ruang baca, dan setiap kali Cheng Xiao mencoba menemuinya, Zhu Tian selalu menghadangnya, tak terkecuali hari ini.

"Mengapa aku tidak diperbolehkan bertemu dengan suamiku sendiri?" tanya Cheng Xiao dengan nada frustrasi, saat Zhu Tian kembali menghalangi jalannya menuju ruang baca. Angin musim gugur berdesir pelan, menerbangkan helaian rambutnya yang tergerai indah.

"Tuan tidak ingin diganggu. Nona sebaiknya kembali ke Paviliun Utama," jawab Zhu Tian tegas, tak bergeming sedikit pun. Ekspresinya datar, namun matanya menyimpan sedikit rasa bersalah.

Cheng Xiao menghela napas pelan, bahunya merosot tanda pasrah. "Baiklah, aku tidak akan memaksa masuk lagi," ucapnya lirih, berusaha menyembunyikan kekecewaan yang mendalam.

"Berikan ini padanya. Aku membuatnya sendiri khusus untuk suamiku," ujar Cheng Xiao, menyodorkan sebuah kotak makanan yang berisi kudapan manis kesukaan Wang Yuwen. Aroma harum kue-kue itu menyeruak lembut di udara.

Zhu Tian menerima kotak itu dengan ragu. Ia tahu betul watak keras kepala sang putra mahkota. Namun, ia juga tak tega melihat Cheng Xiao terus berusaha. Jika ia menolak, wanita itu pasti akan terus datang. Setelah Zhu Tian menerima bawaannya, Cheng Xiao berbalik dan pergi dengan langkah gontai, tanpa berhasil bertemu dengan suaminya sama sekali.

Zhu Tian menatap kepergian wanita itu dengan rasa iba yang mendalam. Hatinya terenyuh melihat ketulusan dan kesabaran Cheng Xiao. Ia lalu menatap kotak makanan berisi kudapan manis itu, merasa dilema. Dengan langkah berat, Zhu Tian masuk ke dalam ruang baca, membawa serta pemberian Cheng Xiao untuk sang putra mahkota.

"Tuan, Nona Cheng kembali membawakan kudapan manis untuk Anda," lapor Zhu Tian dengan nada hati-hati. Ia meletakkan kotak makanan itu di atas meja, jauh dari jangkauan Wang Yuwen.

"Buang saja," jawab Wang Yuwen dingin, tanpa menoleh sedikit pun. Matanya tetap terpaku pada buku yang ada di hadapannya, namun pikirannya melayang jauh.

Zhu Tian terdiam sejenak, menimbang-nimbang perintah Wang Yuwen. Ia tahu betul bahwa membuang makanan adalah tindakan yang tidak sopan, apalagi itu adalah pemberian dari istri sang putra mahkota. Namun, ia juga tidak berani membantah perintah tuannya.

"Baik, Tuan," jawab Zhu Tian akhirnya dengan nada lesu. Ia meraih kotak makanan itu dan hendak membawanya keluar ruangan.

"Tunggu," cegah Wang Yuwen tiba-tiba, tanpa mengalihkan pandangannya dari buku.

Zhu Tian berhenti melangkah dan menoleh ke arah Wang Yuwen dengan tatapan bingung.

"Letakkan saja di situ," ujar Wang Yuwen dengan nada datar. "Aku akan memakannya nanti."

Zhu Tian merasa sedikit lega mendengar ucapan itu. Setidaknya, usaha Cheng Xiao tidak sepenuhnya sia-sia. Ia meletakkan kembali kotak makanan itu di atas meja dan membungkuk hormat kepada Wang Yuwen.

"Jika tidak ada lagi yang Anda perlukan, saya permisi, Tuan," ucap Zhu Tian.

"Pergilah," jawab Wang Yuwen singkat.

Zhu Tian segera meninggalkan ruang baca, membiarkan Wang Yuwen kembali tenggelam dalam kesendiriannya. Setelah Zhu Tian pergi, Wang Yuwen menutup bukunya dan menghela napas panjang. Ia melirik kotak makanan yang tergeletak di atas meja dengan tatapan kosong.

Sebenarnya, ia sangat merindukan Cheng Xiao. Ia merindukan senyumnya, suaranya, dan perhatiannya. Namun, ia tidak bisa mendekati wanita itu. Hatinya masih terpaut pada Jing Ying, dan ia tidak ingin menyakiti hati Cheng Xiao lebih dalam lagi.

Wang Yuwen meraih kotak makanan itu dan membukanya. Aroma manis dari kue-kue itu langsung menyeruak ke dalam hidungnya, menggugah seleranya. Ia mengambil sepotong kue dan memakannya perlahan. Rasanya sangat lezat, persis seperti yang pernah ia makan sebelumnya.

Cheng Xiao memang selalu membuatkan kudapan manis untuknya sejak mereka masih berada di akademi. Ia selalu menolak pemberian itu, namun Cheng Xiao tidak pernah menyerah. Ia terus berusaha mendekatinya dengan berbagai cara, meskipun ia tahu bahwa hatinya tidak akan pernah menjadi miliknya.

Wang Yuwen menghabiskan semua kue yang ada di dalam kotak itu. Ia merasa sedikit bersalah karena telah menolak Cheng Xiao selama ini. Ia tahu bahwa wanita itu sangat mencintainya, dan ia tidak bisa membalas cintanya.

"Maafkan aku, Cheng Xiao," bisiknya lirih. "Aku tidak bisa memberikan apa yang kau inginkan."

Wang Yuwen meletakkan kembali kotak makanan yang kosong itu di atas meja. Ia bangkit dari duduknya dan berjalan menuju jendela. Ia menatap langit malam yang bertaburan bintang dengan tatapan sendu. Ia merasa sangat kesepian dan terasingkan. Ia ingin sekali melarikan diri dari semua masalah dan tanggung jawabnya, namun ia tahu bahwa itu tidak mungkin. Ia harus tetap kuat dan menjalankan perannya sebagai seorang putra mahkota.

Di kamarnya yang sunyi, Cheng Xiao duduk bersimpuh di depan Guzheng, kecapi Cina kesayangannya. Jemarinya yang lentik mulai memetik senar, menghasilkan alunan melodi yang indah, namun menusuk kalbu. Ini adalah kebiasaannya setiap malam, berusaha mengusir kesunyian yang menyesakkan dada dan menenangkan perasaannya yang berkecamuk.

Setiap petikan senar seolah melukai tangannya, mengiris hatinya yang perih. Malam-malamnya hanya dihiasi alunan musik menyayat hati yang ia ciptakan sendiri. Air matanya menetes tanpa henti, membasahi gaun sutra yang dikenakannya. Sinar rembulan yang tadinya menerangi kamarnya, perlahan meredup, tertutupi oleh awan hitam yang berarak di langit malam. Seolah alam pun turut bersimpati dan menyembunyikan wajah sedih Cheng Xiao, menyelimutinya dalam kegelapan.

Alunan Guzheng terus mengalun, semakin lama semakin pilu. Cheng Xiao memejamkan matanya, membiarkan air mata terus mengalir membasahi pipinya. Ia membayangkan wajah Wang Yuwen, pria yang sangat dicintainya, namun tak bisa ia gapai. Ia membayangkan senyumnya, tatapannya, dan semua hal tentangnya yang membuatnya tergila-gila.

Namun, bayangan itu perlahan memudar, digantikan oleh bayangan Jing Ying, wanita yang dicintai Wang Yuwen. Cheng Xiao membuka matanya dengan terkejut. Ia tahu bahwa Jing Ying adalah alasan mengapa Wang Yuwen tidak bisa mencintainya. Ia tahu bahwa hatinya telah sepenuhnya menjadi milik wanita lain.

Rasa sakit di hatinya semakin menjadi-jadi. Ia merasa seperti orang asing di rumahnya sendiri. Ia merasa tidak diinginkan dan tidak dicintai. Ia merasa bahwa hidupnya tidak berarti lagi.

Tiba-tiba, sebuah ide gila terlintas di benaknya. Ia ingin mengakhiri hidupnya. Ia ingin mengakhiri semua penderitaan ini. Ia ingin melarikan diri dari kenyataan pahit ini.

Cheng Xiao menghentikan petikan Guzhengnya. Ia bangkit dari duduknya dan berjalan menuju sebuah meja kecil di sudut ruangan. Di atas meja itu, terdapat sebuah pisau kecil yang biasa ia gunakan untuk memotong bunga.

Cheng Xiao meraih pisau itu dan menatapnya dengan tatapan kosong. Ia membayangkan bagaimana rasanya jika ia menusukkan pisau itu ke dadanya. Ia membayangkan bagaimana rasanya jika ia mengakhiri hidupnya saat ini juga.

Namun, sebelum ia sempat melakukan apapun, terdengar suara ketukan pelan di pintu. Cheng Xiao terkejut dan menjatuhkan pisau itu ke lantai.

"Nona, apakah Anda baik-baik saja?" tanya suara Lian'er dari balik pintu. "Saya mendengar suara Guzheng Anda sangat pilu. Apakah terjadi sesuatu?"

Cheng Xiao terdiam sejenak. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Ia tidak ingin Lian'er tahu tentang apa yang sedang ia pikirkan.

"Aku baik-baik saja, Lian'er," jawab Cheng Xiao akhirnya dengan suara yang sedikit bergetar. "Hanya sedikit lelah. Aku akan segera tidur."

"Apakah Anda yakin, Nona?" tanya Lian'er dengan nada khawatir. "Saya bisa menemani Anda jika Anda mau."

"Tidak perlu, Lian'er," jawab Cheng Xiao. "Aku ingin sendiri. Terima kasih atas perhatianmu."

"Baiklah, Nona," jawab Lian'er. "Jika Anda membutuhkan sesuatu, panggil saja saya."

"Tentu," jawab Cheng Xiao.

Lian'er kemudian pergi dari depan pintu. Cheng Xiao menghela napas lega. Ia bersyukur bahwa Lian'er tidak mengetahui apa yang sedang ia pikirkan.

Cheng Xiao mengambil pisau yang terjatuh di lantai dan meletakkannya kembali di atas meja. Ia kembali duduk di depan Guzheng dan mulai memetik senarnya kembali. Namun, kali ini, alunan musik yang ia mainkan tidak lagi pilu, melainkan penuh dengan harapan. Ia tahu bahwa ia tidak boleh menyerah. Ia harus tetap kuat dan menghadapi semua masalahnya dengan berani. Ia harus membuktikan kepada Wang Yuwen bahwa ia pantas untuk dicintai.

1
Natasya
👍
Nurhasanah
dari bab awal sampe bab ini ... fl nya cuma bisa nangis doang nggak ada gebrakan apapun😏😏
yumin kwan
ish.... kok kaisar ga langsung aja kasih dekrit perceraian....
semangat up nya 💪
Ani_Sudrajat
Cerita nya bagus ..
Marini Dewi
semangat thor biar bnyk up Nya. hehehe
Ani_Sudrajat
Orang tua mana yg tidak sedih melihat putri kesayangannya di perlakukan seperti itu??
yumin kwan
kasian sekali cheng xiao.....
semangat up lagi 💪💪💪
echa purin
👍🏻👍🏻
Ani_Sudrajat
Bagus ceritanya.
Semangat thor 💪
Marini Dewi
alur cerita y sangat menarik, semangat thor 💪💪💪
Ani_Sudrajat
Up nya tambah lagi thor 😄
Marini Dewi
bikin gregetan. up lagi Thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!