"Tidak ada yang namanya cinta sejati di dunia ini. Kalaupun ada, seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami." ~Liam
"Cinta sejati tak perlu dicari. Dia bisa menemukan takdirnya sendiri." ~Lilis.
Bagaimana ceritanya jika dua kepribadian yang saling bertolak belakang ini tiba-tiba menjadi suami istri?
Penasaran? Ikuti kisahnya sekarang ....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon amih_amy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15. Sakit
...----------------...
"Ki, aku mau pulang sekarang, ya. Badanku nggak enak banget ini. Kepalaku juga pusing," ucap Liam pada asistennya sebelum jam makan siang di kantornya.
"Kamu sakit?" Diki menyentuh kening Liam. Terasa agak panas.
"Iya, panas. Pulang aja nggak apa-apa. Jangan lupa berobat ke rumah sakit!" titah Diki.
"Kamu mau antar aku ke sana?"
"Enggak." Tanpa berpikir Diki langsung menolaknya, membuat kening Liam mengernyit tidak menyangka. "Aku ada janji sama istri dan anakku. Kami mau makan siang di luar," lanjut Diki yang baru beberapa hari yang lalu rujuk dengan istrinya.
"Cih, udah rujuk sama istri, jadi tega sama sahabatnya sendiri. Jatuh cinta emang bikin orang jadi tega," celetuk Liam sambil berdiri lalu mengambil jasnya yang digantung di dekat meja kerja.
"Bukan gitu. Biasanya juga sendiri. Lagian sekarang kamu juga udah punya istri. Minta antar sama dia aja, sih!"
Liam mendengkus sembari memakai jasnya. "Nggak usah. Minum obat doang juga sembuh," katanya, lalu berjalan menuju pintu. "Salam sama istri dan anakmu. Jangan sampai kamu ditinggalkan lagi sama mereka!" Liam berkata lagi sebelum ke luar dari ruangan itu.
"Ya, hati-hati!" teriak Diki walaupun sahabatnya itu sudah pergi. "Lagi sakit mulutnya masih pedes aja," decak Diki lagi sambil menggelengkan kepalanya.
*****
Di lain tempat, Lilis yang sudah pulang sedari tadi menunggu suaminya datang. Sebenarnya ia ingin langsung menyusul ke tempat kerja Liam, tetapi Lilis takut terjadi keributan. Perempuan itu pun memilih untuk bersabar menunggu suaminya pulang.
Lilis tengah mandi ketika suaminya kembali. Perempuan itu bahkan tidak mendengar suara mesin mobil milik sang suami.
Liam yang merasakan pusing seperti hilang kewaspadaan. Dengan langkah lunglai, dia terus berjalan memasuki rumahnya. Tujuannya tentu adalah kamar. Liam ingin segera merebahkan badan.
Begitupun dengan Lilis, perempuan itu tidak tahu jika suaminya sudah berbaring di atas ranjang. Sehingga, ketika ritual mandinya sudah selesai, Lilis dengan santainya ke luar hanya dengan mengenakan handuk kecil yang hanya menutupi tubuhnya sebagian.
"Astaghfirullah, ada hantu mirip Ay Ay!" Lilis terkejut bukan main ketika melihat sosok Liam yang berbaring di atas tempat tidurnya.
Sejenak memperhatikan, kemudian kakinya berjalan pelan-pelan mendekati Liam. Tangannya mengepal kencang pada handuk yang dia pakai. Takut handuknya itu tiba-tiba terlepas dari badan.
Setelah dekat, Lilis menusuk-nusuk pipi Liam dengan menggunakan jarinya. Ia memastikan jika sosok yang tidur itu adalah manusia.
"Beneran Ay Ay ini, teh?" ucap Lilis meyakinkan sendiri.
Panas, itulah yang Lilis rasakan pada kulit jarinya yang bersentuhan dengan pipi Liam. Untuk lebih memastikannya lagi, Lilis pun memegang dahi sang suami.
"Panas pisan, Ay!" pekik Lilis sambil menyentuh dahi Liam beberapa kali.
Liam yang merasakan hawa dingin yang ditransfer istrinya, merasa sedikit nyaman. Sehingga ketika Lilis mengangkat tangannya, lelaki itu merasa kehilangan. Dengan cepat tangan Lilis pun ditangkap oleh Liam.
Lilis tersentak, tentu saja. Apalagi ketika tubuhnya sampai tertarik dan menimpa tubuh suami tercinta. Jangan ditanya bagaimana kondisi jantung Lilis yang hampir lepas dari tempatnya. Lilis sampai beberapa kali meneguk saliva. Tenggorokannya terasa kering ketika berada sedekat itu dengan suaminya, bahkan tidak ada jarak sedikit pun di antara mereka.
"Ay, bangun! Kamu sakit, ya? Badan kamu, teh, panas. Kayaknya kamu dem ... ah!" Lilis sedikit memekik karena tubuhnya bergulir ke samping.
Tentu saja Liam yang melakukannya. Tanpa sadar, lelaki itu merasa nyaman ketika bersentuhan dengan Lilis. Bahkan dengan jelas dia berkata, "Biarkan seperti ini sebentar!"
Liam berkata sedikit tidak sadar dengan kedua mata masih terpejam. Lilis sampai mengerjap beberapa kali untuk memastikan hal itu bukanlah khayalan.
Handuk yang dikenakan Lilis pun sudah tak beraturan lagi. Namun, Lilis tidak peduli. Perempuan itu sibuk menatap wajah tampan sang suami, bahkan tangannya lancang berselancar di pipi lelaki itu.
Biasanya, Liam akan marah jika Lilis berbuat seperti itu kepadanya. Kali ini dia diam saja. Lilis pun bisa bebas bergelirya. Namun, perempuan itu juga masih punya muka untuk berinisiatif mengambil keperjakaan suaminya tanpa izin. Apalagi suaminya lagi sakit, membuat hal itu lebih tidak mungkin. Alhasil, keduanya pun tertidur dengan posisi berbaring miring.
***
Matahari sudah agak condong ke arah barat ketika Lilis membuka kedua matanya. Perempuan itu langsung terperanjat ketika melihat Liam sudah tak ada di sampingnya. Tubuhnya yang tadi hanya berbalut handuk, kini sudah terbungkus selimut.
"Loh, si Ay Ay ke mana?" Lilis celingukan mencari keberadaan suaminya. Lantas ia memeriksa bagian tubuhnya, tetapi tak menemukan tanda apa-apa. "Udah polos gini, masih aja dicuekin. Jadi curiga, dia teh normal apa nggak, sih?" decak Lilis kecewa, tetapi ia tidak boleh berprasangka.
Dengan segera, Lilis memakai pakaian lalu ke luar dari kamar. Lilis mengendus bau makanan yang menguar dari arah dapur. Perempuan itu yakin jika suaminya berada di sana. Lilis pun langsung melangkah menuju dapurnya.
"Ay, bukannya tadi lagi sakit? Biar Lilis aja yang masak." Lilis hendak mengambil spatula yang Liam pegang, tetapi lelaki sontak menghindar. Sejenak, kedua matanya pun saling tatap dalam diam. Namun, ketika ingatan Liam menampilkan rekaman adegan pas dia bangun tadi, Liam langsung memalingkan wajahnya sendiri. Tak ayal rona merah pun terpancar di pipi.
"Tuh, kan, Lilis bilang juga apa. Badannya Ay masih panas. Wajahnya merah kitu," ucap Lilis hendak menyentuh wajah sang suami, tetapi urung karena Liam langsung menangkap tangan Lilis.
"Aku udah mendingan. Tadi sudah minum obat," kata Liam sambil melepaskan tangan Lilis pelan-pelan.
"Tapi, Ay ...."
"Duduk di sana! Aku mau lanjut masak," Lilis tak bisa melanjutkan kalimatnya mendengar titah Liam yang begitu memaksa. Namun, Lilis juga tidak tega jika membiarkan suaminya yang sakit harus mengambil alih pekerjaannya.
"Ah, te bisa kitu atuh, Ay. Kamu teh lagi sakit. Lilis izin mau ngebantah dulu biar nggak dosa, ya. Untuk kali ini, Lilis nggak mau nurut perintah Ay Ay. Jadi ...." Lilis merebut spatula di tangan Liam, ketika lelaki tengah lengah. Adegan itu berhasil membuat Liam merasa dejavu dengan adegannya bersama Lilis ketika berada di ranjang.
Ketika itu, kedua mata Liam membulat melihat wajah Lilis dari jarak begitu dekat. Apalagi ketika melihat bagian tubuh Lilis di balik handuknya yang tersingkap. Tubuhnya ingin segera beranjak, tetapi hassratnya menolak. Namun, Liam memilih pergi karena hatinya masih belum siap.
"Makan yang banyak, Ay. Biar sembuh sakitnya!" titah Lilis pada suaminya. Liam hanya menurut tanpa kata. Ekspresinya tetap datar seperti biasa.
"Kalau masih sakit, diperiksa sama dokter aja, ya. Biar Lilis yang antar," ujar Lilis lagi.
Liam menggeleng setelah menelan bubur yang baru masuk ke dalam mulutnya. "Nggak usah. Aku udah beli obat di apotek."
"Beneran?"
"Iya," ujar Liam sambil menatap istrinya sejenak lalu kembali berkata, "makasih, ya."
Lilis tertegun, kemudian tersenyum. Hatinya meleleh hanya karena mendengar ucapan terima kasih yang begitu tulus dari mulut suaminya itu. Padahal, sebelum suaminya pulang, tekadnya sudah bulat ingin mencecar Liam dengan banyak pertanyaan tentang Dania. Perempuan itu sudah lupa.
...----------------...
...To be continued...
Mampir thor 🙋
mimpi ternyata
pengen narik rara