NovelToon NovelToon
Mu Yao: Hidup Kembali Di Dunia Yang Berbeda

Mu Yao: Hidup Kembali Di Dunia Yang Berbeda

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi
Popularitas:7.8k
Nilai: 5
Nama Author: Seira A.S

Mu Yao, seorang prajurit pasukan khusus, mengalami kecelakaan pesawat saat menjalankan misi. Secara tak terduga, ia menjelajah ruang dan waktu. Dari seorang yatim piatu tanpa ayah dan ibu, ia berubah menjadi anak yang disayangi oleh kedua orang tuanya. Ia bahkan memiliki seorang adik laki-laki yang sangat menyayanginya dan selalu mengikutinya ke mana pun pergi.

Mu Yao kecil secara tidak sengaja menyelamatkan seorang anak laki-laki yang terluka parah selama perjalanan berburu. Sejak saat itu, kehidupan barunya yang mendebarkan dan penuh kebahagiaan pun dimulai!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seira A.S, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8 : Dapet Mutiara Secara Gak Sengaja

Siang itu, Liu membuat nasi putih dan menghangatkan sisa daging kelinci dari kemarin. Setelah setengah matang, dia tambahin kentang. Cuaca lagi cerah banget, jadi Muxiao keluar ke halaman main-main sambil pegang pisau kayu. Meski gerakannya belum keren, dia tetap asyik sendiri, namanya juga anak cowok, suka banget main pedang-pedangan.

Pas makan siang, Muyao nanya ke Liu:

“Bu, sekarang kita punya uang berapa sih?”

Liu kira anaknya mau beli sesuatu, jadi dia pikir sebentar lalu jawab,

“Kita punya sebelas liang uang kertas, sama uang receh kira-kira segitu juga. Kamu mau beli apa, Yaoyao?”

“Nggak kok, Bu. Aku cuma pengin tahu, kalau kita mau bangun rumah baru butuh berapa banyak uang? Kita kurangnya berapa?”

Ayah Mu sampai melotot, “Bangun rumah?”

Liu juga kaget, “Lho, kok tiba-tiba mau bangun rumah?”

Muxiao ikut nimbrung, “Kak, emang sekarang hidup kita kurang enak? Tiap hari makan kenyang, pakai baju hangat, bahkan sering makan daging. Ibu juga lagi jahitin baju musim dingin buat kita. Anak-anak di desa aja pada iri. Ngapain bangun rumah segala?”

Muyao senyum, elus kepala adiknya,

“Karena nanti kalau kamu udah gede, harus punya tempat buat istri kamu dong. Lagian nanti kalau kita makin kaya, pasti barang-barang makin banyak, rumah sekarang udah nggak cukup buat nyimpen semuanya. Makanya, kita bangun rumah yang gede.”

Muxiao sih gak ngerti maksud ‘barang bagus’ itu apa, apalagi soal rumah gede. Tapi dia percaya banget sama kakaknya. Pokoknya kakak bilang apa aja, pasti benar.

“Kalau gitu, Muxiao bantu Kakak bangun rumah gede,” jawabnya serius.

Ayah dan ibu mereka tahu rumah mereka memang sempit. Tapi masalahnya… bangun rumah itu butuh ratusan liang, dari mana duitnya?

Liu nanya, “Yaoyao, kamu pengin bangun rumah segede apa?”

“Aku pengin bangun empat kamar. Satu buat Ayah dan Ibu, satu buat aku, satu buat Muxiao, satu lagi dapur. Gudang kecil yang sekarang bisa dibikin lebih gede, biar nanti hasil buruan dan panenan dari gunung bisa disimpen di situ,” jawab Muyao tanpa ragu, udah direncanain dari lama.

Ayah Mu: "Kalau anak perempuan udah nikah, tetep harus bisa balik ke rumah orang tua. Jadi kamar itu nanti tetap disimpan buat dia."

Liu: “Nanti kalau Muxiao udah nikah, dia butuh rumah sendiri juga.”

Muxiao: “Aku pengin tidur deket kamar Kakak, biar bisa jagain Kakak!”

Muyao: “Harus beli bak kayu gede, biar bisa berendam sebelum tidur, enak banget kan!”

Nangong Ling (karakter lain): “Lah, kamarku mana?”

Semua: “Mau nyolong sawi, ya? Hush, pergi sana!”

Ayah Mu ngomong: “Kalau mau bangun lima kamar di halaman ini, kita harus bikin dua baris, depan-belakang. Itu udah kayak rumah dua halaman kecil. Kira-kira butuh tiga sampai empat ratus liang.”

Liu langsung semangat, “Tubuh Ibu sekarang udah lumayan kuat, tiap hari bisa cari jamur buat dijual.”

Ayah Mu ikut menyambung, “Awal tahun depan aku juga bisa naik gunung lagi, bantu anakku berburu!”

Muyao semangat, “Kita bareng-bareng cari duit, biar cepet bisa hidup makmur!”

Ayah-ibu nggak ngerti istilah ‘makmur’ ala Muyao, tapi mereka manggut-manggut aja.

Muxiao ngedip-ngedipin mata besarnya, “Kakak, Muxiao bakal cari banyak cacing buat Kakak, biar bisa dapet duit buat bangun rumah gede!”

Cacing yang dimaksud Muxiao itu cacing tanah. Soalnya belakangan makin banyak warga desa yang suka makan ikan gara-gara masakan ikan Muyao enak banget. Karena ikan di sungai makin sedikit, orang-orang mulai mancing. Jadilah cacing tanah laku keras!

Muyao denger soal cacing, langsung kepikiran ikan. Udah berapa hari ya nggak makan ikan?

“Muxiao, tolongin Kakak cari cacing, habis itu kita mancing, ya?”

“Okeee! Asik, nanti bisa makan ikan daging enak!” Muxiao langsung lari ke belakang rumah.

Halaman belakang keluarga Mu luas banget. Musim semi kemarin mereka nanam banyak sayur, cukup buat kebutuhan sendiri. Sekarang halaman penuh daun kering. Muxiao ambil pisau kecil yang biasa dipake buat gali tanaman liar, terus mulai ngubek-ngubek daun. Karena tanahnya lembek dan lembab, nggak lama dia udah dapet sebotol cacing.

Muyao bawa dua ember kayu hari ini. Dia pengin mancing ikan kecil buat digoreng dan dijemur jadi ikan asin. Minyak goreng mereka juga udah ada, jadi bisa masak macem-macem! Satu ember dikasih ke Muxiao buat dia bawa, sekalian latih kekuatan tangannya.

Sekarang Muxiao tiap pagi udah lari sambil bawa kantong pasir kecil di kakinya. Awalnya berat banget, tapi lama-lama terbiasa juga. Sekarang udah bisa bawa setengah kati pasir.

Waktu sampai di sungai, cuma ada dua orang yang lagi mancing. Muyao sapa mereka, terus cari tempat kosong buat naruh pancing. Karena makin banyak orang datang, tanah di tepi sungai jadi padat. Bahkan ada yang naruh batu-batu cantik buat dudukan.

Muyao kasih ember ke adiknya buat didudukin sambil ngawasin pancing. Di pinggir sungai ada banyak pasak kayu kecil yang dipasang buat ngunci pancing, biar kalau dapet ikan gede nggak kebawa arus. Itu semua ide Muyao juga, dan orang-orang desa jadi ikut-ikutan karena bermanfaat banget. Mereka bilang Muyao pintar dan rajin.

Muxiao nurut banget, duduk manis jaga pancing. Dia suka liatin gelembung di air, katanya itu tanda ikan mendekat. Kalau dapet, dia tinggal tarik pancingnya ke tepi terus ambil ikan dari kail. Kalau ikan kegedean, kakaknya bakal bantuin.

Pancing Muyao unik, satu tali punya tiga kail kecil yang arahnya beda-beda. Jadi kalau satu gagal, masih ada dua lagi. Kadang-kadang bisa dapet tiga ikan sekaligus!

Muyao sendiri lagi ngutak-atik jaring ikan gak jauh dari adiknya. Jaring buatannya udah dia modif. Satu sisi jaring bundar dibuat rata, sisi lain tetap melengkung. Bagian tengah sisi lengkung diikat ke batang bambu panjang yang udah dibikin lubang kecil di pangkalnya biar bisa lentur. Satu tangan pegang bambu, satu tangan pegang tali. Gerakannya mirip petugas kebersihan yang bawa pengki.

Tanah di tepi sungai ada yang landai, ada juga yang curam. Pancing nggak bisa nangkep ikan yang suka ngumpet di lumpur. Nah, jaring ini yang bisa ngangkut semua itu. Kadang di dasar sungai bisa nemu kejutan juga!

Setelah beberapa kali narik jaring, ember Muyao udah penuh. Muxiao juga udah dapet setengah ember ikan kecil. Dia lagi nutupin ember pake jaring kecil karena ikan-ikannya pada loncat-loncat, lucu banget!

Muyao bantuin nutup ember adiknya, terus beresin pancing. Dia bawa dua ember, Muxiao bawa jaring berisi kerang dan abalon. Mereka pulang sambil seret bambu panjang, puas banget karena hasilnya banyak.

Sampai rumah, Liu seneng banget liat anak-anaknya bawa banyak tangkapan. Dia langsung ambil baskom besar buat mindahin hasil pancing. Ada tiga ikan besar, masing-masing seberat dua kati. Malamnya bakal direbus, sisanya buat sarapan. Ikan yang ukurannya sedang sebagian buat digoreng, sebagian dijemur.

Liu juga tuang semua kerang dan hewan laut lainnya ke baskom. Muxiao milihin beberapa batu kecil warna-warni buat dikoleksi di kantong kainnya. Ada yang putih, hijau tua, merah-putih. Dia senang banget.

Malamnya mereka masak makanan favorit masing-masing. Muyao dan Muxiao suka abalon dan keong laut. Ayah mereka doyan tiram dan kerang kipas. Liu suka kerang hijau dan remis.

Sisanya Liu rencanain buat dimasak besok jadi satu panci seafood pedas.

Ada satu kerang kipas gede banget, bahkan lebih gede dari telapak tangan orang dewasa! Liu baru pertama kali liat yang segede itu. Muxiao bawa kerang itu ke dalam rumah, mainin di atas tempat tidur.

Ayah mereka juga heran, “Hah? Sungai segini kecil ada juga yang gede begini ya?”

Muxiao nanya kakaknya, “Kak, ini kulitnya gede banget. Isinya cuma daging ya? Nggak ada daging kecilnya?”

Yang dimaksud ‘daging kecil’ itu baby kerang.

Muyao ketawa, “Isinya cuma daging gede, nggak ada yang kecil.”

“Ooooh,” Muxiao kecewa, manyun. Tapi tetap penasaran dan pengin buka.

Ayah mereka kasihan liat anaknya cemberut, bilang ke Muyao,

“Yaoyao, buka aja kerangnya, biar adikmu lihat.”

Muyao pun ambil belatinya, pelan-pelan buka sisi cangkangnya. Pas kebuka, kerangnya ngelipet-lipet karena kaget.

Muxiao langsung colek, kerangnya kebuka, terus dia usil ngelitikin. Kerang itu gerak-gerak lucu, bikin Muxiao ketawa ngakak.

Muyao juga pengin ikut gangguin, tapi baru setengah nyodorin tangan, dia berhenti. Ada yang aneh. Di sisi kiri kerang, di deket akar cangkangnya, ada tonjolan besar. Muyao pegang, keras.

“Muxiao, jangan gerak dulu!” katanya.

Dia ambil pisau, sayat dikit bagian dagingnya, terus cungkil pakai jari.

Dan…

Blaaam!

Satu ruangan langsung bersinar!

Liu masuk dan berseru, “Itu… itu mutiara! Beneran mutiara!”

Meski nggak pernah liat langsung, tapi dia tahu dari cerita orang. Semua langsung heboh dan senang.

Muxiao liat kakaknya bisa nemu mutiara, dia juga ikut ngoprek kerang yang lain. Nggak disangka, dia nemu satu juga, meski lebih kecil. Mutiara yang Muyao temuin sebesar gundu mainan anak-anak. Yang Muxiao… yaa, ukuran permen karet.

Mu Xiao masih penasaran dan terus menggali ke sana ke mari, tapi hasilnya tetap nihil. Barangnya nggak ketemu juga. Dia mulai kesal sendiri.

Pak Mu menepuk bahu putranya sambil berkata, “Xiao’er, kamu kan udah nemu satu. Barang bagus itu nggak bisa dimiliki satu orang aja. Kita harus belajar puas, ya!”

“Iya, Xiaoxiao ngerti, aku salah,” jawab Mu Xiao cepat sambil mengangguk-angguk. Walaupun Pak dan Bu Mu bukan orang berpendidikan tinggi, mereka mendidik anak-anaknya dengan baik. Nilai-nilai yang diajarkan juga positif banget.

Dua mutiara putih yang mereka temukan bersinar terang! Sekarang kamar jadi terang benderang. Bu Liu terlihat agak khawatir. “Yaoyao, mutiara ini kelihatannya mahal. Aman nggak sih kalau ditaruh begitu aja? Ibu takut nanti malah ngundang maling.”

Mu Yao langsung menenangkan, “Nggak usah khawatir, Bu. Walau kelihatannya bagus, warnanya agak pucat dan ukurannya kecil. Nggak terlalu menarik buat dijual mahal. Tapi buat penerangan, ini lumayan banget. Kita bisa hemat minyak! Mulai sekarang, Ibu bisa jahit di malam hari, dan Kakak nggak perlu lagi maksa matanya buat baca dan nulis.”

“Wah, bagus juga ya,” kata Bu Liu sambil menghela napas lega.

Besok paginya, Mu Yao bikin dua dudukan dari tanah liat kuning, satu buat ditaruh di kamar dan satu lagi di dapur. Jadi nggak perlu lagi nyalain lampu minyak. Kalau lagi nggak dipakai, cukup ditutup pakai kain tebal. Mu Yao masih nyari bahan yang lebih pas buat penutupnya.

Eh, kabar soal keluarga Mu nemu dua mutiara langsung nyebar ke seantero desa! Semua warga jadi ikut-ikutan nyari. Tapi ya gitu, nggak ada yang nemu lagi. Akhirnya orang-orang bilang keluarga Mu memang lagi beruntung, dan topik itu pun pelan-pelan dilupakan.

1
Aisyah Suyuti
baguss
Seira A.S: makasih kak
total 1 replies
The first child
semangat terus nulisnya thor..
Seira A.S: makasih kak
total 1 replies
Andira Rahmawati
lanjut thorr...semangat....
Seira A.S: insyaallah kak
total 1 replies
Andira Rahmawati
coba punya ruang dimensi atai sistem..
Seira A.S: gak punya kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!