Zahira terpaksa menerima permintaan pernikahan yang diadakan oleh majikannya. Karena calon mempelai wanitanya kabur di saat pesta digelar, sehingga Zahira harus menggantikan posisinya.
Setelah resepsi, Neil menyerahkan surat perjanjian yang menyatakan bahwa mereka akan menjadi suami istri selama 100 hari.
Selama itu, Zahira harus berpikir bagaimana caranya agar Neil jatuh cinta padanya, karena dia mengetahui rencana jahat mantan kekasih Neil untuk mendekati Neil.
Zahira melakukan berbagai cara untuk membuat Neil jatuh cinta, tetapi tampaknya semua usahanya berakhir sia-sia.
Bagaimana kelanjutan kisahnya? Ikuti terus cerita "100 Hari Mengejar Cinta Suami" tentang Zahira dan Neil, putra kedua dari Melinda dan Axel Johnson.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nopani Dwi Ari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.4
Neil memutuskan untuk pulang pukul tujuh malam, tanpa mengetahui bahwa kedua orang tua, kakak, dan adiknya ada di apartemen.
Setelah tiga puluh menit perjalanan, Neil tiba di kawasan apartemennya dan melihat mobil orang tuanya dan Nathan terparkir di luar.
"Mereka ada di sini!" gumam Neil, mengerutkan keningnya.
Dengan langkah cepat, Neil menuju lift dan beruntung lift cepat turun. Setelah beberapa saat, lift sudah sampai di unit apartemennya. Neil membuka pintu dengan kasar setelah menekan password.
"Kak Neil!" pekik Belvana, yang pertama melihat sang kakak karena berada di dapur yang dekat dengan pintu keluar.
"Ana, kamu di sini?" tanya Neil, menghampiri sang adik yang sedang membuat minuman. Zahira hanya meliriknya sekilas.
"Iya, dari siang aku dan Mommy ada di sini. Dan berencana menginap juga," ujar Belvana dengan senyum manis.
"Apa? Menginap? Gak salah?" tanya Neil, terkejut.
"Iya," sahut Belvana dengan santai.
"Tidak! Tidak, kalian tidak boleh menginap di sini. Mengganggu pengantin baru aja!" omel Neil.
Namun, Belvana tidak menggubris ucapan Neil dan menjulurkan lidahnya sebelum berjalan cepat menuju ruang keluarga, meninggalkan Neil dan Zahira dalam suasana yang canggung.
"Kenapa kamu mengizinkan mereka kesini? Sengaja?" tanya Neil dengan nada kesal.
"Tidak, aku tidak tahu mereka akan datang ke sini," jawab Zahira dengan tenang.
Neil berdecak kesal dan mencoba menenangkan diri dengan menghembuskan napas pelan.
"Ingat lain kali, kamu harus izin dulu. Bagaimanapun ini apartemen milikku, bukan milikmu!" Setelah mengucapkan hal itu, Neil langsung pergi meninggalkan Zahira dan bergabung dengan keluarganya yang lain.
Zahira menghembuskan napas pelan, menyadari bahwa dia harus banyak bersabar menghadapi Neil. Saat tiba di ruang tamu, Zahira mendengar Melinda menasehati Neil.
"Mommy tidak mau tahu, minggu depan kalian harus pindah ke rumah," kata Melinda dengan tegas.
"Tapi, Mom, aku tidak bisa tinggal di rumah. Nanti kalian ganggu aku lagi," protes Neil dengan nada tinggi.
"Sayang, sudah biarkan Neil dan Zahira mandiri. Biarkan Neil belajar tanggung jawab atas rumah tangganya dan juga Zahira," sela Axel, yang sejak tadi diam.
"Tapi, Dad..." Sebelum Melinda bisa berbicara, Axel sudah memotong ucapan sang istri.
"Sudah sayang, jika terjadi sesuatu pada Zahira, kita bisa memintanya untuk cerai dari Neil dan... setengah harta yang dia miliki akan diberikan pada Zahira," putus Axel, membuat Neil menatap sang ayah dengan tajam.
"Dad... tidak bisa gitu dong," protes Neil.
"Lalu kamu maunya gimana, Neil? Mengusir dan mencampakkan Zahira begitu saja, begitu?" Axel menatap tajam Neil.
Zahira yang mendengar perdebatan ayah dan anak itu hanya diam, merasa tidak enak jika harus menerima itu semua.
Neil akhirnya setuju dengan permintaan ayahnya, memikirkan bahwa harta bisa dicari jika bersama Livia nanti. Malam itu, tidak ada yang menginap dan mereka semua pulang dengan terpaksa.
"Beruntung aku tidak tidur denganmu," gumam Neil, masih terdengar oleh Zahira yang tengah membereskan dapur.
"Ingat sampai kapan pun, kamu istri sementara. Zahira, jika Livia kembali, kamu harus bersiap aku ceraikan. Dan soal harta yang Daddy katakan, aku akan pikirkan," ucap Neil tanpa perasaan, lalu meninggalkan Zahira sendiri.
Zahira menghela napas, mencoba membangun dinding pembatas agar dia tidak jatuh cinta pada Neil.
"Huh! Ingat Zahira, kamu hanya istri sementara. Jangan gunakan perasaanmu pada Tuan Neil," kata Zahira pada dirinya sendiri.
Meskipun hatinya mulai meragu, Zahira mencoba menguatkan diri.
"Hati siapa yang tahu kan?" gumamnya, mencoba menerima keadaan yang ada. Walau hatinya tersiksa.
****
Keesokan harinya, Zahira bangun lebih dulu dibandingkan dengan Neil. Dia melakukan kewajiban sebagaimana seorang istri pada umumnya, menyiapkan sarapan untuk Neil dan juga memilihkan baju untuk lelaki tersebut bekerja.
"Harusnya kamu tidak perlu melakukan ini semua," kata Neil setelah keluar dari kamar dan duduk di meja makan, menatap masakan buatan Zahira dengan apresiasi. Neil tahu bahwa Zahira pandai memasak.
Zahira langsung menyiapkan sarapan untuk suaminya tersebut.
"Terima kasih," ucap Neil, menunjukkan sedikit rasa hormat pada Zahira atas masakannya.
Zahira tersenyum sebagai jawaban, karena dia memang tidak banyak bicara. Namun, dia senang melihat Neil menyukai masakannya dan memakai baju yang dipilihnya.
"Aku boleh bekerja?" tanya Zahira, memulai obrolan dengan Neil.
"Kenapa? Bukannya uang yang aku beri lebih dari cukup?" tanya Neil, sedikit bingung.
"Lebih dari cukup, Neil, tapi aku jenuh di apartemen terus," jawab Zahira dengan jujur.
Dulu sebelum menikah, dia bekerja di kediaman Melinda, melakukan banyak hal dan mengurus tanaman bunga milik sang nyonya. Sekarang, dia merasa pegal jika terus diam di rumah.
Zahira menatap Neil yang sedang berpikir, menunggu jawaban dari suaminya tersebut. Berharap Neil mengizinkan.
"Baiklah, kamu boleh kerja," ucap Neil, membuat Zahira tersenyum berbinar.
"Kerja di cafe ku," celetuk Neil.
"A-apa?" tanya Zahira memastikan.
"Kamu kerja di cafe ku, aku membutuhkan kasir," tegas Neil.
"Tidak! Tidak, aku akan kerja bersama Kak Nathan," kata Zahira, masih ingat tawaran pekerjaan di bagian personalia dari Nathan semalam.
"Tidak boleh, aku melarangmu bekerja bersama Nathan. Kamu istriku, Zahira," desis Neil.
"Tapi... dalam surat perjanjian, kita tidak perlu mengurusi urusan masing-masing apa pun itu," lirih Zahira, merasa bahwa Neil sudah ingin mengaturnya sebelum satu bulan pernikahan.
Neil memejamkan mata, membuang napas dengan kasar.
"Aku akan bicara dengan Nathan," putus Neil, melanjutkan sarapannya.
Zahira menggerutu dalam hati, merasa bahwa Neil tidak perlu berbicara dengan Nathan terlebih dahulu.
"Tinggal bilang ya atau tidak, apa susahnya?" pikir Zahira dengan kesal.
Setelah selesai membereskan piring bekas sarapan, Zahira menatap kepergian Neil. Sebelum ke cafe, Neil akan mengunjungi perusahaan ayahnya terlebih dulu.
*****
Sementara itu di tempat yang berbeda, Livia menatap hamparan laut di depannya, setiap hari dia selalu seperti ini. Namun, besok dia akan meminta Miller mengajaknya ke kota.
"Asal patuh, dia pasti akan menuruti kemauanmu," gumam Livia, yang merindukan Neil dan ibunya yang kini tinggal bersama kakak lelakinya.
Saat Livia memejamkan mata, dia merasakan pelukan dari belakang. Kecupan ringan mendarat di tengkuknya membuat Livia meremang.
"Shit! Sialan kau Miller, selalu saja bisa mempermainkan gairahku," batin Livia.
"Menikmati, heh!" ejek Miller, saat melihat Livia mendesah.
"Ck... aku tidak akan menikmati jika kau tak melakukannya dengan pelan," kilah Livia, yang telah berubah menjadi sosok yang berbeda dari yang dikenal Neil.
Livia merasa risih dengan kedekatan Miller dan mendorongnya menjauh.
"Dasar munafik!" cibir Miller.
"Jangan menjadi wanita yang sok suci Livia, aku tahu kamu sangat menikmati malam itu, kan?" ujar Miller, melipat tangan di dada.
Livia menatap Miller dengan tajam dan memalingkan wajahnya.
"Aku menyesal malam itu, Tuan Miller, jadi jangan kepedean. Cukup satu kali aku melakukan kesalahan," cetus Livia.
Miller tersenyum miring dengan ucapan Livia dan meninggalkan ruangan, mengunci kamar dari luar.
"Akhhhh... kurang ajar, awas kau Miller," teriak Livia, merasa frustasi dengan situasi yang dia alami.
“Lepaskan aku, Miller.” Teriak Livia.
bersambung...
Maaf typo
Jangan lupa like, komen n share ya guys
emang enak