Mata kecil itu berpendar melawan rasa bosan di tengah hiruk pikuk orang dewasa, hingga matanya berbinar melihat seorang gadis cantik, terlihat anggun dengan raut keibuan. Ini dia yang di carinya.
Kaki kecilnya melangkah dengan tatapan tak lepas dari gadis bergaun bercorak bunga dengan bagian atas di balut jas berwarna senada dengan warna bunga di gaunnya.
Menarik rok gadis tersebut dan memiringkan wajah dengan mata mengerjap imut.
"Mom.. Kau.. Aku ingin kau menjadi Mommyku.."
"Anak kecil kau bicara apa.. Ayo aku bantu mencari Ibumu.."
"Tidak, Ibuku sudah tiada, dan aku ingin kau yang menjadi Mommy ku."
"Baiklah siapa namamu?."
"Namaku Daren, Daren Mikhael Wilson aku anak dari orang terkenal dan kaya di kota ini, jadi jika kau menikah dengan Daddyku kau tidak akan miskin dan akan hidup senang."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TW 14: Semua Ada Di Tangan Willy
Selesai sekolah, Isa mempersiapkan Daren untuk les, les matematika yang di jalani Daren dilakukan di rumah, jadi Isa bisa tenang dan mengawasi dengan santai sambil bekerja di laptopnya yang dia bawa ke ruang dimana ada Daren dan guru lesnya disana.
Guru les Daren seorang pria tampan dengan kaca mata bertengger di hidungnya, isa perkirakan usianya mungkin sekitar 25 tahun, saat tadi memperkenalkan diri pria itu bernama Albert.
Terlihat dari raut wajahnya dia terlihat ramah, sesekali dia juga tersenyum pada Daren, sepertinya dia memang penyuka anak kecil.
Kening Isa mengeryit saat melihat Daren terlihat malas saat gurunya memberi tugas.
Isa menghampiri lalu duduk di sebelah Daren "Ada apa..?" Albert tersenyum mengangguk.
"Tuan muda, tidak mau mengerjakan tugasnya, nyonya." Albert segera menjawab, setelah tahu jika nyonya Isa adalah calon ibu tuan muda Daren, Albert memutuskan memanggilnya nyonya, Isa sendiri tidak masalah karena mau bagaimana pun dan panggilan apapun, dia tetap hanya sementara berada di sama.
"Ada apa denganmu?, bukankah kita sudah berjanji untuk ke taman bermain." bujuk Isa, dan akhirnya meski malas- malasan bocah itu pun menuruti Isa.
Sepanjang Daren mengerjakan tugasnya, Isa tak melihat Daren menggunakan jarinya untuk berhitung, malah bocah itu mengerjakan tugasnya tanpa berpikir dahulu dan langsung menulisnya.
Saat Daren selesai dengan tugasnya, Isa segera meneliti semua jawaban Daren, Isa mengedipkan matanya saat melihat semua jawaban Daren benar, Isa melihat ke arah Daren yang bahkan tak terlihat berpikir saat mengerjakan tugasnya.
"Tuan Albert, bisakah kau berikan tugas kelas tiga.." Albert mengerutkan keningnya lalu mengangguk.
Daren menatap kertas tugasnya dengan kening berkerut, lalu sedikit berpikir dan mengerjakan tugasnya, kali ini Daren tidak nampak malas dia malah tersenyum saat mengisi semua jawaban.
Melihat semua jawaban Daren benar, Isa meminta Albert kembali memberikan tugas yang lebih sulit lagi, dan ternyata Daren juga berhasil mengerjakannya dengan benar.
"Aku kira tuan muda tak mau mengerjakannya karena dia kesulitan dan tak tahu jawabannya, tapi ternyata tuan muda bosan dengan soalnya.. Yang menurutnya sangat mudah." Albert menaikan kaca matanya.
Isa mengangguk lalu menghela nafasnya.
....
Makan malam sudah siap, segala jamuan pelayan sediakan untuk menyambut tamu Willy yang sudah repot dia undang demi Daren.
Isa baru saja selesai merias wajahnya, sedangkan Willy sendiri sudah siap dengan stelannya yang tentu saja selalu rapi dan formal.
Saat Willy keluar dari kamarnya Isa muncul di ujung koridor, gadis itu berjalan anggun ke arahnya dengan senyum manis yang membuat Willy tertegun, untuk sesaat Willy merasakan sekitarnya terhenti dan hanya sosok Isa yang terus bergerak mendekat ke arahnya.
Willy memejamkan matanya sesaat, lalu berkata "Kau nampak cantik, Nona."
Isa masih tersenyum manis "Kau juga tampan, Tuan."
Willy mendengus "Aku tersanjung jika aku boleh menggandeng tanganmu." Willy memiringkan tubuhnya dengan tangan tertekuk siap untuk menggandeng Isa.
"Aku sangat tersanjung, tuan." Isa menyelipkan tangannya di sela lipatan tangan Willy yang tertekuk.
"Dengar, jangan hanya karena ini kau merasa di atas angin.." Isa mengangkat alisnya mendengar ucapan Willy.
"Aku memang menerima syaratmu untuk tidak menyentuhmu tanpa izin, tapi di sini aku lah yang berkuasa." kali ini Isa sedikit mengalah, Willy boleh menyentuhnya di beberapa bagian jika dalam keadaan terdesak, dalam artian sentuhan itu juga tidak boleh terlalu intim, dan juga harus atas izin Isa.
"Terserah anda, tuan." Isa masih tersenyum tak menunjukan jika dia kesal luar biasa, jika bukan karena dua pasang mata yang menatap mereka saat ini mungkin Isa akan mendorong tangan Willy sekarang juga. Namun mereka sudah sepakat untuk berperan di depan tamu mereka, dan menunjukan jika mereka pasangan yang romantis dan saling mencintai.
Dari jauh Isa melihat wanita paruh baya yang masih cantik dan elegan menatapnya sinis. Meski tak kentara, Isa tahu wanita itu membencinya dan ingin memakinya kembali, namun tentu saja dia pasti tidak berani untuk memaki Isa lagi kali ini, karena dia berada di kandang singa, lihatlah para penjaga yang siaga di setiap sudut rumah besar ini.
Masih Isa ingat, bagaimana wanita itu mengatainya tidak becus mengurus Daren dan lalai menjaga Daren hingga menyakiti putranya.
Ya, wanita itu adalah Ibu dari teman Daren. Ah.. Tidak, bukan teman, lebih tepatnya anak yang sering mengejek dan merundung Daren, Lucas.
"Maaf membuat anda menunggu tuan dan nyonya Simon.." kata maaf Willy sepertinya tak berarti karena wajah pria itu sama sekali tak menampakan rasa bersalah sama sekali, malah nampak datar tanpa ekspresi.
Ingin rasanya Isa mencibir pria angkuh di sebelahnya ini, namun saat ini yang bisa Isa lakukan hanya tersenyum, dan menunjukkan bahwa dia sedang bahagia.
"Tidak masalah tuan Willy, justru aku merasa terhormat bisa memenuhi undangan anda." Willy mengangguk.
"Mari tuan Simon," Willy mengisyaratkan kepada pelayan untuk mempersiapkan jamuan makan malam mereka. "Silahkan nikmati jamuan nya tuan Simon, aku harap kau menyukai yang kami sediakan."
Willy menarik kursi dan mendorong bahu Isa dengan lembut agar segera duduk di kursi makan "Duduklah sayang." Isa sampai tercengang mendengar suara Willy yang lembut, dan apa katanya..? Sayang?, pria itu juga mengatakannya dengan senyuman, apa- apaan itu.
"Terimakasih.." Isa menghiraukan detak jantungnya yang meningkat dan memilih duduk di kursi yang sudah Willy tarik untuknya, senyuman pria itu terlihat tampan dan membuat Isa terpana.
"Selalu sayang." Tanpa Isa duga Willy mengecup bahunya yang terbuka, dan membuatnya menegang, gaun Isa memang bermodel sabrina hingga menunjukan kedua bahu mulusnya.
Isa menoleh menatap Willy yang masih tersenyum lembut padanya, kenapa rasanya wajahnya terasa panas sekarang.
Tuan Willy sialan, dia selalu memanfaatkan situasi, dasar tuan mesum kurang ajar. Isa hanya mampu mengumpat dalam hati.
Isa melihat Tuan Simon tersenyum padanya entah itu tulus atau tidak "Kalian terlihat romantis." Isa beralih melihat wanita paruh baya di sebelah tuan Simon yang terlihat menggertakkan giginya dengan tatapan yang semakin tajam, dia terlihat seperti seorang kekasih yang cemburu pada kekasihnya. Hey apa wanita itu sedang cemburu..?
Isa mengerjapkan matanya, apa wanita paruh baya itu sebenarnya menyukai tuan Willy..?
"Anda berlebihan tuan Simon, hal seperti ini sudah biasa kami lakukan, benar bukan Sayang..?" Willy meraih tangan Isa lalu mengecupnya lembut.
Lagi- lagi Isa di buat tak berdaya, Willy benar- benar memanfaatkan situasi dengan baik, dan membuat Isa tak bisa berkutik dengan segala yang di lakukannya.
Willy tahu, jika Isa tak bisa protes sekarang, karena ada orang lain di depan mereka.
Jadi sebenarnya percuma saja perjanjian mereka tentang tidak ada sentuhan fisik yang terlalu intim, karena tetap saja permainan ada di tangan Willy.
kau dtg kerana urusan bisnes bukan utk urusan hati.. teguh pendirian.. ingat perjanjian