Ayahnya Arumi terlilit hutang. Hal itu membuat sang ayah kena serangan jantung. Arumi tidak punya uang untuk membawa sang ayah berobat. Bahkan, rumah sebagai jaminan sudah ditarik rentenir. Dalam keadaan sulit itu, seorang dokter wanita menawarkan bantuan kepada Arumi. Akan membiayai pengobatan sang ayah, asal Arumi mau menikah dengan ayahnya yang sedang sakit.
Tidak ada pilihan lain, dalam keadaan terpaksa Arumi menerima tawaran itu, walau sebenarnya ia masih ingin melanjutkan studynya.
Pernikahan Itu pun terlaksana, dan ia dikejutkan dengan kenyataan bahwa, pria yang ia sukai di pandangan pertama adalah anak dari pria tua yang menikahinya, tepatnya. Arumi menyukai anak tirinya.
Bagaimana kah kelanjutan kisah cinta terlarang itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Febriliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dicegat
Braakkk..
Huufftt...
Hukks..
Arum ngos-ngosan sudah. Ia kini bersandar di daun pintu kelasnya dengan dada yang naik turun. Ia yang belum fokus, perlahan membuka matanya lebar, menatap ke dalam kelasnya
Deg
Arum sangat terkejut melihat penampakan orang-orang di ruang kelasnya. Ia jadi salah tingkah, bingung mau melangkah ke salam kelas itu. Apalagi ia seperti mengenal sosok pria yang kini membelakanginya.
Semua mata kini tertuju kepada Arum, karena ia masuk kelas dengan membuat keributan. Ia yang berlari kencang mencari ruangan nya di gedung A lantai dua, tidak sengaja memegang kuat pintu dan memasrahkan tubuhnya yang lelah karena berlari di daun pintu. Hentakan pintu kayu terdengar kuat membentur dinding. Menciptakan suara gaduh
"Aauuwwhh... Ma, maaf. Aku telat!" ujar Arum dengan muka berlipat nya. Ia tidak berani menatap ke arah dosennya, yang ternyata sedang memperkenalkan diri. Ia didera ketakutan yang hebat. Di hari pertama kuliah, ia malah telat. Ia yang ketakutan hanya melirik lirik pria tampan di hadapannya.
Sama sekali tidak cocok sebagai dosen.
Sempat-sempat nya Arum bermonolog, menilik lamat-lamat dosen yang membelakanginya.
Arum yang merasa bersalah, memilih tetap berdiri di ambang puntu. Ia takut duduk, Karena tidak dipersilahkan untuk duduk.
Melihat sang Dosen Dosen melirik ke arahnya, ia kembali menunduk. Karena keduanya sempat bersitatap. Ia semakin ketakutan sat ini.
Tap
Tap
Tap
Arum hanya bisa melihat sepasang kaki dibalut sepatu pentofel hitam bergerak ke arahnya.
"Hari pertama masuk sudah telat. Kamu mau bercanda di kampus ini?" tanya sang dosen tegas dan serius.
"Ti, tidak Pak. Saya serius untuk belajar!' sahut Arum masih menundukkan pandangannya.
"Kalau serius belajar kenapa telat?"
"Maaf pak, tadi ada insiden saat di perjalanan. makanya saya telat." Ujar Arum, ia pun mendongak, ingin menatap jelas pria di hadapannya sekarang. Karena, tadi saat menatap sekilas, ia belum yakin dengan apa yang ia lihat..
Dimas...
Ya, Arum masih tidak percaya jika dosennya adalah Dimas. Anak tirinya. Anak tiri yang benci padanya. Dan sekarang anak tirinya, harus ia panggil dengan sebutan pak dosen. Sedangkan di rumah, Pak Subroto mewajibkan Dimas, memanggilnya Ibu.
"Oouuww... Begitu, baiklah silahkan duduk." Ujar Dimas lembut. Sontak sikapnya Dimas membuat Arum kaget. Dengan cengir kuda, ia mencari kursi kosong. Dan kini ia duduk di kursi paling belakang dan sudut, di sebelahnya duduk seorang wanita dan di hadapannya duduk Seorang pria tampan, berkulit putih bersih.
"Hai, namaku Arum!" ucap Arum sopan, ia julurkan tangannya ke wanita yang duduk di sebelah kirinya.
"Mischa!" wanita itu menyambut hangat uluran tangannya Arum. Arum senang, ternyata mahasiswi yang duduk di sebelahnya anaknya baik. Cantik dan manis juga.
"Eehhmmm. Fokus!" ujar Dimas di depan kelas. Menegur Arum dan Mischa yang berbicara.
Sshhhtt..
Wanita bernama Mischa menempelkan jemarinya di bibirnya, memberi kode agar Arum diam
Arum tersenyum tipis. Ia silent mulutnya sambil menatap ke arah Dimas, yang kini mulai memberikan materi di depan layar monitor.
Arum dibuat takjub dengan caranya Dimas mengajar. Cara menjelaskan materinya sangat mudah di mengerti. Apalagi di slide disajikan data dan gambar.
"Ya ampun, dosen kita ganteng banget gak sih?" ujar Mischa dengan takjubnya menatap Dimas yang kini duduk di kursinya, di sela-sela waktu Dimas memberi kesempatan kepada anak didiknya untuk bertanya.
"Banget...!" sahut mahasiswa cowok yang duduk di depan mereka dengan jemari ikut bergerak gemulai.
Sontak Arum dan Mischa saling pandang dan kemudian membuang pandangan ke arah pria di hadapan mereka. Dan kembali mereka bersitatapan dengan terheran-heran
"Terong VS terong kah?" ujar mischa pelan kepada Arum.
"Ho o oh...!" sahut Arum pelan, sambil mengangguk dan tersenyum geli.
"Iihh..!" Mischa juga ikut kegelian. Baru bertemu keduanya sudah kompak.
"Apa kalian ingin bertanya?"
"Haahh..!"
Mischa dan Arum sama-sama terlonjak kaget, saat Dimas sudah berdiri di sebelahnya.
Keduanya menatap takut Dimas yang kini menampilkan muka masam pada mereka.
"Ga, gak pak Dos!" sahut Mischa sopan.
"Lalu kenapa kalian ribut."
Mischa terdiam, begitu juga dengan Arum yang kini membuang pandangan dari Dimas. Karena Dimas menatapnya tajam.
"Ka, kamu?"
Arum memutar lehernya ke arah Dimas. "Saya pak?" ia tunjuk dirinya.
"Iya!"
"Bapak pulang jam berapa?"
"Hahahaha...!" semuanya tertawa karena pertanyaan Arum yang random. Berani sekali seorang mahasiswi menanyakan kapan dosennya pulang.
Huufftt..
Dimas menarik napas panjang. Ia endarkan pandangan nya ke seluruh mahasiswa dengan tatapan tajamnya. Dan seketika semuanya terdiam.
"Kamu sudah dua kali buat kesalahan!" ujar Dimas tegas. Ia seret kakinya kembali menuju mejanya. Waktu perkuliahan sudah habis.
"Rum, kamu ngomong apa sih? kamu itu sudah dianggap tidak hadir, karena telat dan sekarang kamu buat lelucon!" ujar Mischa dengan penuh perhatian menatap Arum yang terlihat santai.
"Masak sih,?" tanya Arum dengan bingungnya. Ia tidak sadar akan kesalahan nya. Lagi pula, berani Dimas memarahinya. Ia akan mengadu ke Suaminya Pak Subroto.
"Iya, cepat sana kamu maju ke depan. Sebelum Pak Dosen keluar. Kamu absen dulu, dan minta maaf!" saran Mischa.
Dimas terlihat sedang memberesi mejanya, mengemasi barang-barangnya
"Sana!" desak Mischa.
Arum bangkit dari duduknya. Setelah menyambar tas ranselnya. Berjalan cepat ke arah Dimas. Sesampainya di depan Dimas. Ternyata Dimas menatap nya tajam.
"Pak, aku belum diabsen!" ujar Arum sopan. Ia tunjuk map hijau di atas meja. Kalau ditatap tajam, ia akan ciut.
"Ooww.. Mau dianggap hadir?" tanya Dimas dengan muka seriusnya
"Iya pak!" Sahut Arum tersenyum tipis.
"Bawa ini semua!" Dimas tunjuk tas laptop nya, tas kerjanya serta cok sambung yang besar di atas meja.
Arum secara bergantian menatap Dimas dan barang-barangnya Dimas, yang diminta untuk ia bawa di atas meja itu.
"Bawak!" " titah Dimas, menatap tajam Arum. Kemudian matanya melirik barang-barangnya di atas meja.
"Iihh.. iya pak!" jawab Arum tergagap.
Awas kamu, lihat saja. Nanti di rumah, aku yang akan memerintah kamu. Tapi, kalau dia gak pulang gimana? dia kan sudah tiga hari gak pulang.
Arum bermonolog, sambil mengemasi barang nya Dimas.
Sedangkan Dimas melenggang dengan memasukkan tangan ke kedua saku celananya. Dan Arum dibuat kerepotan membawa barang barangnya Dimas. Ada tas laptop, cok sambung dan tas kerjanya Dimas. Mana ia juga menyandang ranselnya. Sungguh, Arum dibuat kerepotan.
Para mahasiswa yang ada di lorong kampus, dibuat heran dengan Arum yang barang bawaan nya sangat banyak. Dan sebagian mahasiswi terpesona dengan ketampanan Dimas yang berjalan bak foto model di lorong itu. Kini jaraknya Dimas dan Arum ada tiga meter. Dimas ada di depan.
Dengan tertatih-tatih Arum kerepotan membawa barang-barangnya Dimas. Ingin minta tolong pada Mischa teman barunya. Ehhh.. Temannya itu tadi ke toilet. Tak terasa kini Arum melewati lorong ruang dosen. Yang kebetulan ruangan Dimas ada di lantai dua. Arum yang dari kejauhan sudah diintai Rosa, berlari mencengat wanita itu di hadapannya.
"Apa.. Mau ke mana kamu?" kini ada tiga wanita menghadang Arum di anak tangga. Sedangkan Dimas yang sudah melangkah cepat sudah sampai di lantai dua. Rosa dan kawan-kawannya tidak tahu, jika Arum membawa barang barang miliknya Dimas. Mereka mengira, Arum mau naik ke lantai dua, ke ruang kerjanya Dimas. Di pikiran mereka, Arum mau menggoda Dimas. Karena ceritanya Cindy, Arum ini wanita penggoda. Dan incarannya Dimas.
"Hei.. Kalian siapa?" mischa yang juga mengekori Arum setelah keluar daro toilet menantang komplotan Rosa.
"Apa...? mau ikut campur? kamu mau diberhentikan dari kampus ini?" tantang Rosa kepada Mischa.
Arum dibuat panik atas kekacauan ini lagi. Di hari masuk kuliah, koq tidak ada amannya.
Nyali Mischa menciut. Apalagi penampilan Rosa dan kawan-kawannya memang nampak seperti orang kaya. Berurusan dengan orang kaya, bisa sial.
"Bukan, tapi kenapa kalian mencegat temanku?" ujar mischa lemah.
"Hahhahha... Hore.. kita ada mainan baru juga. Ayo sikat!" titah Rosa pada anak buahnya. Karena melihat Mischa kini menciut nyalinya.
"Hiyaakkk...!" terlihat anak buahnya Rosa yang badannya atletis, menjulurkan kakinya. Kakinya akan menerjang Arum. Tapi, Arum mengelak. Sehingga kaki itu menendang udara.
"Oouuww... Mau main-main denganku!"
.
Arum memindahkan semua barang-barangnya ke tangan kanannya dengan cepat. Kemudian tangan kirinya, menarik tangannya Rosa dengan kuat. Sehingga Rosa yang ada di hadapannya terjatuh menuruni anak tangga. Dan kesempatan itu, Arum gunakan untuk naik ke atas
"Aauyww....!" teriak Rosa histeris. Ketika pantatnya membentur anak tangga