NovelToon NovelToon
Rainy Couple SEASON TWO

Rainy Couple SEASON TWO

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Selingkuh / Cinta pada Pandangan Pertama / Enemy to Lovers
Popularitas:998
Nilai: 5
Nama Author: IG @nuellubis

"Ivy nggak sengaja ketemu sama kamu dan Nabilah. Kamu--sabtu kemarin itu--ketemuan kan sama Nabilah di Rainbow Caffee?!"

Sempet ada jeda sebentar, yang akhirnya Matias berbicara juga. "I-iya, t-tapi a-aku ng-nggak ka-kayak yang kamu pikirin. Aku sama Nabilah pun nggak ada hubungan apa-apa. Murni ketemuan sebagai temen. Aku cuman cinta sama kamu, Ke."

Ternyata Kezia masih mau memaafkan Matias. Berlanjutlah kisah cinta mereka. Hanya saja, jalan di hadapan mereka berdua semakin terjal.

Berikutnya, tidak hanya tentang Matias dan Kezia. Ada juga kisah Martin Winter dan Vanessa Rondonuwu. Pun, kisah-kisah lainnya. Kisah yang sama manisnya.

Terima kasih banyak yang sudah menyimak season one RAINY COUPLE di tahun 2020 silam. Kali pertama aku menulis novel di platform.

NOVEL INI PERNAH MELEDAK DI NOVELTOON DI TAHUN 2020 SILAM!

Season 1 Rainy Couple
(https://noveltoon.mobi/id/share/102447)

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IG @nuellubis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Keseriusan Matias

Restoran itu berada tak jauh dari Pan Lova, hanya sekitar lima belas menit berkendara. Tapi suasananya terasa seperti dunia yang berbeda. Jika Pan Lova penuh riuh komunitas dan tawa-tawa lepas dari anak muda yang berdiskusi sambil menyeruput kopi, maka restoran ini lebih tenang. Musik jazz lembut mengalun pelan, lampu-lampunya temaram dengan nuansa kuning keemasan, dan para pelayan bergerak nyaris tanpa suara.

Matias memesan meja di pojok ruangan, menghadap jendela besar yang memperlihatkan panorama malam Gading Serpong dari ketinggian. Di luar, lampu-lampu kota berpendar samar, seperti bintang-bintang yang terlalu letih untuk bersinar terang. Kezia duduk di hadapannya, mengenakan blouse putih bersih yang dipadukan dengan celana hitam. Sederhana, tapi elegan. Rambutnya diikat setengah ke belakang, memperlihatkan garis wajahnya yang tenang.

“Aku sengaja ajak kamu ke sini,” kata Matias, setelah mereka duduk dan disuguhkan air putih.

Kezia mengangguk, mengamati suasana restoran. “Tempatnya tenang. Cocok untuk ngobrol yang agak-agak private. Mau ngomongin apa, Yas?"

Matias menatap Kezia dalam-dalam. “Aku mau bicara soal kita, Keke. Tapi sebelumnya… makasih sudah mau datang. Aku tahu kamu lagi sibuk-sibuknya di Pan Lova.”

Matias biasa memanggil Kezia Celine Kaunang dengan panggilan Keke.

Kezia tersenyum tipis. “Aku juga tahu kamu bukan tipe yang suka ajak ke tempat seperti ini kalau gak penting.”

Matias tertawa pelan, lalu menghela napas. “Iya. Gini… aku serius sama kamu, Ke. Kita sudah bareng hampir sepuluh tahun. Aku enggak mau terus-terusan cuma jadi pacar kamu. Aku mau lebih.”

Kezia terdiam. Ia tahu ke arah mana pembicaraan ini akan berjalan. Dan hatinya berdebar tak karuan, meski ia sudah mempersiapkan diri. Mungkin karena ia tahu, topik ini bukan cuma soal mereka berdua.

“Aku gak keberatan,” jawab Kezia akhirnya. “Maksudku… aku juga udah mikirin soal itu. Tapi kamu tahu sendiri, kita gak cuma berdua dalam hubungan ini.”

Matias mengangguk. “Kak Thalia, kan?!”

Kezia mengangguk pelan. “Dia gak pernah bilang langsung sih, tapi dari sikapnya, kamu pasti ngerasa. Setiap kamu ke rumah, dia selalu jadi lebih… dingin.”

“Dingin? Dia kayak freezer aja,” Matias mencoba bercanda. Kezia tertawa kecil, meski matanya tetap menyimpan kekhawatiran.

Matias menyandarkan punggungnya ke kursi. “Aku nggak tahu kenapa dia nggak bisa terima aku. Aku kerja, aku tanggung jawab. Aku gak punya catatan aneh-aneh. Bahkan Mama dan Papa aku udah sayang banget sama kamu.”

“Itu dia,” Kezia menatap meja. “Kak Thalia itu… keras. Apalagi setelah Papa sama Mama meninggal. Dia ngerasa harus jadi pelindung keluarga. Kadang terlalu protektif. Tapi dia juga gak percaya kamu bisa bahagiain aku.”

Matias menggeleng. “Dia bahkan belum kasih aku kesempatan buktiin. Aku bukannya mau bawa kamu kawin lari. Tapi… aku minta kamu mau nunggu. Mungkin gak sekarang, tapi aku janji aku akan datang ke rumah, dan minta restu secara langsung.”

Kezia menatap Matias dalam-dalam. Ada kejujuran di matanya, dan ketulusan yang selama ini ia tahu, tapi baru sekarang terasa begitu mendalam.

“Aku akan nunggu, Yas,” bisiknya.

Matias tersenyum lega. “Terima kasih, Ke. Aku tahu ini gak akan mudah. Tapi kita udah lewati banyak hal. Kita pasti bisa lewati ini juga.”

Pelayan datang membawa makanan: salmon panggang untuk Kezia dan iga bakar madu untuk Matias. Aroma rempah langsung memenuhi meja mereka, menambah kehangatan dalam percakapan malam itu. Di luar, lampu kota terus berpendar.

Selama makan, mereka tak banyak bicara. Tapi tak perlu. Ada pengertian diam-diam di antara mereka. Kadang, cinta tak butuh banyak kata, hanya kehadiran yang tulus dan tekad untuk bertahan.

Setelah selesai makan dan menandatangani nota, Matias berdiri dan mengulurkan tangan.

“Kita jalan-jalan sebentar?”

Kezia mengangguk dan menggenggam tangannya. Mereka berjalan keluar restoran, menyusuri trotoar di depan bangunan itu. Udara malam sejuk. Matias lalu berhenti, membuka jaket jinsnya dan menyampirkan ke bahu Kezia.

“Masih inget waktu pertama kali kita jadian?” tanyanya.

Kezia terkekeh. “Yang aku inget, aku kaget, tiba-tiba kamu nyamperin aku di SMS. Kebetulan gitu, yang waktu aku lagi butuh seseorang.”

“Yang kita diliatin pengunjung SMS?”

“Terus,” Kezia menepuk lengannya. “kamu ngajakin nonton."

Matias tertawa kecil. “Sampai sekarang aku masih nyimpen sobekan tiket nontonnya.”

Kezia menatapnya, dan untuk sesaat, ia membayangkan bagaimana hidup bersamanya kelak. Matias bukan lelaki sempurna, tapi ia selalu membuat Kezia merasa dilihat dan dimengerti. Dan itu cukup. Bahkan lebih dari cukup.

Malam itu, sebelum kembali ke Pan Lova, mereka berdiri sejenak di pelataran restoran.

“Makasih udah ngajakin aku ke sini,” kata Kezia. “Bukan karena mewahnya, tapi karena kamu serius soal niat kamu itu.”

Matias mengangguk. “Aku cinta kamu, Ke. Selalu.”

Kezia menunduk, tersenyum, lalu menjawab pelan.

“Aku juga, Yas.”

Malam itu, di tengah kerlap-kerlip lampu kota dan janji yang belum sepenuhnya pasti, dua hati saling menguatkan. Sebab cinta sejati bukan tentang kepastian instan, tapi keberanian untuk berjuang bersama.

*****

Saat kembali ke Pan Lova, suasananya sudah lebih tenang. Sebagian besar tamu sudah pulang, hanya tersisa beberapa orang dari komunitas lokal yang masih ngobrol santai di ruang baru lantai dua. Dari kejauhan, aroma seduhan terakhir kopi malam itu masih menyisakan hangatnya.

Beby sedang merapikan meja sambil mendengarkan Mega yang bercerita soal acara komunitas minggu depan. Begitu melihat Kezia dan Matias masuk, ia langsung menghampiri.

“Lo nggak papa diajak pergi sejauh itu?” tanya Beby setengah bercanda, meski matanya menunjukkan rasa ingin tahu yang tulus.

Kezia tersenyum. “Cuma ke restoran dekat sini, Beb. Tapi suasananya beda. Matias… dia ngajak ngobrol serius tadi."

Beby melirik Matias, yang hanya membalas dengan senyuman kalem. Lalu ia menarik Kezia sedikit menjauh dan berbisik, “Serius kayak… nikah gitu?”

Kezia hanya mengangguk pelan, matanya berbinar. “Dia minta aku nunggu. Dia janji bakal datang ke rumah dan minta restu langsung ke Kak Thalia.”

Beby menatap Kezia lama. “Gue tahu lo cinta sama dia, Zia. Tapi lo juga tahu, Kak Thalia…”

“Gue tahu,” potong Kezia cepat. “Itu yang bikin semua ini nggak akan mudah. Tapi gue juga tahu gue nggak bisa terus-terusan hidup dalam ketakutan sama penolakan Kakak. Gue udah dewasa, Beb.”

Beby menarik napas panjang, lalu memeluk Kezia. “Kalau lo yakin, gue sama Ivy akan dukung.”

Sementara itu, Matias berdiri di dekat pintu, menatap rak buku kecil yang dipenuhi karya lokal dan majalah komunitas. Ia mendengar tawa kecil Kezia dari balik pelukan Beby. Dalam hatinya, ia tahu ini bukan jalan mudah. Tapi ia juga tahu, Kezia layak diperjuangkan.

Malam itu, sebelum pulang, mereka duduk sebentar di bangku depan Pan Lova. Tak banyak kata yang diucapkan. Hanya tangan yang saling menggenggam erat. Dalam diam, keduanya tahu. Badai mungkin akan datang, tapi selama mereka saling percaya, tak ada yang perlu ditakutkan.

Di balik jendela, dari lantai dua yang kini hangat oleh semangat komunitas, Pan Lova berdiri seperti saksi bisu. Tempat di mana cinta, mimpi, dan keberanian berkelindan. Tempat di mana semuanya dimulai, dan mungkin akan terus bertumbuh.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!