Lanjutan dari "Istri Bar-Bar Milik Pak Dosen"
"Perasaanku sudah mati sejak lama. Tidak ada satu pun di antara kalian yang mampu membuat hatiku kembali bergetar seperti dulu. Berhentilah! Aku tidak akan memilih satu di antara kalian. Jangan perjuangkan sesuatu yang sia-sia!" ~Diandra.
"Aku tidak akan berhenti! Aku akan terus berjuang untuk mendapatkan hatimu kembali! Maafkan aku yang sudah pernah menorehkan luka yang sangat dalam di hatimu! Kamu tidak perlu memberi aku kesempatan, karena aku yang akan berusaha mendapatkan kesempatan itu!" ~Alden.
"Aku tidak akan berhenti! Aku mencintaimu apa adanya. Tapi, aku tidak akan egois. Semua terserah padamu. Aku tau betapa hancurnya hatimu, dan bukanlah hal mudah untuk kembali jatuh cinta setelah sakit yang teramat dalam. Aku ingin menjadi penyembuh hatimu yang luka, tapi itu semua terserah padamu. Siapa pun yang kamu pilih, aku harap kamu akan bahagia nantinya." ~Austin.
"Mau bermain? Bagimana jika kita putar balik alurnya." ~Unknown
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara05, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apakah Memang Harus Berakhir?
"Sa-sayang?" Alden benar-benar dibuat terkejut dengan wanita yang dulu sangat ia cintai. Ah, tidak! Sekarang pun nama wanita itu masih bertahta, meski pun enam tahun sudah terlewati.
Sementara Rara masih dibuat terkejut dengan kehadiran suaminya, lebih tepatnya mantan suaminya. Rara masih belum paham dengan semuanya. Bagaimana mungkin dia tidak tahu jika Alden bekerja di perusahaan miliknya.
"Sayang?" Senyum Alden terbit. Dirinya tidak menyangka akan dipertemukan kembali dengan wanita yang sangat ia rindukan. Alden berjalan mendekati Rara, berniat memeluk tubuh yang selama ini ia rindukan dari dulu.
Rara sontak sadar, lalu matanya melihat penampilan Alden. Sungguh sangat mengerikan penampilan Alden yang sekarang. Rara tentu tidak mampu menahan tawanya.
Hahahaha
Tawa Rara pecah, sungguh penampilan Alden sangat lucu menurut Rara. Ah, apakah dia boleh tertawa di bawah penderitaan orang lain untuk saat ini saja?
"Lo kenapa tiba-tiba jadi gembel, hah?" Rara terus tertawa sampai air matanya menetes. Bukan air mata sedih! Tapi karena terlalu banyak tertawa. Bahkan wanita itu memegang perutnya yang terasa sakit karena terlalu lama tertawa.
Alden tertegun mendengar ucapan dan tawaan istrinya. Tanpa sadar ia menghentikan langkahnya. Entah hanya perasaannya saja, itu seperti penghinaan yang sangat menohok di hatinya.
"Sayang?" lirih Alden. Apakah Rara tidak ada niat untuk memeluk dirinya.
"Sayang-sayang! Pala lo peyang! Panggil Bu CEO, dong! Nggak sopan banget sih jadi OB!" ucap Rara dengan angkuh, bahkan memandang rendah Alden, sangat berbeda dengan dirinya yang tadi yang penuh dengan kelemah lembutan.
"Ra. Tapi, aku suamimu!" sahut Alden dengan tatapan sendu. Kenapa istrinya sudah sangat berbeda sekarang?
"Suami? Maaf siapa, ya? Saya nggak punya suami gembel lho," sinis Rara sambil terkekeh, seolah-olah lucu mendengar ucapan Alden yang mengaku suaminya. Tapi sebenarnya Rara tidak bermaksud untuk menghina.
"Maksud kamu?" tanya Alden heran.
"Suami gue itu ada yang CEO, Dokter, Pengusaha batu bara, Pengusaha emas, sama yang satunya seorang Pengacara. Bayangin aja selaku itu gue! Lah situ? Ya kali seorang CEO menikah dengan seorang Pak OB," ucap Rara songong.
"Kok gue kesannya kayak j*l*ng, ya!" lanjut Rara sambil terkekeh.
"Ra, ini Mas! Kamu jangan pura-pura nggak kenal sama Mas. Mas yakin kalau kamu masih ingat, kan?" Alden yakin jika istrinya hanya berpura-pura tidak mengenalnya. Meski penampilannya sekarang berbeda, tetapi wajahnya masih saja seperti dulu.
"Iya, lo tenang aja! Gue masih ingat kok wajah br***sek lo itu! Selalu gue abadikan di otak gue," jawab Rara sambil terkekeh. "Tapi lo harus ingat Pak OB! Kalau lo udah bukan suami gue lagi. Kita sudah bercerai!" sinis Rara dengan sorot mata yang tajam. Tidak ada yang namanya rindu di hati Rara. Hatinya sudah benar-benar mati! Bahkan melihat Alden pun tidak membuat hatinya bergetar seperti dulu.
Bukankah dirinya terlalu bodoh jika kembali dengan laki-laki br***sek seperti Alden? Ah, dirinya masih cukup waras untuk kembali lagi dengan mantan suaminya.
Ingat! Mantan adalah bagian dari masa lalu! Jadi harus dibuang jauh-jauh, takut alergi. Tapi jika dia khilaf, mungkin akan kembali dengan suaminya itu.
"Tidak! Kita belum resmi bercerai Ra! Surat gugatan kamu sudah Mas robek! Jadi tidak ada yang namanya perceraian!" ucap Alden dengan tegas.
"What ?" Rara menutup mulutnya dengan bergaya seolah-olah dirinya terkejut, padahal sama sekali tidak, karena dia sudah tau semuanya, tentang surat cerai yang sudah dirobek suaminya.
"Ra, tolong jangan seperti ini. Ki-"
"Lah terus gimana Bambang, gue harus jungkir balik gitu? Atau gue harus bilang WOW gitu?" jawab Rara dengan gaya yang terlihat sedikit menjijikkan.
"Ra, tolong kamu dengarin dulu penjelasan Mas. Mas minta maaf karena Mas nggak ada waktu kamu melahirkan. Mas benar-benar nggak tau sayang. Mas juga korban di sini," jelas Alden, berharap istrinya mau memaafkannya.
"Yee, lo kira korban pel*cahan! Kenapa nggak meeting lagi?" tanya Rara sambil duduk di kursi kebesarannya, lalu membuka tas miliknya, entah apa yang dicari wanita itu.
"Maksud kamu?" Alden justru heran mendengar pertanyaan istrinya, kenapa tiba-tiba membahas meeting?
"Meeting pertama menghabiskan malam panas dengan mantan, dan istrinya ditinggal sendirian di pantai, padahal dia sudah berjanji akan menjemput. Meeting kedua menemani mantan ke rumah sakit, sedangkan istrinya hujan-hujanan, karena menunggu. Meeting ketiga ketemu sama mantan pacarnya, dan istrinya nggak dikejar karena si mantan tiba-tiba pingsan. Dan yang ke empat, memang bukan meeting! Tapi gue ngelahirin sendirian coy! Lo pikir selama ini gue nggak tau kalau itu cuman alasan lo doang, mana alasannya meeting semua lagi. Ckk ... sekarang lo nggak bisa bilang meeting, ya kali seorang Pak OB ngadain meeting, meeting mengenai pengolahan kopi yang enak kali," sinis Rara sambil terkekeh.
Alden merasa tertohok Tiba-tiba dirinya teringat dengan kejadian beberapa tahun yang lalu, di mana waktu ingin bertemu dengan Raya, dia selalu mengatakan ada meeting. Sungguh dirinya merasa sangat bersalah.
Melihat Alden yang diam, Rara tersenyum miring, kemudian mengeluarkan beberapa lembar kertas yang memang selalu ada di dalam tasnya.
"Ini! Silahkan tanda tangan!" perintah Rara dingin.
Kening Alden mengerut, laki-laki itu lantas mengambil salah satu kertasnya. Mata Alden membelalak, lalu dirinya kembali melihat kertas yang lainnya, ternyata semua sama, yaitu surat cerai. Ba-bagaimana mungkin istrinya memiliki sebanyak ini kertas penggugatan cerai?
Rara yang melihat suaminya yang diam, kemudian menarik napas dan membuangnya secara kasar.
"Tenang saja, itu semua asli. Gue udah tau kalau lo merobek kertas itu. Oleh karena itu gue meminta seseorang untuk mengurusnya kembali, dan membuat surat cerai itu dalam jumlah yang banyak. Tidak masalah jika lo pengen merobek kembali kertas-kertas ini, karena di rumah surat-surat tersebut masih banyak, " jelas Rara dengan suara dingin dan menusuk.
Bughh
.
.
.
.
bs kalii dipakai disesuaikan dgn bahasa anak2 seusianya/Grin/