Baru kali ini Ustad Fariz merasakan jatuh cinta pada lawan jenisnya. Akan tetapi, dia tidak bisa menikah dengan gadis yang dicintainya itu. Dia malah menikah dengan wanita lain. Meskipun begitu, dia tidak bisa menghapus nama Rheina Az Zahra si cinta pertamanya itu dari hatinya. Padahal mereka berdua saling mencintai, tapi mengapa mereka kini mempunyai pasangan masing-masing. Bagaimanakah mereka bisa bersatu untuk bersama cinta pertama mereka?
Ikuti kisah Ustaz Fariz dan Rheina Az Zahra untuk bisa bersama!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon She_Na, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 Cemburu
"Bisa kita bicara sebentar?" tanya Ustad Jaki pada seseorang di seberang sana.
Ustad Fariz memandang Ustad Jaki dengan penuh kecemburuan.
"Kapan bisa dilakukan acara bedah buku yang ketiga? Ini para santri udah minta acaranya diadakan lagi," Ustad Jaki mengatakannya dengan nada yang menggoda.
Ustad Fariz menghela nafas berat untuk meredakan cemburunya. Ustad Jaki melirik Ustad Fariz yang tersiksa karena cemburu, dia tersenyum licik, dalam hati dia bersorak merasa senang rencananya telah berhasil.
Tut... tut... tut...
Ustad Jaki menutup panggilan teleponnya. Matanya melirik ke arah Ustad Fariz yang sedang mengerjakan pekerjaannya dengan raut wajah yang penuh emosi.
"Mangkanya jadi orang tuh harus jujur. Kalau suka bilang suka, kalau gak suka kasih sama yang lain," Ustad Jaki mengatakannya sembari melakukan ancang-ancang akan lari.
Setelah mengatakannya, Ustad Jaki lari keluar dari ruangan Ustad Fariz karena bolpoin Ustad Fariz sudah melayang untuk mengejarnya.
Ustad Jaki kembali membuka pintu ruangan Ustad Fariz dan melongokkan kepalanya ke dalam ruangan.
"Marah kok ngelampiasinnya sama bolpoin," setelah itu dia menutup pintu itu kembali dengan cepat takut dilempar sesuatu lagi oleh Ustad Fariz.
Ustad Jaki tersenyum puas setelah menjahili Ustad Fariz.
Masih di dekat ruangan Ustad Fariz, Ustad Jaki bertemu dengan Mirna yang akan masuk ke dalam ruangan suaminya.
"Udah puas Mbak Mirna mempermalukan Rhea di pasar?" tanya Ustad Jaki ketika berpapasan dengan Mirna.
"Maksud Ustad apa nuduh-nuduh kayak gitu?" tanya Mirna sinis.
Ustad Fariz mendengar suara ribut-ribut dari dalam ruangannya, dia melihat dari jendela ternyata Mirna sedang berdebat dengan Ustad Jaki dengan menyebut-nyebut nama Rhea. Ustad Fariz mendengarkan dari dalam ruangan apa yang mereka perdebatkan.
"Kemarin di pasar Mbak Mirna ngatain Rhea pelakor kan dihadapan orang banyak? Mikir Mbak, apa Mbak gak sakit hati, gak sedih kalau digitukan? Karena ulah Mbak, Rhea jadi dihujat dan direndahkan semua orang yang ada di pasar," Ustad Jaki meluapkan emosinya yang tertahan semalam.
"Oooh jadi wanita j*l**g itu ngadu sama Ustad? Dasar pelakor, gak berhasil dapetin suami orang sekarang pindah haluan ke sahabatnya," cibir Mirna.
"Mulut Mbak benar-benar keterlaluan. Asal Mbak tau aja, Rhea gak cerita ke siapa-siapa. Kemarin Umi sendiri yang tau dan aku taunya juga dari Umi. Jadi stop Mbak merendahkan orang lain karena akan mempermalukan suami Mbak dan nama baik Pondok Pesantren Al-Mukmin," Ustad Jaki pergi meninggalkan Mirna karena dia tidak mau bertambah emosi dengan meladeni perkataan Mirna.
Ustad Fariz mengepalkan tangannya mendengar bahwa istrinya kembali menyakiti Zahra nya. Dia marah pada dirinya karena tidak bisa mendidik istrinya dan juga karena kelakuan istrinya bisa memperburuk nama Pondok Pesantren Al-Mukmin yang diamanatkan Kyai Farhan padanya. Dan pastinya dia juga marah karena dirinyalah Zahra nya itu merasakan sakit hati dan dipermalukan.
Ustad Fariz menjadi tambah bimbang, akankah dia bisa membuat Zahra nya itu menjadi bahagia jika bersamanya. Dia benar-benar takut jika tiap hari Zahra nya itu akan tersiksa batinnya karena ulah Mirna.
Ustad Fariz menjambak rambutnya frustasi.
Ustad Fariz segera duduk di kursi kerjanya ketika mendengar suara langkah kaki mendekati pintu ruangannya. Sebenarnya dia sangat tidak ingin bertemu dengan istrinya karena dia takut tidak bisa mengendalikan amarahnya.
"Assalamu'alaikum... Mas apa mau makan siang di rumah?" tanya Mirna yang sudah masuk ke dalam ruangan Ustad Fariz.
"Wa'alaikumussalam... kamu duluan aja, aku masih ada banyak kerjaan yang harus diselesaikan," jawab Ustad Fariz tanpa mengalihkan perhatiannya dari kertas-kertas yang sedang dibacanya.
Mirna mendengus kesal. Dia duduk di hadapan Ustad Fariz memperhatikan apa yang sedang dikerjakan suaminya.
"Ayo dong Mas, masa' aku makan sendirian? Lagian Mas kan juga harus makan," bujuk Mirna dengan manjanya.
"Aku lagi sibuk Mirna," ucap Ustad Fariz tanpa menatap wajahnya.
"Terus kapan Mas makannya?" rengek Mirna.
"Nanti aja kalau udah selesai semuanya," jawab Ustad Fariz yang sibuk dengan kertas-kertasnya.
"Makan di rumah kan?" tanya Mirna untuk memastikan.
"Makan di dapur Pondok aja," jawab Ustad Fariz yang masih sibuk membaca.
"Enakan masakan ku Mas, ngapain Mas makan di dapur Pondok?" protes Mirna.
"Lebih efisien waktu. Udah kamu pulang aja dulu," usir Ustad Fariz pada Mirna.
"Gak mau, aku mau disini aja," ucap tegas Mirna.
"Mirna....," Ustad Fariz menatap tajam pada Mirna sehingga membuat Mirna ketakutan.
"Ya udah aku pulang," Mirna keluar dari ruangan tanpa mengucap salam dan membanting pintu dengan kencang.
Hal itu membuat Ustad Fariz semakin enggan pulang ke rumah. Melihat istrinya yang selalu melawan kepadanya dan sering sekali bertindak semaunya, tidak pernah memikirkan nama baik suaminya dan Pondok Pesantren Al-Mukmin.
Hari berlalu membuat Rhea dan Ustad Fariz tidak pernah bertemu. Rhea meyakini jika ini yang terbaik untuk mereka. Setelah menguatkan hatinya, Rhea segera menghubungi Ustad Jaki untuk mengabari tentang acara bedah buku ketiganya.
Rhea mencoba ikhlas dan sabar menerima semuanya, karena seperti yang dikatakan oleh Umi Sarifah jika Allah tidak akan membiarkan hamba Nya menderita dan pasti akan ada hikmah dari sebuah peristiwa karena Allah lah yang paling mengerti hamba Nya, karena Allah tidak akan memberikan cobaan di luar batas kemampuan hamba Nya.
Oleh sebab itu, Rhea menyerahkan semuanya pada Allah sang pemilik kehidupan. Dia berjanji pada dirinya akan menghadapi semuanya tanpa harus bersembunyi lagi. Jadi tidak ada gunanya dia mengundur-undur waktu untuk acaranya di Pondok Pesantren Al-Mukmin, toh nantinya juga acara itu sudah pasti akan dilaksanakan meskipun belum tahu kapan waktunya.
Ustad Jaki memutuskan bahwa acara dilangsungkan besok ditempat biasanya. Kali ini Ustad Jaki sengaja menyiapkannya sendiri acara tersebut tanpa sepengetahuan atau ijin dari Ustad Fariz. Ustad Jaki ingin ini menjadi kejutan dan tentunya memancing kecemburuan Ustad Fariz kembali.
Hari ini pun tiba. Dengan persiapan hati yang matang, Rhea mematut dirinya di depan cermin yang berada di dalam kamarnya. Penampilannya begitu cantik dan anggun menggunakan gamis syar'i warna fuschia dengan hijab panjang menutup bagian depan dadanya dan bagian belakangnya panjang menjuntai. Sungguh tenang dan nyaman dia memakainya.
Apakah ini tandanya aku harus berhijrah? Bismillah Ya Allah bantu hamba Mu ini bisa menjalaninya dan tolong bantu hamba Mu ini. Amin.... , doa Rhea dalam hatinya.
Rhea memang kemarin berbelanja banyak gamis syar'i dengan berbagai macam warna dan model. Dia masih enggan berbelanja ke luar rumah karena takut sakit hati kembali yang mengakibatkan dirinya tidak akan bisa cepat memulihkan rasa percaya dirinya. Karena itu dia lebih memilih belanja online kali ini.
Langkah kakinya terasa agak berat. Jujur dalam hati kecilnya yang paling dalam, dia belum siap bertemu dengan Ustad Fariz dan Mirna. Rhea takut kejadian di pasar akan terulang kembali di Pondok Pesantren ini. Rhea takut jika nantinya akan dicibir, digunjing dan di rendahkan oleh para santri.
Bismillahirrahmanirrahim.....
Kaki Rhea melangkah dengan iringan bacaan basmallah di setiap langkahnya. Dia berharap hari ini akan lancar dan dia bisa menghadapi semuanya. Rhea berharap ini yang terakhir kalinya dia mengadakan acara ini dan dia harap dirinya tidak lemah untuk mengatakan tidak jika dia diminta untuk mengadakan acara seperti ini kembali.
Rhea di tunggu oleh Ustad Jaki di depan rumah Umi Sarifah. Ustad Jaki sengaja menunggu Rhea agar mereka bisa ke aula bersama, niatnya adalah melindungi Rhea dari Mirna jika dia bertemu dengannya nanti.
Namun niatan Ustad Jaki itu disalah artikan oleh Ustad Fariz. Seharusnya jika Ustad Fariz berpikir secara sehat pasti dia akan setuju dengan ide Ustad Jaki yang mengawal Rhea karena tidak mungkin Ustad Fariz yang mengawalnya, karena takut jika memancing emosi Mirna kembali. Hari pertama memang Ustad Fariz yang mengawal dan menemani Rhea ketika berada di Pondok ini karena Mirna belum mengetahui siapa Rhea yang sebenarnya.
Dan sekarang Ustad Fariz dikuasai oleh rasa cemburu dan kecewa. Cemburu atas kedekatan Zahra nya dengan Ustad Jaki dan kecewa dengan sikap dan perilaku dari istrinya.
Rhea berjalan dari rumah Umi Sarifah dengan melingkarkan tangannya pada lengan Umi sarifah dan disebelahnya ada Ustad Jaki yang menemani mereka dengan candaannya mereka tertawa bersama.
Sungguh pemandangan yang sangat menyesakkan dada Ustad Fariz. Dia hanya bisa beristighfar. Sebenarnya Ustad Fariz agak kecewa dengan Umi Sarifah yang tidak menceritakan masalah Rhea dan Mirna di pasar, namun Ustad Fariz yakin jika Umi Sarifah memiliki pemikiran dan alasannya sendiri, dan mungkin juga itu untuk kebaikannya. Tapi entahlah, tetap saja sebagai manusia biasa ada rasa iri dan cemburu melihat mereka bertiga berjalan bersama.
Ustad Jaki benar-benar menjaga Rhea, dia tidak pernah meninggalkan Rhea sendirian meskipun sedang bersama Umi Sarifah. Sengaja Umi Sarifah menyertai Rhea ketika di Pondok ini agar Rhea merasa aman dan nyaman.
Untuk makan siang kali ini, sengaja Ustad Jaki menyiapkannya untuk makan bersama para Ustad dan Ustadzah di Pondok agar Rhea merasa nyaman. Ustad Jaki takut kalau makan di rumah Umi Sarifah, Mirna akan datang dan ikut bergabung makan bersama mereka. Pastinya Rhea akan merasa tidak nyaman. Umi Sarifah setuju dan menyerahkan semuanya pada Ustad Jaki untuk mengurusnya.
Siang itu seperti dugaan, Mirna datang ke rumah Umi Sarifah untuk ikut makan bersama, karena dia yakin jika Rhea juga ada bersama mereka untuk makan siang bersama.
Wajah sumringah Mirna berganti kecewa ketika dia tidak mendapati siapa-siapa di meja makan. Dia bertanya pada Mbak Atik yang bertugas membantu Umi di dapur, dan dia harus menelan kekecewaan karena Mbak Atik mengatakan bahwa mereka semua sedang makan siang di luar. Sungguh dia merutuki kebodohannya yang tidak datang sedari tadi. Dia sibuk berdandan sedari tadi agar tidak kalah dengan Rhea yang umurnya jauh lebih muda darinya.
Para Ustad dan Ustadzah merasa senang dan terhormat bisa makan bersama Umi Sarifah, Ustad Fariz yang kini mereka panggil Kyai Fariz dan juga Rhea sang penulis dan influencer terkenal. Mereka tak henti-hentinya memuji bakat dan kecantikan Rhea
Dan karena kedekatan Rhea yang disertai oleh Ustad Jaki di manapun itu membuat mereka yakin jika ada hubungan spesial antara Ustad Jaki dan Rhea. Mereka menggoda Ustad Jaki dan Rhea sebagai pasangan, dan mereka menanyakan kapan tanggal pernikahan Ustad Jaki dan Rhea.
Tentu saja hal itu mengobarkan api kecemburuan di dalam hati Ustad Fariz. Rasanya dia tidak bisa menelan makanannya. Dia ingin pergi dari tempat itu agar tidak lagi melihat dan mendengar kedekatan Ustad Jaki dan Rhea, namun dia juga tidak ingin meninggalkan Zahra nya dekat dengan Ustad Jaki. Sungguh masalah hati bisa memusingkan kepalanya dan menyiksa batinnya. Dicengkeramnya kuat-kuat sendik dan garpu yang ada ditangannya untuk menyalurkan rasa marahnya.
Ustad Jaki tentu saja senang melihat Ustad Fariz yang berwajah sebal dan kesal. Dia sengaja memanas-manasi dengan terlihat lebih akrab bersama Rhea agar Ustad Fariz cemburu dan menyadari perasaannya yang paling dalam agar bisa cepat menentukan pilihannya.
Saat acara berakhir, Rhea merapikan buku-buku dan peralatannya yang ada di aula, Ustad Fariz memberanikan dirinya untuk menyapa dan menanyakan kabar Rhea. Tentu saja Rhea sangat kaget dan gugup, namun sebisa mungkin dia berkata efisien agar cepat selesai perbincangan mereka.
Ustad Jaki yang melihat Ustad Fariz dan Rhea canggung dan gugup, dia tertawa geli dan kembali melancarkan aksinya.
"Ukhti cantik.... apa jadi diantar pulang?" tanya Ustad Jaki yang tiba-tiba sudah ada di dekat mereka berdua.
salam kenal dan jika berkenan mampir juga di cerita aku