Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!
"Aku kecewa karena suamiku sendiri berniat menjandakan aku demi membahagiakan wanita lain."
Pelangi Faranisa, seorang gadis taat agama yang dijodohkan dengan pria brutal. Di malam resepsi pernikahan, ia dipermalukan oleh suaminya sendiri yang pergi tanpa permisi dan lebih memilih mabuk-mabukan.
Pemberontak, pembangkang, pembuat onar dan pemabuk berat. Itulah gambaran sosok Awan Wisnu Dewanto.
"Kamu tidak usah terlalu percaya diri! Aku tidak akan pernah tertarik denganmu, meskipun kamu tidak memakai apa-apa di hadapanku!" ~ Awan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jauh Lebih Baik Daripada ....
Awan mengenakan jaket dan menyambar kunci mobil di meja. Pria itu terburu-buru keluar setelah mendapat kabar dari temannya tentang priska yang mabuk. Begitu akan menuruni tangga, bersamaan dengan Pelangi yang akan naik. Ia baru saja mematikan beberapa lampu di lantai bawah.
Pelangi menatap suaminya yang tampak cukup modis dengan celana jeans dan kaus putih yang terbalut jaket.
“Aku mau keluar sebentar!” Tanpa menunggu sahutan dari Pelangi, Awan mempercepat langkahnya.
Pelangi menatap punggung suaminya.
“Mas tunggu!” panggil Pelangi membuat langkah Awan terhenti. “Kemana pun kamu pergi, ingat satu hal. Ditusukkan besi ke kepalamu lebih baik dari pada menyentuh perempuan yang bukan mahrammu!”
Terlihat kerutan tipis di kening Awan mendengar ucapan Pelangi. Pria itu terdiam beberapa saat hingga akhirnya memilih keluar tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Sementara Pelangi hanya dapat menatap punggung suaminya yang tampak terburu-buru dan kemudian menghilang di balik pintu.
“Semoga Allah selalu melindungi kamu, Mas.”
........ ...
Malam sudah larut ketika Awan tiba di sebuah tempat hiburan malam. Dari tempatnya berdiri, ia dapat melihat sebuah meja khusus di sudut ruangan. Di sanalah ia kadang menghabiskan waktunya untuk mabuk-mabukan. Meja itu memang dikhususkan Ben untuk teman-temannya yang hampir setiap malam datang.
Beberapa pria dan wanita terlihat masih minum, sementara seorang wanita lainnya sudah telungkup di meja. Melihat dari warna rambutnya saja, Awan sudah dapat mengenalinya walaupun dari jauh.
“Hai Awan!” sapa seorang wanita berpakaian terbuka dengan suara berat.
“Hei, Awan! Akhirnya lo datang juga. Tolong antar Priska pulang, ya. Dia mabuk!” sambung Ben. "Atau gabung sama kita dulu! Mumpung gue lagi baik traktir kalian semua!"
Awan hanya menyahut dengan senyum tipis. Pandangannya tertuju pada gelas-gelas dan botol di meja. Entah mengapa dalam hati kecilnya sekarang berat menyentuh minuman itu.
"Nggak dulu. Gue mau langsung antar Priska pulang aja."
"Buru-buru amat sih!" protes salah seorang di antaranya.
"Sorry. lain kali aja, ya!"
Dengan dibantu seorang karyawan klub, Awan membawa Priska ke mobil dan mengantar pulang ke apartemen tempat tinggalnya. Sepanjang perjalanan, Priska terus saja bergumam dan sesekali menangis.
“Kamu jahat sama aku, Awan! Kamu jahat!”
“Awas saja kalau kamu lebih memilih perempuan itu dibanding aku!”
“Mana janji kamu untuk memperjuangkan aku!”
“Kamu jahat!”
Berulang-ulang kalimat itu terucap oleh Priska hingga tiba di apartemen. Awan menggotongnya ke kamar dan membaringkan tubuh yang nyaris tak bertenaga akibat mabuk itu.
“Kamu mabuk berat. Istirahatlah!” Awan akan melangkah keluar, namun Priska meraih pergelangan tangannya hingga membuat langkah Awan terhenti.
"Lepas, Pris! Aku harus pulang!" Ia melepas tangan Priska, meski wanita itu tampak tak rela.
“Kenapa kamu lakukan ini padaku? Kamu akan pulang menemui istrimu dan meninggalkan aku?”
“Kita akan bicara besok. Setelah kamu merasa lebih baik.”
“Stop, Awan! Sekarang kasih tahu aku, apa lebihnya dia dibanding aku? Kamu lihat aku!” Priska membuka blazer-nya hingga hanya menyisakan tanktop yang cukup terbuka dan menampilkan belahan dadanya. Mini skirt yang digunakannya memamerkan paha putih mulusnya.
Ia kembali meraih pergelangan tangan Awan dan menariknya hingga Awan terjerembab dalam posisi yang hampir menindihnya.
Priska membelai wajah Awan dengan lembut. “Aku cinta sama kamu! Jangan pergi!”
Keduanya saling tatap dalam jarak kurang dari satu jengkal hingga hembusan napas priska yang cepat menerpa wajah Awan.
“Sentuh aku, Awan!” bisiknya dengan menggoda.
Untuk sesaat, Awan seperti tenggelam dalam kelembutan yang diberikan Priska kepadanya. Tanpa sadar tangannya terangkat, mengelus wajah mulus Priska. Wajahnya maju semakin dekat hingga kedua bibir itu hampir menyatu.
Namun, tiba-tiba bayangan Pelangi terlintas di benaknya. Senyum yang indah dan tatapannya yang teduh.
“Ditusukkan besi ke kepala kamu jauh lebih baik dari pada menyentuh perempuan yang bukan mahrammu!”
Awan seketika tersadar dan dengan cepat menjauhkan wajahnya.
"Pelangi!"
...........