NovelToon NovelToon
Menyembunyikan Anakku Dari Mantan Suamiku

Menyembunyikan Anakku Dari Mantan Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari Saat Hamil / Single Mom / Cerai / Janda / Duda / Cintapertama
Popularitas:7.7k
Nilai: 5
Nama Author: Ara Nandini

Alina harus menerima kenyataan kalau dirinya kini sudah bercerai dengan suaminya di usia yang masih sama-sama muda, Revan. Selama menikah pria itu tidak pernah bersikap hangat ataupun mencintai Alina, karena di hatinya hanya ada Devi, sang kekasih.

Revan sangat muak dengan perjodohan yang dijalaninya sampai akhirnya memutuskan untuk menceraikan Alina.

Ternyata tak lama setelah bercerai. Alina hamil, saat dia dan ibunya ingin memberitahu Revan, Alina melihat pemandangan yang menyakitkan yang akhirnya memutuskan dia untuk pergi sejauh-jauhnya dari hidup pria itu.

Dan mereka akan bertemu nanti di perusahaan tempat Alina bekerja yang ternyata adalah direktur barunya itu mantan suaminya.

Alina bertemu dengan mantan suaminya dengan mereka yang sudah menjalin hubungan dengan pasangan mereka.

Tapi apakah Alina akan kembali dengan Revan demi putra tercinta? atau mereka tetap akan berpisah sampai akhir cerita?

Ikuti Kisahnya!!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ara Nandini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

14. Bertemu mantan besan

Aeris bertepuk tangan kegirangan saat langkah kaki mereka menginjakkan kaki di gedung acara.

"OMG!! Fantastic banget, Nek!" serunya dengan mata yang berbinar-binar.

Kamelia tersenyum tipis, menggandeng erat tangan cucunya sembari melirik suasana sekitar Orang-orang sudah berkumpul, hampir semuanya mengenakan pakaian mewah dan elegan yang memanjakan mata.

Kamelia sempat merasa minder sejenak. Dahulu, ia juga sering tampil semewah itu—saat suaminya masih hidup dan perusahaan mereka berada di puncak kejayaan. Namun, roda berputar. Sejak suaminya wafat dan harta terkuras habis demi melunasi hutang-hutang, hidupnya berubah total.

"Bi... ayo masuk," ajak Cika, memutus lamunan Kamelia.

Mereka berempat pun melangkah masuk secara beriringan. Begitu melewati pintu utama, mata Cika membelalak kagum.

"Wahh... seperti di negeri dongeng!" ucapnya terpukau melihat dekorasi megah dan lampu-lampu kristal yang berkilauan indah.

"Nek, ayo kita ke sana! Ada makanan!" ajak Aeris riang sambil menarik tangan Kamelia.

"Mewah sekali... Ini sih sudah seperti acara resepsi. Pengen deh nanti nikahannya seperti ini," gumam Cika sambil tersenyum membayangkan masa depan.

Afkar merangkul bahu gadis itu dengan penuh percaya diri.

"Akan aku usahakan. Lima tahun ke depan, kita akan menikah semewah ini," janjinya.

"Aeris, pelan-pelan jalannya, nanti jatuh," tegur Kamelia lembut. Ia berusaha meraih tangan cucunya yang mulai berlari-lari kecil di antara tamu. Suasana yang sangat ramai membuatnya cemas jika bocah itu tersesat.

Aeris berjingkat-jingkat kegirangan saat melihat deretan hidangan dan dessert di atas meja.

"Nek... itu kue Nenek, kan?" telunjuknya mengarah ke deretan brownies yang tertata rapi.

Kamelia mengangguk bangga.

"Nek, Aeris mau muffin-nya dong," pinta Aeris.

Kamelia mengambilkan satu dan menyerahkannya pada Aeris yang langsung melahapnya dengan nikmat.

Drrtttt!!

Ponsel Kamelia bergetar. Ia segera merogoh tas dan mengangkat telepon tersebut.

"Aeris… sini ikut Nenek dulu, ada yang menelepon," katanya sambil menggamit tangan sang cucu.

Aeris menurut saja. Mereka mencari sudut yang lebih tenang agar Kamelia bisa menjawab panggilan tersebut dengan jelas.

"Halo, ada yang bisa saya bantu?" ucap Kamelia lembut.

Sembari Kamelia fokus pada teleponnya, Aeris melirik ke sekeliling. Matanya menyapu setiap sudut ruangan sampai akhirnya berhenti pada sebuah meja di pojok kanan. Ia memicingkan mata, mencoba mengenali sosok di sana.

"Itu kayak Om Toilet…" gumamnya pelan. Tanpa sadar, kakinya mulai melangkah mendekat ke arah meja tersebut.

"Hei, hati-hati, Nak. Kau menabrakku," tegur seorang tamu pria yang hampir tersenggol olehnya.

"Maaf, Aeris nggak lihat."

"Mau lagi?" tanya Revan sambil menunjuk ke arah makanan di depan Devi.

"Nggak, sudah kenyang," jawab Devi sambil tersenyum manis.

Devi tampak sedikit gugup. Revan benar-benar memperlakukannya dengan sangat istimewa malam ini. Padahal ini adalah acara ulang tahun ibunya, tapi sikap Revan membuatnya merasa seperti seorang ratu.

"Sini dekat sedikit," pinta Revan tiba-tiba.

"Kenapa?"

"Ada noda di bibir kamu," bisiknya lembut.

Devi mendekat dengan ragu. Namun secara tak terduga, Revan mencium sudut bibirnya singkat.

"Revan!!" pekik Devi tertahan. Wajahnya memerah padam. Ia cepat-cepat melirik sekitar dan mendapati beberapa tamu memperhatikan mereka.

"Malu, ih..." bisiknya malu.

"Habisnya kamu menggemaskan sekali. Rasanya ingin tak gigit beneran," goda Revan sambil tertawa kecil.

Dari kejauhan, Felix mengamati interaksi putranya.

"Kenapa anak itu tidak bergabung ke sini?" tanyanya heran.

"Mungkin lagi tidak mau diganggu," jawab Jesika dengan nada datar.

"Kak Devi sama Kak Revan so sweet sekali. Rania suka lihat mereka," celetuk Rania polos.

Jesika memasang wajah masam, namun tetap berusaha menyunggingkan senyum tipis.

"Mama... Happy birthday ya," ucap Rania kemudian.

Jesika tersenyum tulus dan mengangkat Rania ke pangkuannya.

"Terima kasih, Sayang."

"Nanti hadiahnya di rumah."

"Oke, Mama tunggu hadiahnya," balas Jesika.

Sementara itu, Kamelia baru saja selesai menerima telepon dari pelanggan kuenya. Namun saat ia berbalik, jantungnya nyaris copot. Cucu laki-lakinya sudah tidak ada di sampingnya.

Kepanikan langsung menyergap.

"Ya Allah… ke mana cucuku?" gumamnya cemas sembari menoleh ke segala arah.

"Cika sama Afkar juga ke mana?!" tambahnya panik. Ia mulai berjalan cepat, membelah kerumunan tamu yang semakin membludak.

Di sisi lain, Aeris sudah berada tidak jauh dari meja Revan.

"Eh… nggak salah lagi! Ternyata benar Om Toilet! Berarti dia juga diundang," katanya melihat Revan yang sedang tertawa bersama Devi.

"Huh. Orang pacaran di mana-mana berasa dunia milik berdua," dengus Aeris kesal.

"Aeris!!" Kamelia akhirnya menemukan punggung cucunya. Suaranya yang cukup keras menarik perhatian banyak orang, termasuk Devi, Revan, Felix, dan Jesika.

Mata mereka membelalak seketika saat mengenali pemilik suara itu. Mereka serempak berdiri dari kursi masing-masing.

"Kamelia?" gumam Jesika dengan nada terkejut.

"Kamu jangan keluyuran sendiri. Ini tempat orang!" tegur Kamelia pada Aeris tanpa menyadari siapa yang ada di depannya.

"Kamelia!" panggil sebuah suara.

Kamelia perlahan mendongak dan seketika wajahnya pucat pasi. Matanya membola melihat pasangan suami istri yang berdiri tak jauh darinya. Dengan gerakan refleks, Kamelia menyambar Aeris, menggendongnya erat, lalu berlari sekencang mungkin meninggalkan keramaian.

"Kamu tunggu di sini," perintah Revan pada Devi. Ia tidak tinggal diam dan segera mengejar Kamelia.

"Nek! Kenapa lari-lari?" tanya Aeris bingung dalam gendongan.

"Diam!!" bentak Kamelia panik, sesekali melirik ke belakang. Dua orang itu—Jesika dan Revan—masih mengejar.

"Kamelia! Tunggu!" seru Jesika dari belakang.

"Ayo, Nek! Lebih cepat lagi!!" Aeris malah menyemangati karena merasa ini seperti permainan.

Napas Kamelia makin tersengal. Ia kemudian mendorong pintu toilet, masuk ke dalam, dan segera menguncinya rapat-rapat.

"Kamelia! Kau benar... Kamelia, kan!?" suara Jesika terdengar dari balik pintu.

Kamelia meneguk ludah dengan susah payah. Jantungnya berdebar sangat kencang.

"Terima kasih... karena kau sudah datang ke pesta ulang tahunku. Ternyata kau masih mengingatnya!" ucap Jesika dengan nada yang sulit diartikan.

Kamelia terdiam mematung. Jadi... dia pikir aku datang untuknya? pikirnya getir.

"Nek, kenapa diam di sini sih? Ayo keluar. Sepertinya itu teman Nenek. Aeris tidak kenal mereka, tapi Aeris kenal Om Toilet," celetuk Aeris polos.

"Om Toilet?" gumam Kamelia bingung, namun ia tak sempat memikirkannya.

"Bi!! Buka pintunya!" seru Revan sambil mengetuk pintu toilet dengan keras.

"Anak siapa yang Bibi gendong tadi!? Apa benar itu anak Leon!? Aku pernah dua kali bertemu anak itu!" tambah Revan dengan nada mendesak.

Anak Leon!? Kenapa dia bisa berpikir sejauh itu?

Jantung Kamelia berdetak makin liar. Begitu pula Jesika yang masih berdiri mematung di depan pintu.

"Om Toilet!!" teriak Aeris dari dalam.

"Buka pintunya!!" Revan terus mendesak.

Kamelia mengusap wajahnya kasar. Napasnya naik turun tak beraturan. Susah payah aku menghindari keluarga ini… tapi malah aku sendiri yang terjun ke sini tanpa sengaja.

"Jangan bicara pada mereka!" perintah Kamelia pada Aeris dengan suara rendah namun tajam.

"Kalau kamu mau kita keluar dari sini dengan selamat, tutup mulut kamu!"

"Tapi kenapa—"

"Turuti saja perintah Nenek!" potong Kamelia tegas.

Ia kembali menggendong Aeris dan menarik napas panjang untuk menenangkan diri. Lalu, perlahan ia membuka kunci dan mendorong pintu tersebut.

Tatapan tajam langsung tertuju padanya begitu pintu terbuka. Namun Kamelia berusaha sekuat tenaga untuk bersikap biasa saja.

"Kamelia..." lirih Jesika, nyaris tak percaya melihat sahabat lamanya kini ada di depan mata.

"Hai... Jes," ucap Kamelia datar.

"Selama ini kau ke mana? Tinggal di mana?" tanya Jesika bertubi-tubi.

Hening. Kamelia tidak memberikan jawaban.

"Sepertinya terjadi kesalahpahaman besar. Aku tidak datang ke sini dengan sengaja karena ingin menemuimu. Aku datang karena undangan dari asistenmu," jelas Kamelia mencoba meluruskan keadaan.

"Asistenku?" ulang Jesika heran.

"Ya... Kue yang kau pesan itu... akulah yang membuatnya," jawab Kamelia.

"Jadi... kau pemilik toko kue itu!?" Jesika menutup mulutnya, benar-benar terkejut.

Pandangan Jesika kemudian beralih ke arah bocah yang ada di gendongan Kamelia.

"Lalu... siapa ini? Tadi kau memanggilnya cucu? Apa ini anak Alina? Apa dia sudah menikah lagi?" tanya Jesika dengan suara yang mulai menekan.

Aeris menatap dua orang asing di depannya itu. Ia menoleh ke arah Kamelia, lalu tersenyum lebar.

"Ya, aku anaknya Mama Alina," ucapnya ceria.

"Aeris!" seru Kamelia dengan mata melotot tajam ke arah bocah itu.

"Si... siapa ayahnya?" tanya Jesika, suaranya hampir tercekat.

"Maaf, Jes. Aku harus pergi sekarang," kata Kamelia cepat, mencoba melangkah pergi. Namun langkahnya segera dihadang oleh Jesika.

"Jawab dulu, Kamelia! Siapa ayahnya Aeris!?"

"Kumohon, menyingkirlah. Aku tidak punya waktu untuk menjawab pertanyaanmu," ujar Kamelia dengan wajah yang mulai menegang hebat.

"Kau tidak boleh pergi sebelum memberikan jawaban!" desak Jesika keras.

Aeris tampak bingung melihat ketegangan ini. Ia bisa merasakan suasana di sekelilingnya menjadi sangat panas, meski ia belum sepenuhnya paham apa yang sedang diperdebatkan.

"Jawab saja, Kamelia! Atau dia anak Revan!?" teriak Jesika kemudian.

"Tidak!!" tegas Kamelia akhirnya.

"Dia hanya anak Alina. Dan dia... hanya cucuku. Sudah jelas, kan? Jadi biarkan kami pergi dari sini!"

"Kamelia—!" panggil Jesika lagi, hendak mengejar.

"Ma, sudah! Biarkan mereka pergi," potong Revan, menahan tangan ibunya.

Revan hanya bisa diam, menatap punggung Kamelia yang semakin menjauh dengan Aeris yang terus melongok ke arahnya dari balik bahu sang nenek. Revan tahu, ada sesuatu yang disembunyikan, dan ia tidak akan tinggal diam sampai menemukan kebenarannya.

1
rian Away
REVAN HARUS MATI .. REVAN HARUS DIBUNUH
rian Away
aeris anak haram 🤭
Sunaryati
Ada waktunya kamu bahagia Alina, dan gantian Revan yang hancur
shenina
huhhh sempat2 nya fitri bisa punya ide seperti itu untuk anak nya.. udah keliatan kalau matre, ya jelas lah siapa yg g mau bisa dapatkan menantu kaya raya
shenina
hihh najis 🤮🤮🤮 g rela kalian bahagia.. g sudi sampai al balikan dgn revan..
shenina
sabar alina.. kamu wanita mahal.. ikhlaskan ajaa
shenina
berjuang demi mendapatkan restu sampai titik darah penghabisan
shenina
anj kau revan..😏 dua manusia yg g punya hati
shenina
gak rela alina balikan dgn revan
shenina
hadeuh drama si devi
shenina
emang gak ada nama di dalam kartu undangan birthday ya..ibu kamelia dan mama ny revan k mantan besan.. masa g kenal lagi
shenina
alina yg malang 🤧
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
shenina
kasihan Aries 🥺
shenina
udah bagus mereka g usah ketemu lagi 😮‍💨
Sunaryati
Baik Alina atau kamu yang jadi istri Revan tidak akan bahagia, karena mama Revan suka sama Alina tapi Revan yang tidak suka, sedangkan Devi tidak disukai dan tak dapat restu mamanya Revan itu sangat baik karena restu ibu yang baik sama dengan ridza Tuhan. Jika kalian tetap nikah tanpa restu tidak akan bahagia. Kamu pede banget mau merawat anak Alina dan Revan, memangnya Alina mengizinkan dan Aries mau?
Sunaryati
Thoor buat Aries jangan seperti itu kasihan Alina, jadikan Aries anak yang sayang mamanya, nurut dan santun, jangan suka mengacak barang dan mik up Alina. Jangan kata- kata Aries yang seperti orang dewasa saja. Jika Aries seperti penilaian Mantan mertua dan suami laknatnya Alina tidak bisa mendidik anak.
Sunaryati
Tidak akan dapat restu jika ternyata Aries anak Revan , di bab lalu emak menyarankan di restui namun tanpa anak. Tapi karena sejak Devi sudah jika mereka pasangan suami istri dan tetap menyambut cinta Revan, emak cabut dukungannya, Revan tak menikahi Devi, dan Alina juga tidak mau kembali pada Revan.
rian Away: ngetik apaan
total 1 replies
Sunaryati
Semangat Alina, penghinaan yang dilakukan Revan sejak pasti ada balasan, ikhlas saja
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!