NovelToon NovelToon
Pada Ibu Pertiwi Kutitipkan Cintaku

Pada Ibu Pertiwi Kutitipkan Cintaku

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Crazy Rich/Konglomerat / Obsesi / Diam-Diam Cinta
Popularitas:237
Nilai: 5
Nama Author: Caeli20

Cintanya itu harusnya menyatukan bukan memisahkan, kan? Cinta itu harusnya memberi bahagia bukan duka seumur hidup, kan? Tapi yang terjadi pada kisah Dhyaswara Setta dan Reynald de Bruyne berbeda dengan makna cinta tersebut. Dua orang yang jatuh cinta sepenuh jiwa dan telah bersumpah di atas darah harus saling membunuh di bawah tuntutan. Siapakah yang menang? Tuntutan itu atau cinta mereka berdua?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caeli20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ep.14 : Gejolak Rasa yang Membara

Lukman mempersiapkan semuanya dengan baik. Penampilannya benar-benar bersih. Sudah lama dia tidak 'menikmati' laki-laki. Begitu tawaran itu datang, dia seketika lupa akan segalanya. Bahkan dia sudah tidak mengecek bagaimana kinerja preman suruhannya di lapangan.

Pikirannya sedari tadi hanya : jalan setapak dekat rumah Cak Din, selepas Maghrib, selendang warna gelap. Itu saja.

Karena suara adzan mulai terdengar, Lukman segera mengambil selendangnya lalu menuju tempat pertemuan.

Lukman agak meragu karena jalanan setapak yang dimaksud cukup gelap. Tapi nafsunya yang sudah mulai menyala membuat dia mengabaikan keraguan itu. Benar kata orang, jika ingin menjebak seseorang, manfaatkan nafsunya yang besar.

Lukman berjalan menyusuri jalan setapak kecil itu sambil sesekali memperbaiki selendang di dadanya yang ditiup angin malam.

Tiba-tiba telinganya menangkap suara gemerisik dari balik semak-semak. Lukman tidak terlalu menghiraukannya, terus berjalan seolah-olah tidak mendengar. Lalu sebuah tangan besar membekapnya dari belakang dan segala sesuatu menjadi gelap.

Ternyata bukan hanya seorang. Mereka ada dua orang pria bertubuh tinggi besar. Dengan cekatan mereka menggulung tubuh Lukman dengan tikar yang sengaja mereka bawa.

Parman, seorang preman bertubuh tinggi besar, setengah berbisik pada temannya,

"Misi berhasil. Kita segera bawa perempuan ini pada Meneer. Biar komisi kita cair malam ini juga,"

Temannya mengangguk. Keduanya pun bahu membahu menenteng tikar itu. Tak jauh dari situ, sebuah mobil open cab sudah menunggu. Parman dan temannya meletakan tikar itu perlahan di atas mobil. Lalu keduanya ikut naik.

"Selesai. Langsung jalan," perintah Parman pada teman supirnya.

**

Yudistira dan Cakra keluar dari persembunyiannya begitu para preman membawa tubuh Lukman, yang dikira Dhyas, dalam tikar.

"Hufffttt," Cakra membuang napas lega, "Terima kasih, kawan," Cakra menepuk pindah Yudistira.

"Sama-sama. Sudah sepantasnya kita anggota padepokan Giri Wening saling menjaga,"

Sementara itu Dhyas sedang di rumah Raras menunggu dengan gelisah,

"Kira-kira berhasil tidak ya, Ras,"

"Insyaallah, Dhyas. Kita pasrahkan saja. Kalau tidak berhasil pasti ada cara lain,"

"Sebenarnya inginku, biar mereka menangkap aku saja dan membawaku ke hadapan Meneer itu. Lalu setiba di sana aku akan menghajarnya sampai babak belur,"

"Ceritanya tidak semudah itu Dhyas. Kita bukan hanya berhadapan dengan satu orang. Kita berhadapan dengan satu koloni. Kalau kamu terang-terangan menyerang di Belanda maka itu akan jadi alasan kuat mereka menyerang desa ini,"

"Benar juga, Ras,"

Tak berapa lama Cakra dan Yudistira muncul. Dhyas langsung berlari menyambut,

"Bagaimana?," Dhyas menatap keduanya.

Yudistira langsung tertawa kecil,

"Si Meneer mungkin saat ini sedang terkejut dengan kejutan yang dia dapat,"

"Alhamdulillah," gumam Dhyas dan Raras.

**

Takut preman itu kembali lagi, Cakra memutuskan untuk mengantar Dhyas pulang.

Niat hati ingin menceritakan surat dari ayahnya yang menyuruh dia berangkat ke Belanda untuk sekolah perwira, tapi keberanian itu belum muncul di hati Cakra.

"Ehmm.. Ada yang kamu pikirkan?," tanya Dhyas melihat Cakra yang hanya diam sejak dari rumah Raras.

"Tidak ada," jawab Cakra singkat.

Dhyas menghentikan langkahnya, disusul Cakra.

"Tidak ada dengan caramu menjawab seperti itu, berarti ada,"

Cakra memegang pundak Dhyas,

"Aku hanya takut memikirkan seandainya aku kehilanganmu atau kita akan terpisah jauh. Aku takut,"

Dhyas menatap mata Cakra,

"Kenapa pikiran itu tiba-tiba muncul di kepalamu? Apa yang kamu rasakan?,"

Cakra menggeleng,

"Aku hanya takut saja. Mungkin aku terlalu mencintaimu,"

Suasana malam yang hening hanya dihiasi suara serangga, di bawah bulan yang bersinar penuh, dan semilir angin malam, benar-benar menunjang keromantisan malam itu.

Dua orang yang hatinya sudah teratur, yang sedang merasakan aliran cinta yang membara saling tatap dengan tatapan penuh arti. Ditambah dengan gelora usia muda yang membara.

Cakra merangkul pinggang Dhyas dan menariknya sehingga tubuh Dhyas menempel pada Cakra. Jarak mereka cukup dekat. Mereka merasakan napas masing-masing. Perlahan Cakra mulai menurunkan kepalanya. Dhyas sudah pasrah dengan keadaan. Dia hanya bisa menutup matanya.

Tepat ketika bibir mereka hampir bertemu, Cakra kembali teringat komitmennya. Perlahan dia mengundurkan kepalanya. Dia hanya memberi Dhyas kecupan manis di dahinya.

Dhyas membuka matanya,

"Maaf, aku hampir hilang kendali," ucap Cakra sambil melepas pinggang Dhyas perlahan.

Dhyas pun salah tingkah dibuatnya.

**

Malam yang panjang untuk Cakra. Dia hampir kehilangan kontrol tadi. Keinginannya cukup besar untuk merasakan manisnya bibir Dhyas.

Rasa itu menggelora dalam hatinya. Melahirkan rasa panas di dada dan membuat napasnya berat.

Dhyas. Wanita yang mampu membangkitkan gairahnya malam itu.

Dia mencoba untuk menahan pikirannya untuk berfantasi. Tapi gairah yang tak tersalurkan itu mendesak memenuhi pikirannya hingga Cakra sadar ada yang basah di bawah sana.

**

Dhyas menyentuh bibirnya. Bibir itu tadi hampir saja bertemu dengan bibir Cakra.

Entah bagaimana, Dhyas selalu dibawa melayang ingatannya pada Cakra. Sentuhannya, caranya menatap, kata-kata cintanya, semuanya seperti membuai.

Dhyas merasakan dadanya berkecamuk. Ada rasa ingin dibelai lebih oleh Cakra.

Dhyas hanya bisa menutup mata dan menggigit bibirnya sendiri untuk menahan amukan rasa itu.

Malam itu, dibawah langit yang sama, di tempat yang berbeda, dua insan sedang memikirkan satu sama lain dengan gejolak rasa yang membara.

**

Mbah Lodra mendengar dengan seksama penuturan panglima Wira.

Mereka berdua sedang berada di ruang makan rumah panglima Wira.

"Seperti itu ceritanya. Apakah kira-kira panjenengan bisa membantu saya kali ini? Sebelumnya mohon maaf kalau saya terus-menerus meminta bantuan panjenengan," ujar panglima Wira.

Mbah Lodra mengelus jenggotnya. Menganalisis bagian per bagian dari cerita panglima Wira. Misi kali ini jauh lebih berat dari misi sebelumnya,

"Pertaruhan nyawa dalam misi kali ini cukup kental, panglima,"

"Benar. Saya juga ragu-ragu sebenarnya. Tapi misi kali ini sangat penting. Menentukan apakah bisa dilakukan pengibaran bendera atau tidak,"

"Benderanya sudah ditentukan?,"

"Dari sumber terdekat saya diinfokan, sudah ditentukan. Warnanya merah putih kalau tidak salah. Merah menggambarkan keberanian kekuatan fisik, putih kesucian jiwa. Kalau digabungkan, filosofinya adalah bangsa kita berjuang secara fisik dan jiwa,"

"Filosofi yang indah,"

"Itu hanya meneruskan apa yang sudah jadi tradisi sejak masa Kerajaan Nusantara, yang selalu memakai lambang warna merah putih,"

"Ya. Makanya saat Wiwoho Purbohadidjojo meminta pendapat ku, aku katakan wajib untuk mengibarkan merah putih saat pembacaan sumpah pemuda waktu itu,"

"Ya, aku juga dengar itu. Salut untuk keberanian mereka saat itu," Panglima Wira meneguk sisa kopi di gelasnya, "Kembali ke misi tadi. Bagaimana? Apakah panjenengan siap membantu kali ini?,"

Mbah Lodra mendengus,

"Taruhannya nyawa kalau sampai ketahuan,"

"Iya, saya tahu itu. Tapi kalaupun diubah ke rencana yang lain, tidak ada yang lebih cocok selain rencana itu,"

"Apa masih bisa dipikirkan, panglima?,"

"Waktunya terlalu sempit. Mungkin lebih baik diputuskan daripada dipikirkan,"

Mbah Lodra menghembuskan napas kuat. Keputusan yang teramat sulit.

1
Wiwi Mulkay
kpn di up lagi
Wiwi Mulkay
Caeli ini kapan di up lagi
Caeli: on my way dear kak wiwi😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!