NovelToon NovelToon
Mengulang Waktu Untuk Merubah Takdir

Mengulang Waktu Untuk Merubah Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Raja Tentara/Dewa Perang / Kelahiran kembali menjadi kuat / Romansa Fantasi / Time Travel / Reinkarnasi / Mengubah Takdir
Popularitas:782
Nilai: 5
Nama Author: Wira Yudha Cs

Di kehidupan sebelumnya, Max dan ibunya dihukum pancung karena terjebak sekema jahat yang telah direncanakan oleh Putra Mahkota. Setelah kelahiran kembalinya di masa lalu, Max berencana untuk membalaskan dendam kepada Putra Mahkota sekaligus menjungkirbalikkan Kekaisaran Zenos yang telah membunuhnya.
Dihadapkan dengan probelema serta konflik baru dari kehidupan sebelumnya, mampukah Max mengubah masa depan kelam yang menunggunya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wira Yudha Cs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 14 PERUBAHAN TAKDIR

Max segera tiba di ibu kota wilayah Utara. Suasana di pagi hari sangat ramai dan bersahaja. Lapak pedagang makanan, sayuran, barang kebutuhan sehari-hari dan lain sebagainya dapat ditemukan dengan mudah di sepanjang jalan.

Dari kejauhan, Max dapat melihat palang besar bertuliskan BUGENVIL dengan desain yang sangat indah dan megah. Tak salah lagi itu pastilah penginapan Bugenvil yang Bannesa

sarankan kepadanya.

"Paman, aku juga akan turun di penginapan Bugenvil. Rumahku tidak jauh dari sana," ujar Bannesa dengan semangat. Max hanya bergumam singkat menanggapinya.

"Pada hari kedua, aku akan datang menemui Paman di sini. Aku akan membawakan seorang pebisnis di bidang properti," lanjutnya.

"Baiklah. Kalau begitu, kita berpisah di sini," balas Max ketika dia tiba di gerbang masuk penginapan Bugenvil.

Ketika Max memandang ke bagian dalam, halaman penginapan itu tampak sangat luas dan indah. Di sisi kiri halaman terdapat patung bayi bersayap dengan menggendong guci yang mengalirkan air. Rumput hijau yang menghiasi tanah tampak sangat halus dan indah. Berbagai ragam bunga juga ditanam di beberapa tempat. Ini

lebih mirip seperti Mension dibandingkan penginapan biasa.

"Max, bukankah penginapan ini terlihat sangat mewah?" Implikasinya adalah Riana berusaha mengatakan bahwa penginapan ini terlihat mahal, dia takut sang putra akan

menghabiskan banyak uang untuk tinggal sementara di tempat ini.

"Jangan khawatir, Bu. Kita tidak akan lama tinggal di sini." Setelah itu Max turun dari kursi kusir dan membantu Bannesa untuk turun dari gerbong. Riana pun ikut menuruni

gerbong sembari menggendong si kecil Ansel.

"Terima kasih, Paman. Terima kasih karena telah menyelamatkan dan mengantarkanku pulang. Aku berjanji

akan menemuimu dua hari kemudian." Bannesa benar-benar membungkuk dalam di hadapan Max. Penjaga gerbang penginapan yang mengenali Bannesa, tertegun sejenak ketika melihat tuan muda itu membungkuk hormat kepada seorang pemuda tampan asing dengan pakaian serba hitam itu. Penjaga gerbang itu ingin menyapa Tuan Muda Bannesa. Namun, mengurungkan niatnya karena merasa itu kurang pantas di saat tuan muda sedang berbicara dengan seorang yang tampak sangat dihormatinya. Penjaga gerbang penginapan berpikir, pemuda tampan itu pastilah memiliki latar belakang yang tidak sederhana. Dia harus bersikap sopan jika pemuda itu berencana tinggal di penginapan ini. Alhasil, penjaga itu hanya bisa diam menyaksikan interaksi tuan muda dengan orang-orang asing

itu.

"Nenek, terima kasih telah merawatku selama di perjalanan."

Bannesa menatap Riana penuh dengan senyuman. Lalu tatapannya beralih pada Ansel yang juga menatapnya dengan wajah muram.

"Ansel, nanti aku akan kembali untuk memberikanmu roti kukus."

"Jika kau berbohong, aku tidak akan mau berbicara denganmu lagi," balas bocah kecil itu sembari menyembunyikan wajah di dada sang nenek.

Meski Ansel awalnya jengkel kepada Bannesa karena anak laki-laki itu mengambil roti kukusnya, tapi Ansel perlahan menerimanya sebagai teman karena Bannesa baik padanya.

Selama perjalanan mereka kadang bergurau bersama. Mengingat bahwa saat ini waktunya berpisah, Ansel

diam-diam merasa sedih karena kehilangan teman.

Max memperhatikan kesedihan di wajah putra kecilnya. Dia merasa lega, karena bocah itu ternyata juga mempunyai perasaan layaknya manusia biasa. Bisa merasakan kehilangan dan juga kesedihan. Jika Max tidak menemukannya di dalam telur emas, mungkin Max yakin anak itu adalah anak manusia biasa.

"Kalau begitu, aku pamit pulang. Paman, Nenek, Ansel. Sampai jumpa." Bannesa sekali lagi membungkuk hormat secara singkat sebelum berbalik dan melangkah menjauh. Hingga tubuhnya tak terlihat lagi karena telah membaur bersama orang-orang yang melakukan aktivitas di pagi hari.

Setelah kepergian Bannesa, penjaga gerbang penginapan segera menghampiri Max. "Tuan, apakah Anda dan keluarga ingin menginap di sini?" tanyanya dengan sopan. Max mengangguk kecil sembari berkata, "Ya. Apakah masih banyak ruang kOSong yang tersedia?" "Tentu, Tuan. Penginapan Bugenvil memiliki lebih dari 150 kamar. Silakan masuk kalau begitu," ujar penjaga gerbang mempersilakan. Dia dan rekannya membuka gerbang dengan lebar. Seorang penjaga lainnya menghampiri kereta kuda untuk membantu.

"Tuan, saya akan memindahkan kereta kuda Anda di halaman samping."

"Silakan." Max membalasnya dengan singkat. Sebelum dia diam-diam memasukkan tangannya ke dalam gerbong melalui tirai. Dia dengan cepat menyimpan semua barang-barangnya di dalam cincin penyimpanan. Setalah itu, Max memberikan isyarat pada sang ibu untuk segera mengikutinya memasuki halaman penginapan Bugenvil. Saat masuk ke dalam bangunan penginapan, Max terpukau dengan tampilannya yang begitu indah dan mewah. Namun, tetap memberikan kesan sederhana. Aula lantai pertama sangat luas dan terdapat banyak kursi serta meja makan. Max mendongak ke atas melihat tingkat demi tingkat lantai, di mana lantai depannya di batasi oleh pagar besi.

Di sisi kanan aula terdapat meja panjang besar tempat para pekerja yang bertugas menyambut kedatangan dan mendata identitas tamu. Max segera meminta ibunya untuk duduk terlebih dahulu di salah satu kursi meja makan.

Sementara dia, segera bergegas ke sisi kanan aula untuk menjalankan prosedur penginapan. Tanpa Max sadari, ada banyak pasang mata wanita dan gadis cantik yang diam-diam menatapnya dengan penuh minat.

***

Kastil kediaman Duke Froger Bannesa terengah-engah ketika

tiba di gerbang kastil kediamannya. Bocah itumembungkuk dengan tangan memegang lutut. Dia berusaha keras mengontrol pernapasannya yang semakin menggebu. Beberapa waktu lalu, dia berlari dengan sekuat tenaga untuk mencapai kastil ini. Sejujurnya jarak penginapan Bugenvil dengan kastilnya cukup jauh. Bannesa tidak ingin meminta Paman Max mengantarnya sampai di tempat ini, karena Bannesa sendiri masih menyembunyikan identitasnya dari

sang penyelamat.

"Tuan Muda Bannesa!" Seru beberapa prajurit yang menjaga

gerbang kastil. Mereka dengan panik mendekati Bannesa. Sebagian lainnya segera memasuki kastil untuk melaporkan kedatangan sang tuan muda.

"Tuan Muda, apa Anda baik-baik saja?" tanya salah satu prajurit penjaga. Bannesa melambaikan tangan sembari menggeleng lemah, tanda bahwa dia baik-baik saja. Segera anak laki-laki itu meluruskan punggung dan berjalan melewati prajurit penjaga. Dia memasuki gerbang masuk dengan langkah lemah. Prajurit penjaga di belakang menatapnya dengan penuh rasa khawatir.

Ketika Bannesa memasuki kastil, ratusan prajurit dan pelayan wanita yang ada di lantai pertama tertegun kala melihatnya. Meski pakaian mewah masih melekat di tubuh tuan muda. Namun, pakaian itu telah tercabik-cabik di beberapa bagian. Ada bekas luka kecil di bagian leher dan

tangannya. Terlebih dari itu, wajah tuan muda tampak sangat pucat dan dipenuhi dengan keringat. Mereka tak dapat menyembunyikan rasa khawatir saat melihatnya.

Bannesa mengabaikan tatapan mereka. Dia segera menyeret kakinya ke lantai tiga. Ke ruang kerja sang ayah. Akan tetapi, dia sudah tidak punya tenaga. Anak laki-laki itu nyaris ambruk ketika menginjak tangga terkahir lantai tiga. Untungnya, sebelum tubuh ramping itu terjerembab ke lantai, sebuah tangan kekar segera menangkap dan membawanya ke dalam dekapan hangat.

Bannesa tersenyum lemah. Ini pelukan ayahnya. Sangat hangat dan nyaman, hingga Bannesa ingin menangis menumpahkan segala kesedihan karena kehilangan orang-

orang tersayangnya. Arthur mendekap sang putra dengan penuh kasih sayang. Dia menghela napas lega. Betapa berdebar jantungnya ketika salah satu penjaga gerbang melaporkan bahwa Bannesa telah tiba. Dia segera bergegas

meninggalkan ruang kerja untuk memastikan sendiri bahwa anak bungsunya baik-baik saja.

"Ayah, aku kembali," ucap Bannesa dengan lemah. Dia mengubur wajah di dada sang ayah. Arthur hanya bergumam kecil menanggapinya. Segera pria gagah itu berdiri dengan Bannesa di dalam gendongannya. Dia memberikan perintah kepada prajurit pribadinya untuk segera memanggil tabib dan menyiapkan makanan. Setelah itu, Arthur membawa Bannesa ke kamar dan membaringkannya di ranjang tidur. Bannesa hanya bisa membuka kecil matanya karena rasa lelah. "Selama perjalanan, apa kamu makan dengan baik? Bagaimana dengan penyelamatmu? Dia tidak menyakitimu, bukan?" tanya Arthur dengan nada lembut. Meski dia adalah penguasa Wilayah Utara, tetap saja dia adalah seorang ayah yang alkan khawatir apabila mendengar anaknya

tertimpa musibah.

Bannesa tersenyum lemah dan meraih tangan sang ayah. Dia berkata dengan perlahan, "Di setiap pemberhentian, Paman Max berburu rusa ataupun kijang. Kami memanggangnya dan itu sangat lezat. Paman Max memperlakukanku dengan baik. Ayah, saya berhutang nyawa padanya." Arthur lega ketika mendengarnya. "Bagus. Kalau begitu, di masa depan, Ayah akan memperlakukannya dengan baik. Sekarang, beristirahatlah. Ayah akan bangunkan ketika makananmu datang." Arthur berkata sembari mengusap lembut puncak kepala putranya.

Bannesa tersenyum dan perlahan menutup mata. Dia lelah dan sangat lelah. Sewaktu di perjalanan, jujur saja dia kurang tidur dan lebih banyak memikirkan mengenai insiden yang dia alami. Bayangan kejadian itu membekas di ingatannya. Bannesa tidak akan pernah bisa untuk

melupakannya. Sementara itu, di ruang kerja Arthur. Anna Froger. Putri sulung Arthur sedang berada di ruang itu dengan senyum kecil di sudut bibirnya. Sebelah tangan wanita itu memegang kulit harimau kering berbentuk kertas

dengan tulisan tangan Bannesa di permukaannya. Dia menghela napas lega dan melempar pandang menatap ke arah luar jendela.

"Jadi, kamu memilih untuk pindah ke wilayah utara? Apa yang akan kamu lakukan di sini? Kuharap, kamu tidak

membuang banyak waktu untuk hal yang sia-sia. Meski begitu, aku sangat berterima kasih padamu, karena telah

mengubah takdir Adikku yang sebenarnya." Anna bergumam pelan masih dengan senyum indah di wajah cantiknya.

***

1
Dewiendahsetiowati
hadir thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!