NovelToon NovelToon
Denganmu Lagi

Denganmu Lagi

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Murni
Popularitas:7.4k
Nilai: 5
Nama Author: ginevra

"Aku mau putus!"
Sudah empat tahun Nindya menjalin hubungan dengan Robby, teman sekelas waktu SMA. Namun semenjak kuliah mereka sering putus nyambung dengan permasalahan yang sama.

Robby selalu bersikap acuh tak acuh dan sering menghindari pertikaian. Sampai akhirnya Nindya meminta putus.

Nindya sudah membulatkan tekatnya, "Kali ini aku tidak akan menarik omonganku lagi."

Tapi ini bukan kisah tentang Nindya dan Robby. ini kisah tentang Nindya dan cinta sejatinya. Siapakah dia? Mampukah dia melupakan cinta Robby? dan Apakah cinta barunya mampu menghapus jejak Robby?

Happy reading~

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ginevra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sesi curhat nih

Happy reading~

.

.

Sore hari hampir usai. Matahari perlahan membenamkan dirinya meninggalkan cahaya jingga kemerahan. Cahayanya hampir menyerupai rona pipi Nindya saat itu.

Udara yang semakin dingin berhembus meniupkan ketenangan di hati. Namun tidak untuk hati Nindya. Itu bukan getaran yang dahsyat sampai membuat Nindya kehilangan fokusnya terhadap hiruk pikuk jalanan. Hanya sedikit saja. Hanya sedikit perbedaan dari sebelumnya.

"Assalamualaikum," Nindya memberikan salam kepada penghuni rumah. Tanpa menyapa lebih lanjut, Nindya langsung pergi ke kamarnya untuk berganti pakaian dan bersiap untuk sholat Magrib.

Setelah selesai beribadah, ia masih duduk termenung sambil merapalkan dzikir. Kali ini lebih panjang dari sebelumnya. Dia berharap degupan jantungnya kembali normal seperti biasanya.

'Bukankah dia menyebalkan? Bukankah dia bukan tipeku? Lalu apa yang aku rasakan sekarang?'

Nindya kembali ke kamarnya dengan perasaan yang mulai tenang.

Dengan cepat ia memeriksa HP nya, siapa tahu ada chat darinya. Ternyata kosong. 'Ah... Mungkin dia masih di Musholla.'

Menyadari tingkahnya, Nindya sontak melempar HP nya di kasur seperti melempar panci panas. 'Apa itu? Pikiran macam apa itu?' batinnya sambil bergidik seperti sedang kedinginan.

Nindya tidak habis pikir dengan dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia menunggu pesan dari orang itu.

"Huft... Tenangkan dirimu Nin!" Perintahnya kepada dirinya sendiri sambil menepuk pipi gembilnya.

"Hah!" Dia berdiri dan meninggalkan HP nya seorang diri di kamar gelap dan sunyi.

Nindya memutuskan untuk menonton TV bersama Ibunya. Kebetulan adik bungsunya yang masih balita sudah tertidur pulas membuat sang Ibu bisa menghabiskan waktu untuk dirinya sendiri.

Namun ternyata keputusan Nindya menonton TV bersama Ibu bukanlah keputusan yang bijaksana. Bukannya menjadi lebih tenang, malah Ibu membuat keributan.

Pertanyaan demi pertanyaan Ibu lontarkan seperti mengintrogasi. Hampir tidak ada celah bagi Nindya untuk menghindar. 'Mati aku!' batin Nindya.

"Gimana tadi acara makannya?" Ibu bertanya dengan wajah usil.

"Alhamdulillah lancar," Nindya menyatukan kedua telapak tangannya ala mengucapkan minal aidin wal faidzin.

"Serius dikit napa?" Protes Ibu.

"Serius banget nih aku," kata Nindya sambil mengerutkan dahi berpura-pura serius.

"Dasar! Gimana anak yang mau dikenalkan ke kamu? Ganteng? Sesuai selera?"

"Satu-satu dong pertanyaannya. Mau dijawab yang mana dulu nih? Ganteng apa sesuai selera dulu?"

"Terserah!"

"Haha... Ibu udah kayak cewek ABG aja. Selalu jawab terserah," Nindya berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Ish... Cepat cerita!" Bentak Ibu sudah kebakaran jenggot.

"Biasa aja!"

"Beneran? Bohong ke Ibu itu dosa lho!"

"Namanya bohong ya dosa, nggak harus ke Ibu baru dosa," Nindya berkilah.

"Ck... Ada foto bersama nggak? Mana coba Ibu mau lihat!"

"HP nya di kamar aku ces," kata Nindya.

"Cepetan ambil!"

"Huft... Ribet amat sih bu," protesnya. Namun Nindya tetap berdiri dan pergi ke kamarnya untuk mengambil HP yang sudah ia tinggalkan kesepian sendirian.

Ibu menyambar HP dari genggaman Nindya. Beliau berusaha membuka HP Nindya namun tidak bisa.

"Makanya sabar.. ya elah..." Nindya mengusap layar HP dan memasukan kode keamanan.

"Nih!" Nindya menyerahkan HPnya yang  berisi foto bersama anak-anak.

"Lah.. kok cuma anak-anak, kamu, Budi, sama Bu Titik sih?"

"Pak Aan nggak mau difoto," terangnya.

Ibu Nindya tidak kehabisan akal. Beliau men-swipe HP Nindya hingga muncul sosok yang membuatnya penasaran.

"Nah ini ada. Kamu nggak bisa bohongin Ibu," katanya sambil men-zoom wajah Aan.

"Kok Ibu kayak pernah lihat ya? Kayak familiar gitu."

"Masa sih? Pernah ketemu dimana?"

"Bukan ketemu tapi dia mirip siapa gitu. Dia temannya Budi kan? Nanti Ibu tanya ke Ibu nya Budi saja."

"Please stop mom! Stop!"

"Lho! Kalau ada yang mendekat harus diselidiki Nin. Dia orang baik atau tidak, sebelum kamu terlanjur suka."

"Siapa juga yang suka?"

Ibu Nindya hanya diam dengan senyum miring jahilnya.

'Drrt..!'

"Nih ada chat dari..."

Sebelum Ibu Nindya menyelesaikan kalimatnya, Nindya menyambar HP nya dan berlari ke kamar.

"Ck...ck..ck... Tidak suka katanya," Ibu Nindya menggelengkan kepalanya heran dengan kelakuan anaknya.

****

Sedangkan di belahan bumi lainnya.

Setelah menyelesaikan ibadahnya di Musholla, Aan membaringkan badannya santai di kasurnya sambil menatap layar HP yang sekarang dihiasi oleh foto Nindya.

Senyum simpul menghiasi wajahnya. "Hah...untung aja aku tadi mutusin buat tetap kesana. Kalau tidak, aku pasti nyesel banget."

Dia melepaskan kopyah dari kepalanya dan mulai memutar otak untuk memulai chat.

Dia berfikir cukup lama. Mengetik, menghapus, mengetik kembali.

"Hah! Aku ketik apa coba?" Aan mengusap rambutnya dengan kasar.

'Dek Nindya sedang apa?' ketiknya.

"Ah.. biasa banget!" Lalu dia menghapusnya kembali.

'Sudah makan?' ketiknya lagi.

"Lah tadi kan udah makan bareng-bareng. Dodol banget!" Dia menghapusnya kembali dengan agresif.

Aan mengepak-ngepakkan kerah bajunya kegerahan. Kemudian dia keluar kamar untuk menghirup udara segar.

Di depan matanya ada Ibunya yang sedang menyantap makanannya dengan tenang. Aan menatap Ibu yang ia sayangi itu cukup lama. Ia mempertimbangkan cara membujuk Ibunya untuk melamarkan Nindya untuk dirinya.

"Huft.. mungkin tidak sekarang. Ibu sedang makan," helanya.

Namun selayaknya seorang Ibu yang mengetahui isi hati anaknya, Ibu Aan memanggil anaknya untuk duduk bergabung bersamanya.

"Bagaimana tadi acara makannya?" Ibu Aan bertanya dengan suara yang sangat tenang hampir tidak terdengar.

Dengan senyum sumringah Aan menceritakan pertemuannya dengan Nindya. Dia menceritakan Nindya yang pendiam selama acara. Dia juga menceritakan penampilan Nindya saat itu secara detail. Tentu saja karena dia tidak bisa melepaskan pandangannya terhadap Nindya sehingga dia sangat teliti.

Ibu Aan hanya manggut-manggut mendengarkan cerita antusias anaknya dengan tetap menyantap makanannya.

"Kamu menyukainya?" Tanya Ibu mendadak membuat Aan terdiam.

"Iya," jawabnya lirih.

"Kamu yakin?"

"Iya bu," jawabnya mantap.

Ibu Aan terdiam seolah menahan pertanyaan kepada anak bungsunya itu.

"Terus apa langkah selanjutnya?" Tanya Ibu.

"Aku tidak tahu."

"An..." Panggil Ibunya dengan ragu.

"Iya..."

"Bukannya Ibu tidak suka dengan pilihanmu. Tapi sudahkah kamu memikirkan baik-baik?"

"Aku tahu apa yang Ibu pikirkan," Aan menundukkan kepalanya.

"Lihat anak manis ini! Bukankah dia sangat cemerlang?" Kata Ibu Aan sambil menunjukkan foto Nindya.

"Aku bisa melihat masa depan cerah menantinya. Apakah kamu bisa menjadi pemimpinnya tanpa menghambatnya?" Tambah Ibu.

"Itu juga yang membuatku agak ragu awalnya. Namun setelah aku melihatnya langsung, aku jadi sadar. Dia memang cemerlang. Namun anehnya itu tidak membuatku minder. Itu membuatku semakin ingin dia lebih bersinar," jelasnya.

Ibu Aan masih diam dengan piring yang hampir kosong.

"Ibu, aku janji kalau nanti karirnya lebih bagus daripada aku, aku tidak akan menghambatnya. Aku akan mendukungnya dan memotivasinya. Tentu saja aku akan meningkatkan diriku bersamanya," jelas Aan dengan menggenggam tangan kiri Ibunya yang bersih tanpa sisa makanan.

"Baiklah kalau kamu sudah yakin. Ibu tidak akan menghalangimu. Namun selain mendekati Nindya, kamu harus mendekati orang tuanya juga kalau kamu mau berhasil. Kalau kamu tidak berhasil mendekati orang tuanya, Ibu juga akan menyerah padamu," kata Ibu Aan tegas.

"Tentu saja!" Katanya mantap.

.

.

.

Apakah Aan berhasil?

Sampai jumpa di episode selanjutnya!

kamsahamida~

1
☕︎⃝❥⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘƳ𝐀Ў𝔞 ℘ℯ𝓃𝓪 🩷
watak keibuan banget Nindya nihh 🤭
☕︎⃝❥⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘƳ𝐀Ў𝔞 ℘ℯ𝓃𝓪 🩷
jangan tralu gelisah, coba saja dulu biar gak terus kepikiran 😌
Muslikah
ehem juga
Muslikah
mila heboh banget deh
Muslikah
love you too
Muslikah
jangan remehkan
Muslikah
semangat nindya
Muslikah
kok aku tersindir ya
Muslikah
betul itu
Iyikadin
Anak sd sekarang udah bedaaaa😭
MARDONI
Kesan Mila adalah karakter yang lebih meledak-ledak atau vokal langsung terbentuk😄
MARDONI
Kalimat pembuka ini langsung bikin pembaca paham perjalanan emosinya. Kesan bahwa Nindya berusaha bangkit terasa kuat dan natural.
Burhan_part
ibunya ada ada aja
Muffin🧁
Wah mapan nih haha🫣
Burhan_part
walah walah
Burhan_part
kamu ekstrovert juga nggak
Muffin🧁
Favorite nya sejuta umat sih
Muffin🧁
Kamu cantik mangkannya dia bilang wah 😌
Muffin🧁
Karena mungkin kamu udah lama gak jalan sm cowok?
Fitri Astriah
gpp, proses pendewasaan... karna mungkin juga karna alasan putus g berat kya d selingkuhin
ginevra: benar banget.... itu yang membuat susah move on
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!