NovelToon NovelToon
Terpaksa Menjebaknya Karena Cinta

Terpaksa Menjebaknya Karena Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Cengzz

"Aku nggak punya pilihan lain." ucap adel
"Jadi kamu memang sengaja menjebakku?" tanya bima dengan nada meninggi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cengzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

14

"Aduh, tangan gue pegel banget, sih," keluh Bastian sambil meregangkan lengannya.

Bima tertawa kecil. "Makanya, jangan kebanyakan gaya dulu kalau smash belum sempurna."

Bastian mendelik sinis kearahnya. "Sok jago Lo nyet! Baru menang sekali aja, koar-koarnya kayak orang habis juara dunia." Katanya membuat bima terkekeh sembari memegang perutnya.

Namun, obrolan santai mereka buyar ketika suara lantang menggema dari kejauhan.

"Bagus! Bagus! Ternyata lagi di sini ya! Katanya tadi mau beli nasi uduk. Mana nasi uduknya? Kok malah mampir ke rumah orang?!" Ucap Adel dengan nada menyindir sambil bertepuk tangan.

Bima refleks menoleh, mendapati Adel berdiri dengan tangan di pinggang, wajahnya cemberut penuh kekesalan. Gadis itu tampak jelas tidak senang.

"Del kamu kok bisa disini?" Tanya bima heran,

"Gak perlu tau! Dasar ayah pembohong!" Ketus Adel mengeraskan rahangnya.

Bastian melirik Bima dengan ekspresi geli. "Wah, ketahuan bohong, nih."

Bima menatap tajam sahabatnya. Ia menghela napas pelan. "Adel, jangan marah dulu, dong. Ayah tadi niatnya beneran mau beli nasi uduk, terus gak sengaja kepikiran buat mampir sebentar ke rumah om Bastian."

"Sebentar? Ayah tahu gak, aku udah siap-siap! Udah pakai sepatu, udah ambil tas! Eh, malah ditinggal!" Adel mendengus kesal. Mengingat bima yang meninggalkannya. "Aku telponin juga gak ngangkat-ngangkat! Bikin kesel aja ishhh!"

Bima nyengir sambil menggaruk tengkuknya. "Ayah tadi gak bawa hp del. Maaf, ya. Ayah gak maksud ninggalin kamu gitu." Kata bima jujur, Adel berdecak pelan. Ada saja alasan ayahnya ini.

"Tapi tetap aja ninggalin ayah!" Adel melipat tangan di dada, wajahnya masih merajuk.

Bastian hanya tersenyum melihat interaksi mereka, menikmati bagaimana gadis itu benar-benar peduli pada Bima. Sementara itu, Bima mencoba menenangkan Adel, meski jelas gadis itu butuh waktu lebih untuk memaafkannya.

"Ayah nyari janda kan? Ngaku gak?" Tanya Adel mencubit perutnya.

"Gak del! Ayah gak nyari siapa-siapa, orang dari tadi main raket sama om Bastian!" Jujur bima, meringis pelan.

"Bohong del! Jangan percaya. Ayah kamu tadi ngajakin om buat nyari janda cantik dikomplek ini." Kompor Bastian menahan tawa.

"Lo jangan kompor ya, bas. kalo ngomong jangan fitnah!" Kesal bima lalu menatap Adel yang memasang raut wajah marah dengan tatapan tajam, siap menerkamnya disini juga.

"Om gak bohong del! Ayah kamu katanya mau nyari ibu baru buat kamu! Ahahahaha!" Bastian tak kuat menahan tawanya.

"Del jangan percaya. Ayah g-"

"Mana jandanya? Biar aku pukulin sama ayah-ayahnya juga pake kayu!" Potong Adel mengancam, cemburu buta.

"It-"

"Didepan rumah om del! Ayah kamu mau ngajak mampir kesana tadi, cuman omnya nolak! Ga enak sama kamu!" Potong Bastian mengompori. Bima mengumpat dalam hati, setiap ia ingin menjelaskan selalu dipotong-potong oleh dua orang ini.

"Bener?" Tanya Adel dingin.

"Gak!" Bima mencoba terlihat tenang.

"Jujur!" Bentak Adel tiba-tiba emosi dengan satu kepalan tangan yang mengacung didepan wajahnya.

"Bim makan dulu yuk! Gue laper nih!" Ajak Bastian, mengalihkan pembicaraan tak enak dengan suasana disini yang mendadak tegang.

"Ayo bas! Mau makan dimana?" Tanya bima merangkul pundak Bastian. Ia tak mau terus-terusan berdebat dengan anaknya yang sangat posesif seperti seorang istri yang mencurigai suaminya.

"Kenapa ditinggalin!!" Teriak Adel menyusul bima, menghentakkan higheelsnya ke lantai.

"Del kamu tunggu disini aja!" Pinta Bastian melihat Adel yang bergelayut manja dilengan ayahnya.

"Gak mau! Aku mau ikut makan juga! Laper! Sekalian ngusir-ngusir janda yang nemepelin! Ayah!" Kata Adel menyandarkan kepalanya dibahu bima.

"Bim! Keknya Adel lagi cemburu deh!" Bisik Bastian pelan. Bima menoleh sekilas. Tak menanggapi bisikan sahabatnya yang menurutnya sangat melantur dipagi hari ini.

"Kita beli makan apa yah?" Tanya Adel lembut.

"Beli apa Bas?"

"Lah kok nanya gue!"

"Lah lu yang ngajak kocak!" Bima menjitak kepala sahabatnya itu, gemas.

"Apa ya?"

"Apa?" Tanya bima gregetan.

"Nasi kuning depan mau?" Tanya Bastian.

"Hayu aja gue mah!" Bima mengganguk antusias.

"Yah! Tadi aku bikin nasi kuning loh dirumah!" Celetuk Adel.

"Yang bener kamu del! Kenapa gak bilang sama ayah?" Tanya bima mengusap wajah anaknya itu pelan.

"Ishhh! Ayah gak usah gitu. Nanti makeup aku acak-acakan. Tadi aku mau ngomong sama ayah! Tapi ayahnya malah pergi duluan." Dengus Adel mencebikkan bibirnya.

"Owalah! Ya udah lah, mau gimana lagi del! Kalo balik kerumah keburu ayah kamunya mati!" Canda Bastian membuat bima terkekeh.

"Om gak usah nyumpahin ayah aku mati ya! Bercanda om gak lucu sumpah!" Protes Adel tak terima.

Tawa bima dan Bastian lenyap, kedua orang itu saling berpandangan. Menatap Adel sedemikian rupa dan tak menjawab apa-apa lagi. Sensitif sekali Adel ini, namanya juga candaan laki-laki. Pikir bima dan Bastian yang memang tidak baperan.

Bima memesan 3 nasi kuning. Pesanan datang, ketiga orang itu duduk dikursi, Adel disamping bima. Didepannya ada Bastian yang sedang mengunyah dengan nikmatnya.

"Kek orang kelaperan Lo Bas!" Ucap bima menyendokkan nasi pake kerupuk.

"Emang!" Sahut Bastian dengan pipi mengembung.

"Yah! Cobain punya aku geh! Enak loh!" Ucap Adel tiba-tiba, mengarahkan nasi kuning padanya menggunakan tangan. Ia memasang terbiasa makan pakai tangan. Tak gengsi dan tak pedulian, menurutnya makan pakai tangan lebih nikmat dan lebih mudah dicerna oleh tubuh.

"Apa bedanya del? Kan sama-sama nasi kuning? Kecuali nasi goreng! Baru beda!" Kata bima.

"Rasain dulu gih! Enak loh punya aku!" Titah Adel, bima membuka mulutnya. Dengan penuh semangat, ia menyuapi sang ayah yang sangat berarti didalam hidupnya. Ayah sekaligus laki-laki yang dicintai sebagai seorang pria dewasa.

"CK! Jadi nyamuk gue disini! Ngeliat Lo disuapin Bim!" Ucap Bastian iri dengki melihat pemandangan ini.

"Iri bilang om! Yah! Kasihan gak ada yang nyuapin!" Ejek Adel.

"Biasa! Orang iri kuburannya sempit!" Timpal bima.

"Orang pelit! Orang pelit! Bim! Bukan orang iri!" Bastian ngegas meralatnya.

"Nah itu dia maksud gue!" Kata bima nyengir. Bastian memutar bola matanya.

"Yah suapin Adel dong! Gantian!" Rengeknya manja.

"Buka mulutnya!" Titah bima.

Adel membuka mulutnya, dengan penuh kasih sayang, ia menyuapi anak angkatnya yang telah dianggap anak kandungnya sendiri. Ada rasa haru didalam hati bima, ia tak menyangka Adel sudah sebesar ini. Padahal dulu anaknya ini masih kecil sering menangis digendongannya.

"Mas romantis banget! Kalian lagi bucin ya?" Tanya penjual nasi kuning.

"Bukan/iya!" Kata Adel dan bima saling bertolak belakang.

"Hah?" Penjual melongo.

"Mereka anak sama ayah mang!" Sahut Bastian menjelaskan.

"Owalah! Anak dan ayah toh! Muda banget ya ayahnya. Kirain saya pasangan tadi. Soalnya romantis bener!" Kata Abang nasi kuning lalu melayani ibu-ibu komplek.

Bima terdiam seribu bahasa, mengingat ucapan mamang nasi kuning. sementara Adel tak menyahut apapun. Memilih lanjut mengunyah nasi kuning yang sangat nikmat, menggunggah seleranya.

"Om Bastian punya cewek?" Tanya Adel tiba-tiba.

"Kenapa nanya gitu? Kamu mau jadi cewek om?" Bastian bercanda.

Adel memutar bola matanya. "Nanya bukan berarti mau om. Aku serius nanya om punya cewek atau apa gitu?" Tanya Adel.

"Gak punya sih! Tapi kalo calon mah punya!" Kata Bastian.

"Siapa calon Lo bas? Kok gue gak tahu?" Tanya bima penasaran.

Bastian menyeka sudut bibirnya dengan tisu, "Sabrina!"

"Sabrina siapa?" Tanya Adel dan bima kompak.

"Sabrina evalina!" Kata Bastian.

"Ngaca om! Ngaca! Kak Sabrina mana mau sama modelan kayak om!" Ucap Adel ngegas.

"Kata gue mah sadar diri aja bas. Gue juga gak yakin kalo Sabrina mau sama Lo! Ya kali model nomor 1 doyannya sama Lo." Bima menimpuk tisu berusaha menyadarkan sahabatnya yang terlalu ngefans sama Sabrina.

"Ye! Jadi kawan kagak ngedukung amat dah!"

"Bukan kagak ngedukung somplak. Ini mah bukan apa-apa Bas. Sadar diri itu penting banget. Dia tuh ibaratnya langit! Kalo lu itu ibaratnya kerikil!" Kata bima yang mendapat tatapan tajam dari Bastian.

"Punya sahabat kayak monyet emang! Dukung kagak. Ngehina iya!" Gerutu Bastian pelan yang tak bisa didengar bima dan Adel.

"Kalo ngefans ngefans aja om, tapi kalo buat milikin kak Sabrina, jangan deh. Pasti om bakalan ditolak sebelum ngelamar!" Kata Adel.

"Bener tuh bas, banyak orang-orang yang ditolak sama dia. Apalagi pak Alex, udah berapa puluh kali ditolak sama dia, padahal kurang apa? Dia terkenal pengusaha hebat diatas gue! Kaya, ganteng lagi! Tapi masih ditolak! Apalagi sekelas Lo bas. Mungkin di siram pake Aer comberan kali!" Timpal bima nyengir. Adel ngakak mendengarnya.

"Gimana ya cara dapetin dia? Gue pengen banget dapetin Sabrina. Seandainya gue bisa dapetin dia, demi apapun bakal gue kurung dikamar, gak bolehin keluar. Takutnya kecantol cowok lain!" Bastian berandai-andai.

"Selera dia bukan Lo bas! Dia kan pernah ngomong tuh di kontennya. Katanya dia suka sama satu cowok doang. Tapi gak dispill siapa cowoknya!" Jelas bima yang pernah menonton video Sabrina.

"Mungkin aja gue!" Sahut Bastian PD.

"Ngimpi jangan ketinggian om! Kalo jatoh ketindih hantu nanti!" Kata Adel.

"Kebanyakan halu dia del! Biasalah efek kelamaan jomblo, bujang lapuk!" Ejek bima,

'monyet!' umpat bastian dalam hati.

"Eh, om besok kak Sabrina Dateng kesekolah aku loh!" Ucap Adel tiba-tiba membuat bima dan Bastian menoleh.

"Serius del? Kamu gak bohongin om kan?" Tanya Bastian hampir menendang gerobak nasi kuning.

"Serius om!" Kata Adel,

Bastian heboh sendiri, mengangkat kedua tangannya sambil mengucap yes yes.

"Ngapain Sabrina kesekolah kamu del?" Tanya bima penasaran.

"Gak tau yah! Aku cuman denger info digrup doang!" Balasnya mengedikkan bahunya.

"Emang kenapa kalo kak Sabrina Dateng kesekolah aku?" Tanya adel mengerutkan alisnya.

"Om bakal kesana besok! Ambil cuti!" Kata Bastian semangat.

"Ayah mau kesana juga?" Tanya Adel.

"Boleh! Ayah juga penasaran!" Balasnya.

"Gak kerja gitu?" Tanya Adel bingung.

"Kerja mah gampang! Habis itu juga langsung otw kesana del!" Kata Bastian dengan raut wajah berseri-seri.

"Besok ya Bim! Kita bareng oke kawan?" Lanjut Bastian mengulurkan tangannya.

"Oke bro! Kita sepakat!" Bima menjabat tangannya.

"Del jam berapa Sabrina Dateng?" Tanya Bastian.

"Jam 7 om!"

"Yes! Yes!" Pekik Bastian berjingkrak kegirangan, yang mendapat tatapan heran dari para pembeli.

*

*

Besok paginya, bima, Adel dan Bastian telah siap. Ingin menghadiri dan menonton acara yang dibawakan Sabrina disekolah. Sedari tadi Bastian tidak bisa diam, pria itu terus mengunggah postingan foto sebelum keberangkatan ke sekolah dengan caption, 'pengen ketemu idola sekaligus calon bini'

"Yuk, kita berangkat sekarang." Ajak bima yang diangguki kedua orang itu.

Mereka bertiga pun keluar rumah dan masuk ke dalam mobil. Sepanjang perjalanan, Adel hanya diam, sesekali mencuri pandang ke arah Bima yang fokus menyetir.

"Gila Bim! Gue bisa ketemu Sabrina hari ini! Aaaaaa!" Pekik Bastian heboh sendiri.

"Lebay banget sih Lo jadi orang!" Ketus bima.

"Buruan sih Bim! Lelet banget nyetir mobilnya. Keburu acaranya kelar!" Kata Bastian tak sabaran.

"Macet om! Macet! Kalo pengen cepet naik helikopter aja Sono!" Adel sewot sendiri.

Setelah beberapa menit berkendara, mereka akhirnya tiba di sekolah. Parkiran sudah mulai dipenuhi oleh mobil-mobil lainnya.

"Yuk lah! Pasti rame nih! Gue pengen duduk paling depan!" Kata Bastian menarik tangan bima.

"Om jangan pegang-pegang tangan ayah aku ya!" Adel menepis tangan Bastian.

Bastian tak menyahut, ia melepaskan membiarkan Adel yang menggandeng mesra lengan ayahnya.

"Om bima! Om Bastian! Adel!" Teriak Novi dan Sinta menghampiri mereka.

"Eh, kalian!" Kompak bima dan Bastian tersenyum.

Keduanya tersenyum dan menyeimbangkan langkah kakinya dengan mereka.

"Del! Sabrina ada dimana? Om penasaran nih pengen buru-buru ketemu!" Celetuk Bastian mengebu-gebu.

"Ada di lapangan om!" Kata Sinta.

"Serius! Arghhh! Yuk lah! Gue pengen cepet-cepet nih!" Bastian mempercepat langkahnya.

"Woi tungguin Napa!" Sahut bima kesal.

Mereka berlima berjalan menuju tempat acara. Hati Adel semakin berdebar, bukan hanya karena antusiasme menonton acara Sabrina, tetapi juga karena ia harus menghadapi kenyataan bahwa cinta dalam hatinya mungkin tak akan pernah berbalas.

Disana benar-benar ramai, dari kalangan siswa, siswi, pebisnis, orang elite, influencer, selebriti, selebgram, beberapa model, ada pejabat dan banyak lagi yang menghadiri acara tersebut. Mereka sampai rela meninggalkan pekerjaannya, demi ingin menonton Sabrina saja diacara tersebut.

"Bas! Ada Alex noh!" Tunjuk bima pada Alex yang ada diujung lapangan.

"Bodo amat! Gak peduli!" Katanya bodo amatan.

"Yah! Yah!" Panggil Adel menepuk-nepuk lengan bima.

"Apa del? HM?" Sahut bima menoleh.

"I-itu ada tuan Leon! Ada tuan Leon yah!"

"Mana? Mana tuan Leon?" Tanya Bastian, bima, Sinta dan Novi mengedarkan pandangannya, mencari sosok yang dimaksud.

"Itu dia! Ada disana!" Tunjuk Adel pada Leon yang sedang bersama satu laki-laki dan 4 perempuan mengenakan seragam sekolah sini.

"Lah iya!" Kata keempat orang itu setelah tahu.

"Kita samperin yuk Bim!" Ajak Bastian yang diangguki mereka.

Dengan penuh semangat, Kelima orang itu menghampiri Leon yang tengah berbincang-bincang sama satu laki-laki yang semakin lama, semakin dikerubungi banyaknya gadis-gadis sekolah.

"Tuan Leon!" Panggil mereka berlima yang kini tepat dibelakang Leon.

Sontak Leon, laki-laki itu dan beberapa wanita menoleh.

"Leon Lo dipanggil tuh!" Kata laki-laki itu.

"Iya dengan saya sendiri ada apa bima, Bastian?" Tanya Leon ramah menggulurkan tangannya, namun wajahnya dingin.

"Gak papa tuan! Oh iya, saya senang bisa bertemu dengan anda disini tuan!" Kata bima menjabat tangannya, diikuti oleh Bastian, Adel, Novi dan Sinta yang terus tersenyum sumringah. Senang bisa bertemu dengan Leon.

"Adel! Novi, Sinta!" Panggil seorang gadis.

"Eh Liana! Apa kabar?" Tanya Adel basa-basi.

"Baik!" Kata Liana ramah.

"Kak Leon itu kakak kamu kan?" Tanya Novi yang diangguki Liana.

"Eh, kamu siapa? Cowok baru disekolah ini ya? Ganteng banget!" Ucap Novi terpesona dengan laki-laki disamping Leon.

"Bukan dek! Saya temennya Leon!" Kata pria itu tersenyum.

"Wow! Senyumnya manis banget!" Pekik Novi dan Sinta terpana.

Pria itu terkekeh kecil.

"Kak jangan senyum-senyum Napa! Senyuman kamu itu terlalu manis tau! Bikin hati aku meleleh!" Kata Liana mengomelinya.

"Dek! Jangan ngatur-ngatur orang! Suka-suka dia, mau senyum atau apa! Gak ada masalahnya sama kamu!" Ketus Leon.

"Kakak mah gitu! Sebel! Sebel!" Liana cemberut.

Bima dan Bastian saling pandang, iri dengan laki-laki itu yang sangat tampan, bahkan ketampanan laki-laki itu melebihi mereka berdua dan siapapun disini. Tak ada yang bisa menandingi ketampanan dari laki-laki tersebut disini.

"Ka-"

"Kak! Kak!" Ucapan Bastian terpotong, ketika suara perempuan memanggil dan menghampiri laki-laki itu. Semua mata tertuju padanya, Bastian sampai heboh sendiri melihat wanita itu yang tak lain dan tak bukan. Sabrina, wanita itu terus tersenyum mendekatinya. Senyumnya seketika luntur, harapannya pupus, ternyata bukan dirinya yang disenyumin. Melainkan laki-laki itu.

"Sabrina! Apa kabar? Lama kita gak ketemu ya!" Ucap laki-laki itu tersenyum membuat hati Bastian panas.

"Baik kak! Apa kabar sama kamu, kak arhan?" Tanya Sabrina tersenyum sangat manis, semakin membuat Bastian iri. Ingin sekali ia berteriak-teriak dan mencaci maki arhan disini.

"Alhamdulillah baik, Sabrina." Arhan tersenyum manis.

"Kak plis deh gak usah senyum-senyum sama cewek lain!" Kata Liana mulai cemburu.

"Emang salah ya? Suka-suka dia dong mau senyumin siapapun! Gak ada urusannya sama kamu!" Ketus Sabrina mulai sewot. Mereka semakin heran, terutama Bastian.

Liana menggerutu dalam hati.

"Dek jangan ngatur-ngatur orang lain! Kak arhan gak suka diatur sama siapapun!" Kata Leon menegurnya. Liana cemberut

"Sabrina boleh kita kenalan?" Tanya Bastian tiba-tiba, berharap.

"Boleh!"

"Bastian!"

"Sabrina!"

"Saya sudah lama ngefans sama kamu Sabrina! Boleh kita foto-foto sebentar?" Tanya Bastian dengan raut wajah berseri-seri.

"Maaf, saya gak bisa foto-foto sama anda pak Bastian!" Tolak Sabrina halus.

Pftttt!

"Bapak gak tuh! Tua banget Lo bas!" Kata bima menahan tawa.

Bastian mendelik judes kearahnya lalu menatap Sabrina. "Sabrina, panggil mas aja ya, saya masih muda kok, belum tua-tua amat!"

"Pak aja, biar lebih sopan!" Kata Sabrina, Bastian menghela nafas berat, mencoba untuk tidak mempermasalahkan sebuah panggilan.

"Sabrina boleh kita foto-foto sebentar?" Tanya arhan tersenyum.

"Ayo kak! Mau dimana foto-fotonya?" Sabrina mengganguk cepat.

"Kamu mau dimana emangnya? HM?" Tanya arhan lembut sambil tersenyum.

Sabrina mengedarkan pandangannya. "Disitu aja kak!" Tunjuk Sabrina kearah pepohonan rindang, disamping kanannya ada kolam ikan yang membuat tempat itu asri dan estetik.

"Yuk! Sabrina!" Ajak arhan tersenyum, Sabrina mengganguk lalu keduanya berjalan kesana, berfoto-foto dengan berbagai pose. Gerak-gerik mereka tak luput dari perhatian Alex, Bastian, bima, Liana, Leon dan mereka semua yang ada disini. Termasuk sandi yang ada ditengah lapangan.

"Monyet! Giliran gue aja ditolak! Giliran si arhan-arhan Burhan itu diladenin!" Gerutu Bastian yang terdengar ditelinga Leon.

"Jangan pernah mengumpat tentang dia, Bastian! Atau aku habisi kamu disini!" Ancam Leon tak terima.

"Maaf tuan!" Bastian mengatupkan kedua tangannya, mulai bertanya-tanya dalam hati. Mengapa Leon sangat membela arhan, begitupun dengan yang lain. Mempertanyakan siapa arhan dalam hati.

"Acara akan segera dimulai! Teruntuk mbak Sabrina evalina! Silahkan maju keatas panggung, tolong kasih jalan untuk mbak Sabrina, para hadirin!" Kata mc acara.

Sabrina

Dengan langkah anggun, Sabrina menaiki panggung, gaun biru muda panjang yang ia kenakan melambai lembut mengikuti setiap gerakannya. Warnanya yang elegan memancarkan ketenangan, seolah berpadu sempurna dengan aura percaya diri yang ia bawa. Sepasang high heels yang ia kenakan menambah kesan elegan pada penampilannya, membuat setiap langkahnya terasa ringan namun berwibawa. Cahaya panggung menyorot wajahnya yang penuh pesona, membuat setiap mata yang memandang tak bisa mengalihkan perhatian. Suasana hening sejenak, hanya ada decak kagum dan bisikan pelan di antara para penonton. Hari ini, Sabrina bukan sekadar pembawa acara, ia adalah pusat perhatian, mencuri hati setiap orang yang menyaksikan.

"Cantik banget tuh cewek. Sayangnya gak bisa dimiliki!" Ucap Bastian duduk disebelah bima, mengarahkan kameranya kearah Sabrina yang tengah menjelaskan.

"Terlalu cantik bas. Tapi ya gitu, saingannya banyak banget!" Kata bima menimpali.

"Lebih cantikan aku apa kak Sabrina ayah?" Tanya Adel serius.

"Mulai! Mulai! Lagi ngomongin apa juga, tiba-tiba banget ke kamu!" Bima jengah, mengahadapi setiap pertanyaan Adel yang selalu membandingkan antara dirinya dengan wanita lain.

"Sisa jawab yah!"

"Kalo menurut om Cantikan Sabrina del!" Ucap Bastian, memotret Sabrina.

"Gak nanya om sumpah!" Ketus Adel,

"Jawab yah! Cantikan Adel apa kak Sabrina?"

"Kalo masalah cantik sih, jelas cantikan Sabrina, tapi kamu juga cantik del. Gini deh, cantik itu relatif! Tapi kalo Sabrina itu mutlak!"

"Oke!" Kata Adel mengganguk dengan raut wajah dingin, tak mau menanyakan apapun lagi pada bima. Hatinya begitu sakit jika bima memuji wanita lain saat dihadapannya. Ia berharap bima memujinya dan menyanjungkannya, namun harapan seperti biasa, selalu saja tidak sesuai dengan ekspektasi.

"Cukup sampai sini, apa ada pertanyaan?" Tanya Sabrina setelah menjelaskan.

"Ayo ada yang ingin bertanya-tanya?" Kata mc acara.

"Saya! Saya! Saya mau bertanya kak!" Pekik para siswa laki-laki dengan begitu semangat.

"Satu-satu ya dek!" Titah Sabrina ramah.

"Satu-satunya dihati kakak dong!" Teriak sandi.

"Huuuuu!" Semua orang mulai menyoraki sandi, namun sandi tak peduli.

"Saya alihkan ya, ada yang ingin bertanya lagi?" Tanya Sabrina menggunakan mic sambil mengedar-ngedarkan pandangannya kepada penonton.

"Saya! Saya!" Bastian berdiri sambil mengangkat tangannya tinggi-tinggi.

"Iya silahkan! Pak!" Kata Sabrina ramah.

Bastian menggengam mic yang diberikan panitia. "Sebelumnya, perkenalkan nama saya Bastian. Saya ingin bertanya serius, gimana caranya milikin kamu?" Tanya Bastian mulai ngelantur.

"Huuuuu! Nanya apaan sih Lo oon!" Bima menginjak kaki Bastian.

"Mohon maaf apa anda bisa serius dalam bertanya pak Bastian?" Tanya sang mc acara.

"Tunggu! Saya ingin menjawabnya!" Kata Sabrina mencegah.

Bastian kesenangan bukan main. Hatinya tampak berbunga-bunga.

"Untuk milikin saya ya pak?" Tanya Sabrina mengulangi.

"Iya! Iya!" Bukan Bastian saja yang menyahut, namun semua laki-laki disini kecuali arhan dan Leon.

"Teruntuk itu mohon maaf, saya gak bisa dimilikin oleh siapapun, kecuali!" Sabrina menjeda ucapannya. Matanya mengedar-ngedar, mencari arhan.

"Kecuali siapa?" Tanya para hadirin mulai heboh.

"Kecuali dia!" Tunjuk Sabrina para arhan, semua mata mulai tertuju padanya.

"Saya?" Tunjuk arhan pada dirinya sendiri sambil tersenyum manis.

"Yes! Kamu tampan!" Kata Sabrina tersenyum manis.

"Huuuuu! Huuuu!" Para hadirin mulai heboh. Ada yang kesal, baper dan mulai tersaingi dengan arhan. Para laki-laki mulai tak terimaan.

"Huuuu! Monyetlah!" Sorak Bastian hampir membanting kursi.

"Sabar bas! Sabar!" Bima menenangkan sahabatnya itu.

"Ya kasihan banget! Nasib-nasib!" Ejek Adel ngakak.

"Teruntuk anda!" Tunjuk sang mc acara pada arhan.

"Saya?" Tanya arhan tersenyum yang diangguki mc acara.

"Silahkan berdiri!" Titah mc acara.

Arhan berdiri, "habis berdiri ngapain lagi pak?" Tanya arhan tersenyum sambil berteriak.

"Perkenalkan nama kamu," titah Sabrina lewat mic.

"Sebelumnya, perkenalkan nama saya arhan putra Pratama!" Kata arhan sambil tersenyum menggengam mic.

Para siswi, guru-guru dan beberapa cewek-cewek dari kalangan atas yang menghadiri heboh, terpana dengan ketampanannya.

"Ganteng banget gila!" Pekik para siswi histeris.

"Makasih saya emang ganteng! Banyak yang bilang!" Kata arhan tersenyum.

"Pede banget Lo jadi orang bangke!" Gerutu Bastian menonjok bima pelan.

"Sakit pea!" Bima membalas menonjok Bastian.

"Silahkan maju teruntuk anda, mas arhan!" Titah Sabrina.

"Anying! Anying! Giliran dia dipanggil mas! Giliran gue dipanggil pak!" Protes Bastian. Kesal.

"Seriusan saya maju kedepan? Buat apa mbak Sabrina?" Tanya arhan tersenyum.

"Woi! Jangan senyum-senyum, nanti disangka orang gila!" Kata Alex berteriak, beberapa orang ikut menimpali.

Sabrina mengepalkan satu tangannya diatas panggung. Wajahnya tampak marah, tak terima dengan mereka yang mengatai arhan, mulutnya terbuka hendak mengatakan sesuatu, namun terpotong oleh Leon yang mengambil mic arhan, menghadap mereka semua dengan wajah dinginnya.

"Jangan pernah menghina dia. Atau saya akan bertindak tegas untuk melawan kalian semua disini!" Tegas Leon membuat mereka semua terdiam saling berpandangan.

"Jika kalian menghina dia sekali lagi saja, siap-siap saya akan memberikan konsekuensinya pada kalian yang menghina! Camkan itu!" Lanjut Leon menegaskan. Orang-orang mulai terdiam dan saling bertanya-tanya satu sama lain.

"Kenapa tuan Leon ngebela si Burhan dah!" Ucap Bastian heran.

"Gak tau gue juga! Bas!" Kata bima.

"Kan temennya, ya wajar aja dong!" Sahut Adel.

"Mohon maaf mbak Sabrina! Kenapa arhan harus disuruh maju? Apa dia tidak bisa disini saja?" Tanya seorang laki-laki mengangkat tangannya.

"Tuan Adrian! Ini kemauan saya sendiri!" Kata Sabrina pada Adrian (ayahnya arhan)

"Apa tidak bisa disini saja mbak Sabrina?" Tanya asistennya (Fahri)

"Tidak!" Sabrina menggeleng.

"Tuan Adrian! Apa anda ingin maju juga bersama saya?" Tanya arhan tersenyum, mencoba untuk tetap tenang, walaupun dalam hati ia kaget melihat kedatangan Adrian disini.

"Saya akan maju! Arhan!" Kata Adrian dingin, mencoba untuk profesional disini.

"Oke, silahkan teruntuk tuan Adrian dan arhan! Maju kedepan!" Titah mc acara.

Dengan langkah gagah dan penuh wibawa, Adrian dan Arhan maju ke atas panggung. Karisma keduanya begitu kuat, memancarkan aura kekuatan dan ketenangan yang sulit diabaikan. Setelan mereka yang rapi semakin menegaskan ketampanan yang sudah tak terbantahkan. Cahaya panggung memantulkan sorotan sempurna pada wajah mereka, membuat setiap gerakan terasa berkelas dan penuh percaya diri.

Sorak sorai dan bisikan kagum mulai terdengar, terutama dari para wanita yang tak mampu menyembunyikan histeris mereka. Beberapa bahkan saling berbisik, memuji ketampanan yang begitu memikat di hadapan mereka. Adrian dan Arhan tetap melangkah dengan tenang, tanpa terganggu oleh perhatian yang tertuju pada mereka. Hari ini, mereka bukan hanya hadir sebagai sosok berpengaruh, mereka adalah pusat daya tarik yang sulit diabaikan.

Arhan berdiri tegak, mencoba untuk profesional dihadapan Adrian, ayah kandungnya yang selalu jahat kepadanya.

Arhan dan Adrian saling berhadapan di atas panggung, menjaga ekspresi mereka tetap tenang dan profesional. Dengan suara tegas, Arhan mulai bertanya, mengikuti permintaan yang sebelumnya disampaikan oleh Sabrina. Adrian menatapnya tajam sebelum akhirnya menjawab, suaranya dingin namun tetap jelas. Percakapan mereka berlangsung formal, penuh ketegangan yang terselubung di balik kata-kata yang tertata rapi. Meski ada ketidaksukaan di mata Adrian, Arhan tetap fokus, memastikan setiap pertanyaan dan penjelasan berjalan sesuai permintaan Sabrina. Ini bukan sekadar dialog biasa, ini adalah pertemuan dua sosok yang terikat oleh darah, namun terpisah oleh luka yang belum sembuh.

"Kok mereka berdua mirip banget ya, bas?" Tanya bima setelah memerhatikan wajah arhan dan Adrian.

Bastian menoleh. "Lah, gue kira gue doang yang ngerasa gitu Bim!"

Bima memandang kedepan, matanya memicing, seolah menyakinkan bahwa dirinya tak salah melihat.

"Tapi emang mirip sih yah! Apa jangan-jangan mereka itu kembaran?" Tanya Adel.

"Entahlah! Mana ada kembaran beda umur! Jangan ngelantur kamu del!" Kata bima.

"Cukup sampai sini, Ada yang ingin ditanyakan?" Tanya Adrian setelah menjelaskan.

Salah satu wanita mengangkat tangannya, Adrian menunjuk. Wanita itu menggengam mic, memperkenalkan diri.

"Mohon maaf kalo pertanyaan saya kurang berkenan! Tuan Adrian! Tapi saya ingin bertanya apakah boleh?" Tanyanya.

"Silahkan dek!" Kata Adrian ramah.

"Kenapa kalian berdua mirip?"

1
kalea rizuky
lanjut nanti Q kasih hadiah
kalea rizuky
pergi aja del kayaknya alex keluarga mu
Rana Syifa
/Heart/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!