Jika sebelumnya kisah tentang orang miskin tiba-tiba berubah menjadi kaya raya hanyalah dongeng semata buat Anna, kali ini tidak. Anna hidup bersama nenek nya di sebuah desa di pinggir kota kecil. Hidupnya yang tenang berubah drastis saat sebuah mobil mewah tiba-tiba muncul di halaman rumahnya. Rahasia masa lalu terbuka, membawa Anna pada dunia kekuasaan, warisan, dan cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichi Gusti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Anak Baru Jangan Sok!
“Lo jadi bad mood sejak ketemu sama si Boss!” Tony membuka percakapan setelah mereka melakukan pemesanan. Tadi ia berencana mengajak Anna makan di salah satu resto fancy di WG Mall itu, namun Anna menolak. Gadis itu lebih memilih tempat makan low budget. Biar hemat, ungkap nya.
Anna menopang dagu dengan tangan kirinya sementara jari tangan kanannya mengetuk-ketuk meja. Pandangan nya dilepaskan ke dinding kaca besar yang menampilkan pemandangan kota malam hari. “Biasa aja!” ucapnya ketus.
Hhhh.
Tony menghela napas, melakukan gestur yang sama dengan Anna yang duduk di depan nya. Biasa aja? Lo lagi pakai perasaan Ann! Ish! Kenapa saingan gue mesti pria itu, sih! gerutu nya dalam hati sambil matanya menikmati kerlip lampu jalan dan lampu kendaraan yang lalu lalang. Ingin rasanya ia mengatakan kepada Anna agar gadis itu jangan sampai berharap kepada sang Direktur Utama, karena level mereka sangat jauh berbeda. Namun hal itu pasti akan menyakiti perasaan Anna.
Tony nyadar kayaknya gue kebawa pikiran gara-gara kedatangan Pak William! ucap Anna dalam hati, sementara pandangan nya jauh ke lanskap kota. Bagaimana Anna tidak kepikiran. Setelah pertemuan terakhirnya dengan Adi Wijaya yang mengaku sebagai kakeknya, tentu saja pikiran Anna menjadi tidak tenang.
Sekarang ia seorang diri di dunia ini. Baru saja mendapat pekerjaan, malah bekerja di perusahaan milik orang tua dari ayahnya. Belum lagi, kemungkinan kematian sang ayah berhubungan dengan status sebagai pewaris kerajaan bisnis Wijaya Group.
Beberapa waktu belakangan ini Anna berusaha menyibukkan diri dengan pekerjaan sembari mempelajari seberapa besar perusahaan sang kakek, siapa-siapa saja yang mempunyai kepentingan dalam perebutan kekuasaan di WG. Itu sudah cukup membuatnya memiliki beban mental.
Pernyataan Adi Wijaya soal mengungkap statusnya atau pilih menjadi pasangan William makin membuat Anna pusing. Hanya satu minggu lagi. Anna harus memutuskan satu minggu lagi.
“Ton!” Anna tiba-tiba mengalihkan pandangan ke arah Tony.
“Ya?” Tony menangkap raut wajah Anna yang seperti sedang mendapat ilham setelah lama mereka termenung.
“Menurut lo, kalo gue ngundurin diri dari WG, gue bakalan dapat kerjaan lebih baik ga ya?”
Bola mata Tony membulat. “Maksud, Lo?” Tony tidak yakin akan pertanyaan Anna yang baru saja ia dengar.
Anna mengangkat bahu, lalu memperbaiki letak kacamata nya.
“Ahh! Ada-ada aja lo Ann!” Tony mengibas tangan. “Mana ada pekerjaan lebih baik dibanding menjadi karyawan Wijaya Group!” Tony mulai khawatir. Masa hanya karena ditaksir sama bos, Anna jadi mau ngundurin diri? Tony tidak berani bertanya langsung.
Anna terdiam, lalu bayangan nenek muncul di pikirannya. Wasiat Badriah, agar ia mendatangi Adi Wijaya agar orang-orang yang menyebabkan kematian kedua orang tuanya mendapat balasan membuat semangat Anna mau tak mau, suka tidak suka harus bertahan di Wijaya Group. Anna merinding mengingat betapa besarnya perusahaan itu.
Merasakan desakan karena kandung kemih yang penuh, Anna berdiri dari tempat duduk. “Gue ke kamar mandi bentar!” ucap Anna ke arah Tony. “Oh,ya. Ton. Gue hanya becanda. Ya kali gue bakalan resign dari WG. Gue ga se-baper dan se-bodoh itu!” Anna pun berlalu.
Sesampai di dalam toilet wanita yang besar itu, terlihat beberapa orang sedang mengerubungi seorang gadis. Gadis cantik berambut curly sebahu tampak terdesak hingga ke dinding. Tiga orang yang mengerubungi gadis itu hanya terlihat bagian belakangnya saja.
Anna melepas nafas, memilih untuk menuju bilik toilet yang terbuka karena tidak ingin ikut campur urusan pembullyan. Paling juga teman-teman nya sendiri, pikir Anna menyelesaikan hajatnya.
“Gue beneran tidak mau goda pacar elo, kak!” suara gadis yang tersudut itu seperti membela diri. Tidak terdengar seperti takut. Mungkin hanya kalah jumlah, pikir Anna.
“Bacot, lo! Gue liat sendiri lo senyum ke pacar gue!” Anna seperti mengenal suara itu.
“Yah, itu kan hanya ramah tamah biasa, kak! Masa orang senyum ke gue lalu gue balas cibiran!”
“Bacot!”
Anna keluar dari toilet dan melihat ternyata Risha and the gank lah yang sedang menyudutkan gadis itu. Tangan Risha tampak menggantung di udara. Seperti tamparan yang tertahan karena Anna tiba-tiba keluar dari bilik toilet. Semua tatapan mata mengarah kepadanya.
Anna membuka keran wastafel lalu mencuci tangan nya “Ga di kantor, ga di tempat umum, kelakuan nya sama saja!” gumam Anna dengan suara kecil, namun pasti dapat didengar oleh semua orang yang ada di toilet itu.
Risha menggeram. Dengan langkah menghentak ia menghampiri Anna. “Lo ngomong apa barusan?!” Risha menarik bahu Anna, menghadap ke arahnya. “Oh, ternyata elo! Jadi anak baru aja belagu. Anak baru jangan sok!”
Anna menepis tangan Risha dari bahunya. Sebenarnya beberapa hari ini keadaan di kantor sudah mulai kondusif. Karena kesibukan, para senior itu tidak lagi membully Anna. “Maaf mbak Risha. Aku keceplosan.” Anna menutup mulutnya dan membesarkan bola mata pura-pura merasa bersalah.
Risha makin naik pitam. “Mau gue gampar juga, Lo?” ia tampak mengangkat tangan.
“Gampar aja, Mbak!” Anna malah menyodorkan pipinya. Ia yakin Risha tidak seberani itu. Senior nya itu hanya berani ketika ada Sherly.
Risha menggigit bibir ragu. Ia sebenarnya tidak mau berurusan dengan teman sekantor. Apalagi, akhir-akhir ini beredar rumor kedekatan Anna dengan Direktur Utama. “Ck!” Risha menghentak kaki, “Ayo pergi gaes!” seru Risha ke arah dua temannya.
“Lo! Jangan sampai ketemu lagi dan goda cowok gue lagi lain kali!” tunjuk Risha kepada gadis itu sebelum berlalu bersama dua orang temannya.
Blam!
Terdengar pintu masuk dihempas.
“Terimakasih, kak!” ucap gadis cantik yang tadi di bully, mendekat ke arah Anna.
Postur yang ramping, kulit yang putih, wajah mulus terawat ditambah semerbak wangi yang menguar menggoda indra penciuman. Tentu saja laki-laki mudah tertarik dengan gadis ini, pikir Anna.
“Ah. Ga perlu berterima kasih,” jawab Anna. “Kamu juga kayak ga takut sama mereka. Paling karena mereka main keroyokan aja, kan?”
Gadis itu mengangguk. “Kenalin, Bella.” Sang gadis mengulurkan tangan yang tampak terawat dengan jari-jari panjang lentik dan kuku palsu berkelas.
“Anna!” Anna pun menyambut uluran tangan itu, lalu mereka berpisah di depan toilet menuju tempat masing-masing.
Makanan sudah terhidang saat Anna sampai di meja. “Lo nungguin gue?” sapa Anna saat hidangan di depan Tony tampak belum disentuh.
“Lama amat lo!” Tony tak menjawab malah menggerutu.
“Sorry! Tadi ketemu Risha and the gank di toilet.” Anna duduk bersiap menyantap makanan nya.
“Lo gak diapa-apain, kan?” Tony juga mengambil sendok hendak menyuap makanan di depan nya.
Anna menggeleng. Satu suapan telah masuk ke dalam mulutnya. Ia mengunyah sebentar. “Mbak Risha bukan apa-apa kalo ga ada Mbak Sherly.”
Tony pun tersenyum sambil mengunyah makanan nya, lalu mengacung jempol. “Good!”