jadi laki laki harus bisa membuktikan kepada dirinya sendiri kalo ia bisa sukses, sekarang kamu harus buktikan kalo kamu gak mati tanpa dia, kamu gak gila tanpa dia, dan kamu gak kelaparan tanpa dia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jenos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14.
"Kamu kenapa ninggalin Alvin,Din ?"
Deg!
Dina langsung mati kutu, tapi sebisa mungkin bisa tetap santai.
"Ya gak apa, pengen ngasih hukuman aja sih bukan ninggalin." jawab Dina membuat tetangganya tersebut mangut-mangut.
"Eh... Dina datang kesini, darimana aja nih suamimu pahlawan banget kerja sambil ngurus anak." tiba-tiba Bu Neng datang menghampirinya saat melihat mereka ngobrol.
'Duh... Ini tetangga-tetangga repot amat sih ngurusin hidup orang.' ujar Dina dalam hati.
"Heh... Malah melamun."
"Eh gak kok Bu, saya gak mungkinlah ninggalin suami saya, itu saya cuma ngasih dia pelajaran biar dia sukses.
Dan benar saja begitu di kasih hukuman, tiba-tiba aja udah naik daun aja." ujar Dina dengan bangganya membuat tetangganya
mangut-mangut.
Dari kejauhan Alvin tampak menikmati perjalanan pulangnya, namun tiba-tiba ia menghentikan motornya saat melihat dari kejauhan banyak orang di depan rumahnya.
"Dina, ngapain lagi dia? Duh ... Bisa sampe besok ini urusan gak kelar-kelar gara- gara Dina."
'Kita gak usah pulang dulu ya Nak, susah ngomong sama Ibu kamu tuh kepala batu, gak ada gunanya.' ucap Alvin dalam hati lalu ia memutar motornya.
"Eh ... Eh itu si Alvin bukan kenapa malah pergi lagi?" ucap Bu Neng sambil menunjuk Alvin membuat Dina menoleh.
'Mas Alvin benar-benar sok jual mahal banget sekarang!' umpat Dina dalam hati.
Disisi lain Alvin melakukan perjalanan menuju rumah Burhan, rasanya itu adalah jalan yang terbaik.
"Duh ... gerimis kita cari tempat neduh dulu." gumam Alvin lalu ia menepikan motornya di sebuah cafe.
'Masuk dulu aja kali ya, beli kopi atau apa.' lanjutnya lalu ia masuk ke dalam.
"Mbak kopi satu." ucap Alvin yang dibalas anggukan oleh perempuan itu sekaligus matanya terus ke arah Guntur yang berada di gendongannya.
"Silahkan duduk aja dulu Mas, nanti saya antarkan." jawab pelayan itu.
Alvin melihat-lihat tempat duduk yang kosong karena hujan kafenya full.
"Kita disana aja dekat kaca." gumam Alvin
lalu berjalan menuju meja tersebut.
"Mbak maaf, boleh saya duduk disini."
ucap Alvin.
"Iya silahkan." jawab perempuan lalu mendongak, detik kemudian matanya melotot melihat itu adalah Alvin.
"Kamu."
"Mbak," sapa Alvin lalu ia duduk Berseberangan dengan Dita.
"Itu anak siapa?" tanya Dita melihat Guntur yang anteng di gendongan Alvin.
"Anak saya Mbak." jawab Alvin membuat Dita langsung menaikkan alisnya sebelah.
"Gimmick... Gak usah bohong bisa gak sih... saya serius ini." kesal Dita membuat Alvin ikutan heran.
"Saya gak bohong Mbak ini anak saya." jawab Alvin tidak kalah serius.
Deg!
"Eugh... Yah..." tiba-tiba Guntur kasak- kusuk minta di turunin dari gendongan Alvin.
"Mau kemana Nak? Ini gak di rumah sayang." ucap Alvin lalu ia mendirikan Guntur di pangkuannya.
Dita yang melihat itu bingung sekaligus senang, apalagi sekarang Guntur melihat ke arahnya.
"Boleh saya gendong?" tanya Dita membuat Alvin menoleh.
"Hah?"
"Saya mau gendong." lanjut Dita membuat Alvin mengangguk lalu ia berdiri
memindahkan Guntur ke pangkuan Dita.
"Hay..." ucap Dita mendirikan Guntur di pangkuannya membuat bayi itu tertawa.
"Nama kamu siapa? Aduh ... Pipi kamu gembul banget sayang." ucap Dita lalu mencium pipi Guntur dengan gemas.
"Namanya Guntur." jawab Alvin membuat
Dita menoleh.
"Guntur?"
"Hum..." dehem Alvin.
"Nama yang bagus, kamu juga ganteng banget Guntur ..." puji Dita dengan gregetnya.
"Iyalah bapaknya juga ganteng." timpal Alvin membuat Dita menoleh lalu menatap Alvin tajam.
"Saya gak bilang kamu ya." sewot Dita.
"Ya walaupun tetap saja saya merasa karena Guntur anak saya." lanjut Alvin membuat Dita menghela nafas panjang.
"Masa sih ini anak kamu? Sekarang usia Kamu sekarang berapa?" tanya Dita membuat Alvin melipat kedua tangannya.
"29 tahun."
"Hah?"
"29 tahun? Ngapain aja kamu kenapa baru daftar kuliah sekarang?" tanya Dita lagi penasaran.
"Kepo ya..." ledek Alvin membuat Dita melotot.
"Gak usah kegeeran!" kesal Dita membuat Alvin terkekeh.
"Saya nikah sama Dina kalo kamu ingat perempuan yang tadi itu istri saya!" terang Alvin.
Deg!
"Istri?"
"Iya, itu istri saya dan ini anak kami. Tapi karena saya hanya kuli bangunan dia ninggalin saya dan Guntur waktu itu masih
berumur 5 bulan." terang Alvin sambil
menyeruput kopinya yang baru saja diantarkan.
"Trus kalian cerai gitu? Dan Guntur dari 5 bulan kamu yang ngurusin?" lanjut Dita.
"Cerai sih belum, cuma saya sudah menggugatnya, capek di hina terus setiap hari." ujar Alvin membuat Dita terdiam.
"Kamu bisa ngurusin Alvin sendiri?" tanya
Dita memastikan.
"Gak
saya sendiri sih.... Kebetulan bos tempat saya kerja sekarang gak punya anak, jadinya dia selalu meminta Guntur untuk
dititipkan padanya saat saya kerja atau ke kampus." jawab Alvin membuat Dita mangut- mangut.
Tiba-tiba Guntur mengalungkan tangannya di leher Dita membuat Dita sedikit kaget.
"Maaf ya kayaknya Guntur ngantuk, kalo gak sini sama saya aja." ujar Alvin yang dibalas gelengan oleh Dita.
"Gak usah saya bisa kok." ucap Dita.
"Yakin?"
"Gak usah mulai ya." kesal Dita membuat Alvin terkekeh.
"Trus itu tadi istri kamu nyamperin itu ngapain?" tanya Dita lagi kali ini ia mulai berdiri untuk menimang-nimang Guntur.
"Yah ... Biasalah perempuan bagitu dia lihat saya punya kerjaan tetap dan bisa menghidupi Guntur sendirian, dia malah pengen balik lagi dengan alasan Guntur." ujar Alvin membuat Dita mangut-mangut.
"Gitu amat ya." gumam Dita yang dibalas anggukan oleh Alvin.
"Yah ... Begitulah saya sadar sekarang menikahi orang cantik dan kaya itu gak mudah, apalagi dengan kondisi saya yang seperti ini.
Saya juga bingung kenapa saya tidak berpikir kesana dari kemaren-kemaren." ujar Alvin yang dibalas anggukan Dita.
"Iya sih tapi saya mau lurusin aja sih ya ... Gak semua perempuan kayak gitu, mungkin istri kamu begitu ya biar jadi pelajaran buat kamu." ujar Dita membuat Alvin menaikkan alisnya sebelah.
"Masa?"
"Iyalah, saya buktinya gak gitu dengan kamu bilang semua perempuan begitu saya dong salah satunya." lanjut Dita sambil
menatap Alvin dengan sorot mata membunuh membuat Alvin terkekeh.
"Iya juga ya."
"Makanya kalo ngomong itu disaring."
kesal Dita.
"Emang kamu cantik dan kaya kan tadi saya bilang yang cantik dan kaya?" lanjut Alvin membuat Dita semakin kesal.
"Bisa gak jangan bikin emosi, ini anak kamu tidur. Namanya perempuan semuanya cantik urusan kaya ya ........ semua kaya kalo saya definisi kaya buat saya ya kaya hati." tegas Dita membuat Alvin tersenyum sambil mangut- mangut.
"Udah tidur ya?" tanya Dita yang dibalas anggukan oleh Alvin, Dita membenarkan tidurnya Guntur digendongannya.
Bayi itu menggeliat sekilas lalu kembali tidur membuat Dita tersenyum lalu ia mencium wajah Guntur dengan sayang.
"Mimpi indah ya sayang... Cepat besar jadi anak yang baik budi." gumam Dita membuat Alvin semakin tersenyum melihat keduanya.
'Banyak yang sayang sama kamu Nak.'