"Nala katakan pada bibi siapa ayahnya?" bagai disambar petir bagi Nala saat suara wanita paruh baya itu terdengar "maksud bibi apa?" tanya Nala dengan menenangkan hatinya yg bergemuruh "katakan pada bibi Nala !! siapa ayah bayi itu?" lagi - lagi bibi Wati bertanya dengan nada sedikit meninggi. "ini milikmu kan?" imbuhnya sambil memperlihatkan sebuah tespeck bergaris 2 merah yang menandakan hasil positif, Nala yang melihat tespeck itu membulatkan matanya kemudian menghela nafas. "iya bi itu milik Nala" ucapnya sambil menahan air mata dan suara sedikit bergetar menahan tangis "jala**!! tidak bibi sangka dirimu serendah itu Nala" jawab bi Wati dengan mata berlinang air mata "katakan padaku siapa ayah dari bayi itu?" tanya bi Wati sekali lagi. nala menghembuskan nafas berat kemudian bibirnya mulai terbuka "ayahnya adalah" baca kelanjutan ceritanya langsung ya teman - teman happy reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sukapena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Serupa tapi tak sama
"Hahahahh" suara gelak tawa terdengar dari mulut Devan seakan ucapan Gavin adalah sebuah lelucon "kau bercanda ?" tanya Devan pada Gavin dengan masih tertawa keras.
Gavin masih dengan diamnya dan wajah dinginnya "kau membuatku sangat terhibur Gav" ucap Devan sekali lagi, Gavin menghela nafasnya jengah kemudian melangkah menuju pintu kamar.
persetan dengan Devan percaya atau tidak dengan ucapannya dia sangat malas meladeni saudara kebaranya, ya lagi - lagi dia harus mengakui Devan adalah kembaranya sangat sial bukan.
"Gav tungguin gw" Gavin tidak menggubris ucapan Devan dan menutup pintu kamar dengan dentuman keras, Nala yanh sedang berada diujung anak tangga paling teratas mengelus dadanya yang sangat terkejut akibat suara dentuman pintu kamar ayah dari bayinya.
Nala melihat Gavin berjalan menghampirinya tepatnya dia ingin kebawa melewati anak tangga itu "tuan" sapaan Nala dibiarkanya begitu saja seakan tidak ada Nala disitu.
Nala melihat punggung lebar itu berjalan ke bawah dengan sangat cepat, Nala terheran dengan sikap Gavin sedetik dia baik padanya dan sedetik kemudian dia sangat cuek dan dingin padanya.
"biarkan saja macan sedang menstruasi itu pergi Nala" suara Devan sukses membuat Nala menolehkan kepala untuk melihatnya yang saat ini berjalan perlahan ke arahnya dengan tangan kiri ia masukkan kedalam saku celana jinsnya dan baju kemeja yang sedikit acak acakkan beserta rambut indahnya itu.
tak dipungkiri Devan dan Gavin memang sama - sama tampan hanya saja sifat mereka seperti langit dan bumi atau berbanding terbalik "Tuan devan" sapa Nala sopan pada Devan dan Devan mendekati Nala mengusap sayang kepala Nala, layaknyaknya seorang kakak pada adik peremouannya.
"halo Nona cengeng, kau sudah tumbuh dewasa sekarang" sapa Devan dengan sangat menyenangkan, dalam hati Nala merutuki takdirnya.
seandainya yang menghamilinya adalah tuan Devan mungkin itu akan sangat menyenangkan daripada ibu tiri atau kulkas 2 pintu itu, Nala menggelengkan kepalanya pelan karena terlalu ngawur untuk memikirkan suatu hal yang tidak pantas.
"tuan sampai jam berapa tadi ?" tanya Nala pada Devan "mungkin sekitar satu jam yang lalu, aku melihatmu hampir terjatuh di dapur tadi untung saja ada kembaranku disana menolongmu" jawab Devan sambil menyunggingkan senyum tampannya.
aaah pantas saja banyak wanita yang mendambakan Devan Danemdra Alvaro karena dia bukan sekedar tampan tetapi juga sangat hangat, sedari kecil Nala lebih dekat dengan Devan mereka sering bermain bersama dibandingkan dengan Gavin.
Devan sangat senang saat mamanya memberitahu dirinya bahwa Nala tinggal dirumah besar milik papanya menjadi adik perempuannya, namun dia sangat kecewa ketika omah Latisia tidak memperbolehkan mamanya untuk memasukkan Nala ke dalam kartu keluarganya dan hanya menganggap Nala sebagai hama bagi keluarganya.
"kau tumbuh dewasa dengan sangat cantik ya sekarang, lama sekali kita tidak berjumpa" lanjut Devan sekali lagi, tak bisa dipungkiri dirinya memang terpesona dengan Nala namun dia sadar Nala milik saudara kembarnya.
sebenarnya dia tidak bodoh untuk mencernah setiap bait kalimat yang Gavin ucapkan tadi di dalam kamar dengan dirinya, hanya saja dia tidak ingin Gavin terlalu mencemaskan hal itu karena dia sangat tau saat ini Gavin pasti memikirkan cara untuk mengatakan semuanya pada keluarganya.
"Terima kasih tuan, tetapi aku tidak secantik itu" jawab Nala dengan sopan "jangan merendah seperti itu, kau memang cantik" goda Devan sekali lagi dan mereka berdua tidak mengetahui ada sepasang mata yang melihat mereka dengan pandangan tidak suka.