***
Thantana sangat terkejut. Ketika tiba tiba sembilan batu yang berada di telapak tangan kanannya, satu persatu menerobos masuk ke dalam tubuhnya. Melalui lengannya, seperti cahaya menembus kaca dan terhenti ketika sudah berada di dalam tubuh Thantana.
Proses ini sungguh sangat menyakitkan baginya. Hingga, sambil menahan rasa sakit yang luar biasa, Thantana mengibas ibaskan lengan kanannya, sembari tangan satunya lagi mencoba menarik sisa sisa batu yang mesih melekat pada telapak tangannya itu. Namun, semakin ia menariknya, rasa sakit itu semakin menjadi jadi. Dan di titik batu ke sembilan yang menerobos masuk, pada akhirnya Thantana jatuh tak sadarkan diri kembali...?
**kita lanjut dari bab satu yuk...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sunardy Pemalang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEGADUHAN DI DALAM SEKTE CAHAYA
"Ini tidak mungkin..! Dan ini tidak boleh terjadi..! Bagaimana bisa seorang gadis kecil menjadi tetua sekte!" ucap seorang kakek tua dengan baju dan jubah ke unguan.
"Aku juga tidak sependapat dengan keputusan tetua agung, yang memilih gadis desa itu?" kata kakek tua lainnya yang berada di kursi paling ujung.
"Bagaimana dengan kalian berempat.. Apa sama dengan mereka?" kata kakek Ghanes, setelah beberapa saat, dari ke enam orang di hadapannya tidak ada yang berbicara.
Jadi, setelah tetua sekte cahaya atau kakek Ghanes itu berencana mewariskan kekuatan batu Navavarna miliknya terhadap Kaiya. Semua tetua, sekte dari kelas satu sampai enam memutuskan untuk membicarakan ini. Mereka tidak mau jika kakek Ghanes memutuskan hal besar ini secara gegabah, dan tidak bermusyawarah terlebih dahulu. Dan pada akhirnya ke enam guru tersebut, menghadap kakek Ghanes.
Musyawarah ini berlangsung di ruang lain di dalam gedung utama, bukan di ruang dimana sebelumnya di gunakan untuk menerima Thantana, serta Kaiya dan Radif. Mereka bertiga masih tetap berada di ruangannya, menunggu hasil keputusan dari musyawarah tersebut.
Sementara itu di luar gedung utama, murid murid dari kelas satu sampai enam mulai berdatangan dan berkumpul di halaman gedung. Mereka datang ke gedung utama tersebut, karena mendengar isu bahwa kakek Ghanes akan mewariskan kekuatan batunya terhadap seseorang yang tidak mereka kenal sebelumnya, dan bahkan terhadap seorang gadis desa.
Di antara mereka saling berbisik membicarakan siapa gadis itu dan saling mengutarakan pendapat mereka masing masing. Kebanyakan dari mereka cenderung tidak setuju, bahkan tidak mau jika tetua mereka adalah seorang gadis remaja berasal dari desa. Meski mereka sendiri juga banyak yang berasal dari desa dan tidak memiliki batu berkekuatan pada dirinya.
Gemuruh bisik bisik mereka pada akhirnya menjadi kegaduhan antara mereka sendiri. Sebab, ada salah satu pemuda yang berasal dari kota, mengucapkan kata hinaan terhadap pemuda yang berasal dari desa dan merendahkan derajat orang desa. Kata hinaan tersebut membuat pemuda pemudi yang berasal dari desa bereaksi membalas ucapan itu. Dan pada akhirnya...?
"Gedebakkk... gedebukkk... "
"Baaaakkkkkk... buuukkkggg... "
"Duarrrrrrrr..... "
Adu otot antara mereka pun terjadi. Mereka, antara yang berasal dari desa dan dari kota, saling tinju dan saling tendang, bahkan ada yang mulai menggunakan kekuatan cahayanya untuk memukul.
Fazwan serta Ekata dan Ishwar berada di antara pemuda pemudi kota. Bahkan Fazwan seolah di jadikan ketua oleh pemuda pemudi tersebut karena dia adalah anak dari panglima Rashaun.
"Hai... kalian semua anak kampung... Jika tidak ada aturan yang membolehkan anak desa belajar di sini... Kalian pikir, apa kalian pantas berada di sekte ini, hah! "Hahahaha... !" bentak Fazwan terhadap pemuda pemudi berasal dari desa yang sekarang menjadi satu kelompok, di iringi suara tawa dari pemuda pemudi asal kota.
Ucapan dari Fazwan ini semakin menyulut emosi pemuda pemudi dari desa itu. Hingga akhirnya perkelahian yang sesungguhnya pun terjadi.
Salah satu pemuda dari kampung yang berada satu tingkat dengan Fazwan di kelas enam, merangsek maju sembari melancarkan serangan dengan pukulan cahaya dari tangannya, menerjang ke arah Fazwan yang berdiri dengan lagak congkaknya.
"Wuuussss.... "
"Srebettttt... "
"Dassshhhh.... "
Satu serangan dari pemuda itu, dengan muda di tangkis oleh Fazwan. Kemudian Fazwan berbalik menyerang pemuda itu dengan pukulan beruntunnya. "Terima ini anak kampung!" teriak Fazwan, dan kemudian....?
"Wuussss... slapppp... "
"Srebettt.. srebettt... "
"Dugghhh... "
"Ugghhhh... ?"
Pemuda dari kampung itu, terkena salah satu pukulan cahaya dari Fazwan di perutnya. Untung saja ia sudah menggunakan perisai pelindung yang menyelimuti dirinya sebelum menyerang tadi, sehingga pukulan dari Fazwan tersebut hanya membuat dirinya terdorong kebelakang beberapa langkah, dan tidak membuat pemuda tersebut terluka.
"Hahahaha... hanya segitu saja kemampuanmu bocah kampung..cih!"
Kembali Fazwan mengucapkan kata kata provokasinya sembari di iringi tawanya yang penuh cemoohan.
Mendengar kata kata tersebut. Pemuda pemudi dari desa itu, pada akhirnya memutuskan untuk menyerang Fazwan dan teman temannya secara bersama sama. Namun baru saja mereka hendak menyerang, tiba tiba...?
"Berhenti semuaaaa... !"
Terdengar suara teriakan yang sangat keras yang di aliri tenaga dalam, hingga membuat gendang telinga dari semua murid murid sekte yang ada di halaman gedung utama, mendengung seakan mau pecah. Suara itu memaksa semua murid secara reflek menutup telinga mereka masing masing dan menengok ke arah datangnya suara.
Terlihat oleh mereka, enam orang kakek guru dari mereka berdiri di teras lantai dua gedung itu, dan memperhatikan semua murid yang berada di halaman dengan tatapan marah. Di antara kakek ini tidak terlihat adanya kakek Ghanes, yang sebelumnya sedang bersama ke enam guru untuk bermusyawarah.
Selang beberapa saat kemudian, salah satu tetua yang mengenakan baju serta jubah keunguan, membuka suaranya.
"Dengarkan semuanya... keputusan tetua agung Ghanes sudah bulat... Dan ini tidak bisa di ganggu gugat lagi!"
"Apa...? Hahhhh...? Yang benar saja...? Gak mungkin...? Masa kita akan di pimpin gadis kampung...? Ini pasti ada yang salah...?" kata murid murid sekte itu saling bersahutan, begitu mendengar ucapan dari kakek tua berjubah keunguan tersebut.
"Dengarkannnn... dengarkannnn...!"
Sekali lagi Kakek berjubah itu berteriak, melihat reaksi dari murid muridnya yang berada di bawahnya itu.
"Tetua agung Ghanes memang telah memutuskan untuk mewariskan kekuatan batu cahayanya terhadap gadis bernama Kaiya. Tetapi... tetapi yang perlu kalian tau...bahwa, gadis itu tidak akan menjadi tetua di sini atau bahkan tinggal di sini...Tetua sekte cahaya, akan tetap di pegang oleh kakek Ghanes?" ucap kakek berjubah itu, lalu menghentikan ucapannya untuk beberapa saat.
"Bagaimana bisa...? Iya, bagaimana bisa begitu...? Artinya tetua agung kita tidak mempunyai kekuatan batu dong...?"
Kembali terdengar bisik bisik di antara murid murid sekte itu.
"Dengarkannn.. Satu hal lagi yang perlu kalian tau... Yang selama ini kita semua tidak ketahui...? Bahwa, tetua agung Ghanes selama ini memiliki dua batu cahaya, dan yang ia wariskan terhadap gadis itu hanya satu batu cahaya saja...Sedangkan satunya lagi tetap ia pengang! Apa kalian sudah mengerti?" kata kakek berjubah itu, dan menutup perkataannya dengan suara yang lantang.
"Apa...? Jadi selama ini tetua agung memiliki dua batu cahaya, pantas saja begitu kuat dan hebat?" kata salah satu murid, dan membuat semua murid yang mendengarnya manggut manggut. "Iya benar..? Iya benar..?" Sahut murid yang lain.
"Ya sudahlah, kalau memang gadis itu tidak jadi tetua sekte kita, kita terima saja, toh tetua agung kita masih tetap kakek Ghanes kan?" kata murid yang lain.
"Iya juga sih..? Ya sudah kalau begitu... Kita kembali ke kelas yuk?" jawab murid yang lainnya lagi, sembari mengajak teman temannya untuk kembali ke kelas atau gedung mereka masing masing.
Pada akhirnya, setelah mendapat penjelasan dari kakek berjubah itu. Murid murid yang sebelumnya hendak berkelahi di halaman gedung utama, bubar satu persatu meninggalkan gedung utama tersebut...
****Bersambung*****