Sulastri tak menyangka kalau dia akan jadi korban pemerkosaan oleh pria yang tak dia kenal, dia sampai hamil dan dihakimi oleh warga karena merasa kalau Sulastri merupakan wanita pembawa sial. Sulastri meninggal dunia dan menjadi kuntilanak.
Wanita yang menjadi kuntilanak itu datang kembali untuk membalas dendam kepada orang-orang yang dulu membunuhnya, dia juga terus gentayangan karena mencari siapa yang sudah merenggut kesuciannya.
Jangan lupa follow Mak Othor biar gak ketinggalan up-nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BD Bab 8
Sulastri membuka matanya, dia lalu mengedarkan pandangannya. Ternyata kini dia ada di rumah neneknya, dia bisa melihat ada neneknya di sampingnya yang sedang menangis. Sulastri sempat mengira kalau dia sudah meninggal, tetapi ternyata dia masih hidup.
Namun, yang dia herankan siapa yang sudah membawa dirinya ke rumah neneknya itu? Karena seingatnya dia ada di kebun tanpa ada yang menolong, semua orang menatap jijik pada dirinya.
"Nek," panggil Sulastri dengan lirih.
Sumirah yang sedang menangis langsung menolehkan wajahnya ke arah Sulastri, dia tersenyum walaupun air mata terus mengalir di kedua pipinya.
"Kamu sudah sadar, Nak?"
Sulastri merasakan tubuhnya sakit semua, tulangnya seakan remuk. Namun, dia berusaha untuk tersenyum agar tidak membuat neneknya itu khawatir.
"Emm, siapa yang bawa aku ke rumah, Nek?"
Sumirah saat pulang kerja mendapati Sulastri tidak ada di rumah, dia yang begitu khawatir akhirnya bertanya kepada para tetangga. Dia begitu kaget ketika para warga berkata kalau mereka bertemu dengan Sulastri di kebun, mereka menceritakan tentang Sulastri yang sepertinya keguguran.
Tetangga Sumirah mengatakan kalau Sulastri sepertinya sudah berzina dengan salah satu pria, kemungkinan Sulastri hamil dan keguguran. Ketika Sumirah meminta tolong kepada para warga, mereka tidak ada yang mau menolong.
Bahkan, beberapa warga mengancam kalau Sulastri dibawa kembali ke kediaman Sumirah, maka mereka akan membunuh Sulastri. Karena wanita yang hamil tanpa suami di kampung itu, merupakan wanita pembawa sial dan tidak boleh tinggal bersama dengan mereka.
Namun, Sumirah yang begitu menyayangi cucunya langsung pergi ke kebun. Dia menangis pilu ketika mendapati keadaan Sulastri yang begitu mengenaskan, wajahnya pucat, penuh luka lebam di wajahnya dan juga di tubuhnya.
Bahkan yang membuat Sumirah menangis, area bawah cucunya itu penuh dengan darah. Dia sempat meminta tolong kepada para warga, tetapi mereka tidak ada yang mau menolong. Akhirnya Sumirah meminjam gerobak milik tukang rongsokan, lalu dia membawa Sulastri pulang dengan gerobak itu.
"Sudahlah, Jangan memikirkan hal itu. Mending kamu minum teh hangat, terus makan. Biar cepat sembuh," ujar Sumirah yang seakan tidak ingin membahas masalah itu.
Saat Sumirah tiba di rumah, dia sempat memanggil bidan. Dia meminta bidan itu untuk memeriksakan kondisi dari Sulastri, ternyata cucunya itu memang mengandung dan beruntung janinnya masih bisa bertahan tapi lemah.
"Ya," jawab Sulastri.
Sumirah memberikan teh hangat kepada Sulastri, wanita itu meminumnya. Namun, saat dia hendak makan, Sumirah dan juga Sulastri mendengar suara pintu yang diketuk dengan begitu kencang.
Bahkan, tak lama kemudian terdengar suara teriakan warga. Mereka meminta Sulastri untuk keluar, Sulastri ketakutan. Sumirah mencoba menenangkan wanita itu dengan memeluknya, walaupun dalam hatinya takut, tetapi dia berusaha untuk menenangkan hati cucunya itu.
"Keluar kalian!"
Sumirah dan juga Sulastri tidak berani keluar, mereka takut kalau para warga akan berbuat yang tidak-tidak.
"Nek, bagaimana ini?"
"Entahlah, Nenek---"
Brak!
Belum juga selesai Sumirah berkata, dia begitu kaget karena pintu rumah yang terbuat dari triplek itu terbuka. Bahkan, pintu itu langsung rusak dan engselnya sampai copot.
"Astagfirullah! Apa yang kalian lakukan?!" teriak Sumirah.
Para warga dengan kekesalan yang luar biasa langsung masuk begitu saja, mereka bahkan tanpa ragu menarik Sulastri agar keluar dari rumah itu.
"Kamu itu pembawa sial, kata pemuda desa yang ada di sini kamu itu sudah hamil dengan pria liar. Bahkan kamu sudah menggugurkan kandungan itu," ujar salah satu warga.
"Nggak ada kaya gitu, saya itu korban pemerkosaan."
"Halah! Kalau kamu korban pemerkosaan pasti kamu sudah melaporkan hal ini pada perangkat desa, bukan hanya diam saja."
"Buang saja ke hutan orang yang membawa sial ini!" teriak salah satu warga.
Sumirah dengan cepat berlutut, dia meminta kepada para warga agar tidak anarkis. Karena semua hal bisa dibicarakan dengan baik, tidak harus dengan jalan kekerasan.
"Tolong jangan sakiti cucu saya," pinta Sumirah dengan sangat.
Wanita itu berlutut sambil menangis, dia berharap kalau para warga akan kasihan terhadap cucunya itu. Walaupun terbukti Sulastri saat ini sedang mengandung, tetapi Sumirah yakin kalau Sulastri bukanlah wanita pendosa.
Sumirah tahu pasti bagaimana kelakuan cucunya itu, anak itu sangatlah baik, menurut dan juga penyayang. Tak pernah sekalipun melakukan hal yang tidak baik, Sulastri tak mungkin melakukan kesilapan yang seperti itu.
"Apa maafkan saja ya? Kasihan juga, toh kita belum mendengarkan penjelasan Lastri."
Salah satu warga yang kasihan mencoba untuk tidak menyakiti Sulastri lagi, tetapi Gunawan, Wandi, Wisnu dan juga Johan yang merasa kesal karena tadi pagi tidak mendapatkan keinginannya langsung menghasut para warga.
"Halah! Ngapain mendengarkan penjelasan dari dia, paling dia akan menutupi kebusukannya dengan kebohongannya."
"Iya, wanita yang penuh dosa seperti itu pasti nantinya akan membuat kampung kita sial. Mana di sini banyak anak perawan, yang ada nanti mereka akan tertimpa sial dalam seumur hidup."
"Wanita seperti Lastri harusnya dibunuh sekalian, atau dirajam sampa mati."
Banyak lagi kata-kata yang terlontar dari mulut Wandi, Johan, Wisnu dan juga Gunawan. Kata-kata yang keluar dari bibir mereka membuat para warga panas, mereka akhirnya melempari Sulastri dengan batu.
Sulastri berkali-kali mengatakan kalau dirinya bukanlah seorang pendosa, dia mengatakan kalau dirinya hanya korban. Namun, warga yang sudah diliputi amarah dan juga hasutan dari keempat pria muda itu tidak mendengarkan apa yang dikatakan oleh Sulastri.
Wanita itu sampai meregang nyawa di depan banyak para warga, Sumirah hanya bisa berteriak sambil menangis. Dia tidak menyangka kalau cucunya akan meninggal di tangan para warga, dia merasa kalau para warga begitu tega terhadap cucunya itu.
"Kalian sungguh kejam, Allah pasti akan memberikan kalian hukuman!" teriak Sumirah.
"Yang ada Lastri yang akan langsung masuk neraka, karena dia adalah seorang pendosa."
"Tidak! Dia dari awal sudah menjelaskan kalau dirinya merupakan korban pemerkosaan, kalian saja yang tak punya hati."
"Heh! Nenek peot! Daripada sok-sokan bela Lastri, mending pergi dari kampung sini! Kami tak menerima Sulastri walaupun sudah menjadi mayat, kami juga tak menerima keluarga dari seorang pendosa."
Gunawan nampak emosi, dia menghasut banyak warga agar mengusir nenek Sumirah dari kampung itu. Para warga yang terhasut akhirnya mengusir Sumirah, wanita itu mau tak mau memutuskan untuk pergi dari sana.
Namun, wanita itu meminta waktu. Karena dia harus membereskan barang-barangnya, dia juga harus membawa Sulastri dan menguburkan wanita itu dengan layak.
"Nak, harus ke mana Nenek membawa jenazah kamu? Harus ke mana Nenek mecarikan kuburan untuk kamu?"
Para warga sudah membubarkan diri, Sumirah menangis sambil memeluk jenazah Sulastri. Tak lama kemudian dia berteriak histeris karena melihat ada gumpalan darah yang keluar dari inti tubuh wanita itu.
"Ya Allah, kenapa nasib aku dan cucuku menjadi seperti ini?"
ternyata begitu ceritanya... dasar laki-laki...
jahat pula...
kalo ada udaku geplek pala abg syahdan 🤣
syahdan ini udah termakan omongan ibunya.. kasihan juga sih.. nggak tau apa-apa, malah dimanfaatkan ibunya..