Kehidupan Zayn berubah dalam semalam karena orang tuanya tega 'Membuangnya' ke Pondok Pesantren As-Syafir.
"Gila gila. Tega banget sih nyokap ama bokap buang gue ke tempat ginian". Gerutu Zayn.
---
Selain itu Zayn menemukan fakta kalau ia akan dijodohkan dengan anak pemilik pondok namanya "Amira".
"Gue yakin elo nggak mau kan kalau di jodohin sama gue?". Tanya Zayn
"Maaf. Aku tidak bisa membantah keputusan orang tuaku."
---
Bagaimana kalau badboy berbisik “Bismillah Hijrah”?
Akankah hati kerasnya luluh di Pondok As-Syafir?
Atau perjodohan ini justru menjerat mereka di antara dosa masa lalu dan mimpi menuju jannah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MayLiinda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
AUTHOR POV
Hari-hari di Pondok As-Syafir berjalan seperti biasa. Santri menghafal, ngaji, kerja bakti, dan belajar hidup sederhana.
Tapi bagi Zayn dan Amira, ada satu hal yang gak biasa.
Satu hal yang... pelan-pelan, mengusik dada.
ZAYN POV
Udah seminggu sejak Stardom datang. Dan entah kenapa, gue mulai merasa lebih tenang. Gue ikut semua kegiatan pondok, setor hafalan, bantu bersih-bersih aula. Kadang, gue bahkan bisa senyum sendiri.
Tapi ada satu hal yang bikin gue lebih... waspada.
Amira.
Gue cuma pernah lihat dia dua kali waktu pertama ketemu, dan malam waktu dia nitipin surat kecil di mushaf gue.
Tapi sekarang, setiap kali gue duduk di taman belakang asrama, kayak ada mata yang ngeliatin dari jendela lantai dua.
Gue gak berani nengok. Tapi gue tahu... itu dia.
AMIRA POV
Zayn duduk di bawah pohon trembesi lagi. Jurnal kecil di tangannya. Kadang dia nulis, kadang dia melamun. Kadang dia ngelap tasbihnya, kadang cuma memandang langit.
Aku ngintip dari balik gorden kamar lantai dua. Aku tahu, gak sopan. Tapi... aku juga tahu, aku gak nyari dia buat hal yang salah.
Aku cuma ingin tahu... dia beneran baik-baik aja?
Karena sejak kecil, Ayah selalu bilang:
“Jodoh itu bukan cuma soal suka. Tapi soal siapa yang sanggup duduk diam bareng kamu, saat hidup kamu gak manis-manis amat.”
Dan entah kenapa, sekarang aku mulai paham kalimat itu.
AUTHOR POV
Sore itu, langit mendung. Tapi pondok tetap ramai.
Amira sedang bantu Bu Nyai di dapur, mengiris bawang untuk acara maulid Nabi besok. Di aula, santri putra latihan nasyid. Suara mereka sayup-sayup masuk lewat jendela.
Tapi satu suara terdengar lebih jelas dari yang lain.
Suara Zayn.
ZAYN POV
“Ya Nabi salam ‘alaika… Ya Rasul salam ‘alaika…”
Gue ikut nyanyi, walau suara gue gak sebagus yang lain. Tapi sore itu, dada gue aneh.
Ada yang hangat waktu lirik lagu itu keluar dari mulut gue.
Ada yang... ngingetin gue sama perempuan yang pernah bilang, “Jangan pulang ke jalanan.”
Gue lirik halaman luar. Gorden jendela lantai dua bergerak.
Dan gue tahu... dia dengerin.
AMIRA POV
Tanganku berhenti mengiris bawang. Suara Zayn dari aula kedengeran jelas. Lirih, tapi jujur.
Aku senyum pelan. “Dia beneran belajar,” bisikku dalam hati.
Bu Nyai melirikku, lalu senyum lembut.
“Kamu mulai ngerti kenapa Ayahmu pilih dia?”
Aku kaget. “Hah?”
Bu Nyai gak jawab. Beliau cuma terus iris seledri sambil nyanyi pelan-pelan:
"Ya Nabi salam ‘alaika…”
Dan sore itu, aku tahu… pertanyaan jodoh itu belum butuh jawaban sekarang. Tapi harapannya udah mulai tumbuh, pelan-pelan.
ZAYN POV
Malamnya, gue buka mushaf kecil gue lagi. Di halaman terakhir, kertas kecil dari Amira gue lipat ulang.
Gue nulis balik.
“Kamu bilang: jangan setengah-setengah. Tapi kalau gue serius, apa lo masih mau nungguin?”
Gue gak tahu bakal gue kasih kapan.
Tapi malam itu, buat pertama kalinya, gue gak takut bilang dalam hati…
“Gue suka sama dia.”
AUTHOR POV
Dan malam itu, Pondok As-Syafir terasa lebih sunyi.
Tapi di balik sunyi itu, dua hati muda belajar meraba arah baru. Bukan cinta yang keras-keras. Tapi cinta yang lembut, yang tau batas, yang tahu waktunya akan datang sendiri.
Di langit Jogja, bulan separuh.
Dan begitu pun perasaan mereka.
Belum utuh.
Tapi sudah cukup... untuk diperjuangkan.
To Be Continued...✨️🫶