Setelah pernikahan yang penuh kekerasan, Violet meninggalkan segala yang lama dan memulai hidup baru sebagai Irish, seorang desainer berbakat yang membesarkan putrinya, Lumi Seraphina, sendirian. Namun, ketika Ethan, mantan suaminya, kembali mengancam hidup mereka, Irish terpaksa menyembunyikan Lumi darinya. Ia takut jika Ethan mengetahui keberadaan Lumi, pria itu akan merebut anaknya dan menghancurkan hidup mereka yang telah ia bangun. Dalam ketakutan akan kehilangan putrinya, Irish harus menghadapi kenyataan pahit dari masa lalunya yang kembali menghantui.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maple_Latte, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EP: 19
Biasanya, urusan perekrutan karyawan baru selalu ditangani oleh Wakil Manajer Hendra. Manajer Erick, nyaris tak pernah terlibat langsung. Namun, kali ini berbeda. Ketika Erick melihat karya desain yang mencuri perhatiannya, ia akhirnya turun tangan sendiri. Desain itu dibuat oleh seorang kandidat bernama Irish.
Beberapa hari lalu, saat Wakil Manajer Hendra memutuskan untuk memecat Irish, Erick masih berada di Inggris. Ia berencana menyampaikan keputusan itu setelah Erick kembali, karena menurutnya, untuk karyawan tingkat bawah, tak perlu sampai harus melibatkan sang manajer utama.
Namun, rencana tak pernah bisa mengalahkan takdir.
Kini, Erick sudah kembali. Tak hanya itu, Irish pun ternyata kembali bekerja setelah adanya peninjauan ulang keputusan. Wakil Manajer Hendra pun merasa perlu memperkenalkannya secara resmi kepada Erick.
Irish tak menyangka akan dikenalkan secara tiba-tiba seperti itu. Namun, ia dengan cepat menyesuaikan diri dan menyunggingkan senyum. "Apa kabar, Pak? Saya Irish."
Erick mengernyit, mencoba mengingat. Lalu, matanya menyala pelan saat ia menyadari bahwa nama itu familiar. "Irish?" gumamnya. Oh ya-itu nama desainer dari karya yang sempat ia kagumi.
Pandangan Erick mengamati Irish dari ujung kepala hingga kaki. Wajah yang manis dengan sepasang mata yang cukup memikat. Namun pakaiannya… terlalu sederhana. Dalam benaknya sebagai seorang desainer, ia tahu: tampilan itu bisa lebih baik hanya dengan setelan yang tepat.
Irish yang sadar dinilai dari penampilannya jadi sedikit canggung, namun ia tetap tersenyum tenang.
Setelah menilai cukup, Erick akhirnya berkata, "Saya sangat mengagumi karya kamu. Selamat bergabung. Sebagai desainer, penampilan pribadi juga penting. Coba lebih diperhatikan ke depannya."
Sambil berkata demikian, ia mengulurkan tangan. Irish menyambutnya sambil tersenyum. "Baik, akan saya perhatikan, Pak."
Dalam hati, Irish agak menyesal. Ia sudah berpikir akan berpakaian formal di hari pertama kerja. Namun ternyata justru pakaian itu yang membuatnya merasa kurang pas sekarang.
Di tengah percakapan itu, ponsel asisten wanita di samping Erick berdering. Ia menjawabnya cepat sambil melirik sang manajer.
"Oke, saya mengerti," ujarnya singkat, lalu menoleh ke Erick. "Pak, Felis bilang Kirana masih belum tiba."
Erick mendecak pelan. "Benar-benar. Terlalu bebas hanya karena status selebritas."
Irish ikut menyimak tanpa sengaja.
Hari ini ternyata adalah pameran perdana sejak Erick menjabat sebagai Manajer Desain di perusahaan Apparel mode. Karya andalannya berjudul Sang kupu, akan ditampilkan sebagai penutup. Model yang sedianya akan membawakan gaun itu adalah Kirana, selebriti ternama yang dulunya menjadi wajah kampanye perusahaan perhiasan Diamond Feels milik Dion, dan sempat digosipkan dekat dengan pewaris keluarga tersebut.
Karena perusahaan Diamond Feels dan Apparel mode akan bekerja sama, maka Kirana diminta menjadi model sang Kupu. Namun, menjelang tampil, ia justru membatalkan kehadirannya. Kabar beredar, ia marah karena ajakannya makan malam ditolak oleh Erick.
Melihat wajah Erick yang tetap tenang meski berpikir keras, Irish sempat memandanginya diam-diam. Namun, saat tatapan mereka bersinggungan, Erick langsung mengangkat kepala. Ketahuan!
Irish cepat-cepat mengalihkan pandang, wajahnya memerah.
Untung saja lift akan sampai ke lantai 19. Ia dan Wakil Manajer Hendra segera bersiap keluar.
“Irish, tunggu.”
Langkah Irish terhenti. Erick memencet tombol lift agar pintu tetap terbuka.
“Iya, Pak?” Suara Irish terdengar gugup. Dalam pikirannya. Jangan-jangan aku berbuat salah? Baru hari pertama kerja!
Erick menoleh pada asistennya. “Dina, telepon Kirana. Katakan dia tak perlu datang. Aku sudah punya model baru untuk Sang Kupu.”
Ruangan mendadak sunyi. Semua orang, termasuk Irish, menatap dengan keterkejutan yang sama.
Model baru? Siapa? Irish ikut mencari-cari dengan pandangan ke sekeliling.
Namun saat semua mata beralih menatapnya, jantungnya berdegup lebih kencang.
Jangan-jangan… aku?
“Nama kamu Irish, kan?” Erick menatapnya, kini dengan senyum tipis.
“I-iya,” jawabnya gugup.
“Bisa minta waktumu sebentar?”
Irish menelan ludah. Tentu saja waktuku untuk kamu! Kalau bukan kerja sama kamu, aku makan apa? Tapi ia tetap menjawab sopan, “Silakan, Pak. Ada yang bisa saya bantu?”
Erick mengangguk. “Kalau begitu, tak perlu ke lantai 19 dulu. Ikut Dina ke lantai 15, ke ruang ganti.”
Dina, sang asisten, mengangguk dan mengamati Irish dari atas ke bawah. “Silakan ikut saya, Nona Irish.”
Irish berdiri di tempat, masih belum sepenuhnya mengerti apa yang baru saja terjadi. Ia menoleh ke Wakil Manajer Hendra, meminta arahan diam-diam.
Ini gila. Aku bukan model profesional! Bagaimana kalau acaranya gagal? Bukannya baru kerja, malah langsung dipecat karena bikin rusak pameran!
Namun langkahnya sudah terlanjur tertarik oleh keputusan Erick. Seperti semut di atas wajan panas, Irish tahu, ia tak bisa mundur sekarang.
"Buat apa lihat aku? Cepat pergi!" Wakil manajer Hendra melambaikan tangan sambil menghela napas dalam hati.
“Tapi... tapi aku belum pernah jalan di panggung,” ucap Irish dengan ragu. Ia berdiri kikuk, menatap Hendra lalu melirik ke arah Erick, Erick. “Pak, maaf, saya takut tidak bisa tampil dengan baik.”
Sebagai balasan, Erick menatapnya datar. “Kamu mungkin belum pernah tampil, tapi kamu pernah lihat model berjalan di atas panggung, kan? Sebagai desainer di perusahaan Apparel mode, kamu tidak boleh kehilangan rasa percaya diri begitu saja.”
Irish menunduk, merasa malu. Dia tahu maksud Erick. Dia memang harus profesional di dalam pekerjaan, jika atasan meminta maka harus dia kerjakan.
Tanpa berkata apa-apa, Irish mengangguk pelan. “Saya... saya mengerti Pak."
Dengan wajah masam, Irish mengikuti Dina menuju lift, meninggalkan Hendra di sana.
Lift meluncur ke bawah. Ruangannya sesak oleh orang-orang, tapi tidak satu pun yang bicara. Mereka hanya menatap Irish dengan iri.
Beruntung sekali dia, bisa mengenakan 'Sang Kupu', desain terbaru dari Erick, dan tampil di acara fashion show paling bergengsi di negara!
Namun bagi Irish, ini bukan keberuntungan. Ia menunduk, tak sanggup menatap siapa pun. Dia hanya ingin jadi desainer, bukan model! Apa salahnya hari ini, sampai-sampai harus tampil di atas panggung?
Erick berdiri di samping Irish dengan tangan di saku. Tanpa menoleh, ia mengingatkan dengan suara pelan, “Berdiri yang tegak.”
Irish terkejut, langsung berdehem pelan dan mencoba memperbaiki posturnya. Ia menatap lurus ke depan, tapi hatinya campur aduk. Baru hari pertama kerja, langsung diseret jadi model? Gila!
Saat pintu lift terbuka di lantai 15, Irish masih terpaku dalam lamunan.
Erick lebih dulu keluar, lalu menoleh ke arah Irish. “Cepat keluar.”
Perintah itu menyadarkannya. Irish tersenyum canggung dan segera menyusul.
Dina mendekat. “Nona Irish, silakan ikut saya.”
“Iya,” jawab Irish pelan, lalu mengikuti Dina menuju ruang ganti, sementara rombongan lain mengikuti Erick.
Dengan gugup, Irish berdiri di depan ruang ganti. Tangannya mulai berkeringat, jantungnya berdetak tak karuan. Apa aku benar-benar akan tampil dengan mengenakan 'Sang Kupu', hasil desain Erick?
“Sang Kupu sudah di sini, silakan ganti, Nona Irish,” kata Dina, membuyarkan lamunannya.
Irish menyambutnya dengan senyum kikuk dan menerima gaun itu.
Begitu melihat Sang Kupu, Irish terpaku. Kagum.
Ini... luar biasa.
Begitu melihat Sang Kupu, Irish terpaku. Kagum.
Ini... luar biasa.
Ia memandangi gaun itu seolah tak percaya. Gaun ini memadukan sensualitas dan keanggunan dalam harmoni yang menggoda. Namanya Sang Kupu, melambangkan pesona yang bebas dan tak terikat, seperti kupu-kupu yang menari di udara.
Potongannya ramping dan berani, dengan belahan dada rendah berbentuk sweetheart yang membingkai lekuk bahu dan tulang selangka dengan indah. Kainnya membalut tubuh dengan sempurna, menonjolkan siluet pinggang dan pinggul balutan lembut.
Bagian punggungnya terbuka, dihiasi tali silang tipis berlapis manik-manik bening yang berkilau halus saat terkena cahaya. Gradasi warna putih mutiara dan biru es mengalir dari atas ke bawah, memberi kesan seperti es mencair di musim semi. Di bagian bawah, belahan tinggi di paha memperlihatkan kaki dengan anggun namun menggoda.
Gaun ini tak hanya dikenakan-ia menghipnotis.
“Cepat ganti. Waktu tinggal satu setengah jam,” kata Erick tegas, membuyarkan kekaguman Irish.
"Bapak serius menyuruh saya memakai ini?"
“Kalau bukan kamu, siapa lagi?” jawab Erick datar, mengangkat alis.
Irish melongo sesaat, lalu menerima kenyataan itu dengan tangan gemetar. Ia melangkah masuk ke ruang ganti dengan hati-hati, seolah takut merusak gaun indah itu.
Baru saja ia membuka kancing bajunya, suara Dina terdengar dari luar.
“Pak Erick, Kirana baru saja telepon. Katanya dia akan segera datang.”
Tangan Irish langsung terhenti. Ia bisa mendengar semuanya.
Kirana...? Siapa yang tak kenal nama itu? Model dan artis papan atas. Tentu saja perusahaan Apparel mode menghabiskan banyak uang untuk mengundangnya.
Kalau Kirana datang, Erick akan memilihnya. Akhirnya aku tidak perlu naik panggung!
Irish menghela napas lega, memandangi ‘Sang Kupu’ sepertinya kita tidak berjodoh. Tapi suatu hari nanti, aku akan menciptakan desain seindah kamu.
Ia tersenyum kecil sambil memeluk gaun itu.
Sementara itu, Dina menatap ke arah ruang ganti dengan ragu. Kirana memang keterlaluan. Setelah dengar kabar orang lain akan tampil, baru dia muncul. Tapi tetap saja, Irish bukan model profesional. Membiarkan dia tampil seperti ini... apa tidak berisiko?
Namun Erick tidak tampak ragu sedikit pun. Ia menatap lurus ke depan. "Suruh dia tidak usah datang lagi.”
Tanpa menoleh, Erick mengetuk pintu ruang ganti. “Irish, cepat ganti. Waktunya mepet!”
Kalau bukan karena perusahaan Diamond Feels dan kebutuhan promosi, aku tidak akan pernah biarkan Kirana menyentuh 'Sang kupu'. Sekarang, dia bersalah lebih dulu, dan aku sudah punya penggantinya. Aku punya alasan kuat untuk menolaknya.
Bersambung.......