NovelToon NovelToon
CINTA RAHASIA PAK DOSEN

CINTA RAHASIA PAK DOSEN

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Dosen / CEO / Cinta Beda Dunia / Diam-Diam Cinta / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: ZIZIPEDI

Dalam keheningan, Nara Wibowo berkembang dari seorang gadis kecil menjadi wanita yang mempesona, yang tak sengaja mencuri hati Gala Wijaya. Gala, yang tak lain adalah sahabat kakak Nara, secara diam-diam telah menaruh cinta yang mendalam terhadap Nara. Selama enam tahun lamanya, dia menyembunyikan rasa itu, sabar menunggu saat Nara mencapai kedewasaan. Namun, ironi memainkan perannya, Nara sama sekali tidak mengingat kedekatannya dengan Gala di masa lalu. Lebih menyakitkan lagi, Gala mengetahui bahwa Nara kini telah memiliki kekasih lain. Rasa cinta yang telah lama terpendam itu kini terasa bagai belenggu yang mengikat perasaannya. Di hadapan cinta yang bertepuk sebelah tangan ini, Gala berdiri di persimpangan jalan. Haruskah dia mengubur dalam-dalam perasaannya yang tak terbalas, atau mempertaruhkan segalanya untuk merebut kembali sang gadis impiannya? Ikuti kisahnya dalam cerita cinta mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZIZIPEDI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

EMPAT BELAS

Angin Pagi berhembus perlahan,melalui celah jendela mobil yang sedikit terbuka, menyapa wajah ayu Kinara, sunyi yang terdengar suara angin yang bergemuruh. Nara menoleh sejenak pada Gala, lalu menyampaikan keinginannya.

"Prof, turunkan saya di sini saja," pinta Nara sambil menunjuk halte bus yang berada di pinggir jalan. Namun, Gala sepertinya memilih untuk mengabaikan kata-kata Nara.

Nara mengernyit, kembali menatap Gala. "Apakah dia tidak mendengar?" Batin Nara terlihat kesal.

"Prof..." panggilnya sekali lagi, sedikit lebih tegas kali ini, meskipun Nara tahu nada suaranya terdengar setengah ragu.

"Saya tidak terbiasa menurunkan anak gadis orang di pinggir jalan," tiba tiba bibir Gala yang tadi terkunci, menjawab dengan suara dingin dan datar.

Ada sesuatu dalam cara dia berbicara yang selalu membuat Nara merasa seperti seorang anak kecil yang tengah ditegur—meski sebenarnya Nara tahu dia hanya menjawab seadanya.

Nara menghela napas, merasa kesal sekaligus enggan memperpanjang perdebatan. Tanpa berkata-kata lagi, Nara membuang pandangannya ke luar jendela, menyembunyikan kegelisahan di balik wajah datar yang ia buat-buat.

Gala dan sikap keras kepalanya benar-benar membuat Nara frustasi kadang-kadang. Saat mereka tiba di kampus, Nara langsung memasang mode "menghilang." Gerakannya pelan-pelan, setenang mungkin, saat ia keluar dari mobil. Mengendap-endap, seperti pencuri yang sedang kabur dari pandangan publik. 

Mungin saja, Nara tidak ingin satu pun orang tahu bahwa dirinya baru saja naik mobil dosennya sendiri. Hanya membayangkan gosip yang bakal muncul saja sudah membuat perut Nara mulas.

Apa jadinya kalau ada yang melihat? Mereka pasti akan berpikir hal-hal buruk, itu yang Nara hawatirkan. Mungkin Nara yang terlalu paranoid, tetapi kampus itu ibarat ladang ranjau, penuh rumor yang bisa meledak kapan saja.

Yang paling terakhir Nara takutkan adalah, orang-orang mencurigai sesuatu yang tidak-tidak—apalagi sampai menuduhnya terlibat "sesuatu skandal" dengan Gala. Nara bahkan tidak ingin membayangkannya.

Ketika Nara tengah asyik mengendap-endap, tiba-tiba Sasa muncul dari belakang dengan seruan yang mendadak. "Baaa...." Terkejut, Nara langsung meloncat tinggi, matanya terbelalak.

"Sasa!" serunya, suaranya bergetar sedikit. Di hadapan ekspresi kaget dari Nara, Sasa tak dapat menahan tawanya yang meledak-ledak. Dengan wajah yang masih penuh kejutan, Nara berseru, "Bisa nggak sih, kamu nggak ngagetin orang sembarangan?" Dia kemudian dengan geram melempar potongan roti yang sedang dipegangnya ke arah Sasa.

Tertawa terpingkal-pingkal, Sasa hanya bisa mengamati Nara yang kini memasang wajah galak, menambah intensitas momen tak terlupakan dalam riuh tawa mereka yang berderai di udara.

Jam perkuliahan dimulai, Nara dan sasa duduk semeja, di depan kelas Gala terlihat begitu serius menyampaikan mata kuliah Strategi bisnis,dosen muda itu tampak begitu menguasai materi yang diampunya. Mahasiswa terhanyut memperhatikan kecerdasan berpikirnya.

Gala berdiri dengan penuh wibawa di depan kelas, membuat para kaum Hawa terpesona. Terlihat dari sudut mata Nara, Gala menggeser kacamata yang sedikit turun di hidungnya. 

"Baik, mari kita bahas tentang pentingnya analisis SWOT dalam strategi bisnis," ucapnya sambil menunjuk ke slide proyektor yang memperlihatkan diagram kompleks. Mahasiswa tampak serius menyimak.

Dengan lancar, ia menjelaskan, "Analisis SWOT memungkinkan kita untuk mengidentifikasi Strengths atau kekuatan, Weaknesses atau kelemahan, Opportunities atau peluang, dan Threats atau ancaman. Ini adalah dasar dalam merumuskan strategi yang akan menjawab tantangan pasar."

Ia berjalan mengelilingi kelas sambil berbicara, "Misalnya, sebuah perusahaan memiliki kekuatan dalam produksi yang efisien, tapi kelemahan dalam distribusi. Strategi yang bisa dikembangkan adalah meningkatkan jaringan distribusi atau mungkin melakukan kerjasama strategis dengan perusahaan logistik."

Seorang mahasiswa mengangkat tangan, bertanya tentang penerapan teori tersebut dalam kondisi ekonomi yang tidak stabil. 

Gala menatap mahasiswa tersebut, kemudian dengan sabar menjawab, "Itulah mengapa dalam kondisi ekonomi yang fluktuatif, peluang dan ancaman harus dianalisis dengan lebih dinamis. Strategi harus fleksibel dan adaptif." Jelasnya dengan gamblang, hingga mudah dimengerti oleh mahasiswanya.

Kuliah berlangsung interaktif, Gala tersebut tidak hanya memberikan teori, tapi juga mengajak mahasiswa untuk berpikir kritis dan menerapkan konsep tersebut dalam studi kasus nyata yang disiapkan.

"Ingat, strategi bisnis bukan hanya tentang memenangkan persaingan, tapi juga tentang bagaimana bertahan dan berkembang dalam setiap situasi," tutupnya.

Kelas berakhir dengan tepuk tangan meriah dari mahasiswa yang terpesona oleh penjelasan Gala, kecuali Nara. Nara, dengan ekspresi datar, seolah membentuk tembok dingin yang tak tergoyahkan. Selama Gala berbicara di depan kelas, Nara hanya bisa menggelengkan kepalanya dalam diam. 

Pikirannya melayang pada satu hal yang menurutnya konyol - betapa tak masuk akalnya jika ia harus menjadikan Gala, yang usianya jauh lebih tua, sebagai suami. Gelisah, Nara merasakan beban berat membelenggu pikirannya.

Rasa cemas membuncah kala membayangkan perjodohan yang tak masuk akal itu.

“Bagaimana mungkin?”, batin Nara tak henti bertanya. Rasa stresnya semakin menguat, menghantui setiap detik. Dalam diam, dia bertekad untuk menolak rancangan masa depan yang absurd itu, sembari hatinya bergolak mencari jalan keluar dari dilema yang ia rasakan.

Saat bel kuliah terakhir berbunyi, Nara langsung melompat keluar dari kelas, seolah-olah ingin memutus rantai yang membelenggunya di sana. Tanpa menoleh ke belakang, gadis itu merangsek menjauh dari cengkeraman Gala yang sudah menghantui pikirannya.

"Ayok, Sa, cepat!" seru Nara, tangan kirinya sudah meraih pintu mobil Sasa.

"Kita mau ke mana, Na...?" Sasa terlihat bingung dan tertegun.

"Ke bar," jawab Nara singkat dan tegas.

"Kamu gila?" Mata Sasa membelalak, terkejut dengan permintaan tak terduga sahabatnya. 

 "Udah ayo, Sa! Aku butuh sesuatu untuk menenangkan otakku yang sedang kacau," tutur Nara, suaranya bergetar antara penekanan dan putus asa.

"Tapi, Na..." Sasa ragu, kata-kata tersebut nyaris membeku di bibirnya.

"Kumohon... Aku hanya ingin menenangkan diri sejenak," Nara memohon dengan pandangan yang menusuk dan suara yang mendesak. Menghela napas dalam, Sasa akhirnya menyerah.

"Hem... oke lah," katanya lemas. Mereka berdua kemudian menghilang ke dalam malam, menuju tempat di mana Nara berharap bisa melarikan diri dari keresahan yang menyesakkan dadanya.

Nara duduk termangu di sudut bar, cahaya remang-remang menyorot wajahnya yang pucat. Tangannya yang gemetar memegang gelas berisi minuman keras, mata sayunya menatap kosong ke lampu yang berkedip. Dia meneguk minuman itu sekali lagi, rasa pahit di mulutnya seolah menjadi simbol pahitnya kehidupan yang sedang dia jalani.

"Kenapa harus aku,Sa?" gumamnya pelan, suaranya serak oleh alkohol dan emosi yang terpendam. "Kamu tahu..? Aku tak mencintai Prof Gala, tidak pernah." Ucapan itu terdengar seperti lontaran kekecewaan yang mendalam.

Nara merasa terjebak dalam skenario perjodohan yang tidak dia inginkan, dipaksa menyatu dengan seseorang yang asing bagi hatinya.

Sasa yang mendengar racauan sahabatnya, langsung membekap mulutnya, tampak jelas raut kagetnya memenuhi garis wajahnya.

"Apa..? Jadi, dugaanku benar.Nara dan Prof Gala itu...." Sasa tersenyum, setelah tahu permasalahan terbesar sahabatnya.Bar itu semakin ramai, namun suara riuh para pengunjung lain tak mampu menembus tembok kesendirian yang Nara rasakan.

1
Mira Hastati
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!