Ranjang Penyelesaian

"Kau sudah puas merenung?" Suara bariton Dave menyadarkan Aulia.

Aulia menoleh ke belakang melihat Dave yang berjalan mendekat.

"Jujur sama aku. Kau wanita yang pernah aku bayar 500 juta setahun yang lalu, benarkan?" Tanya Dave ternyata sudah lama mencurigai wanita di malam itu adalah Aulia adik tiri Lusia.

"Maaf, sepertinya anda salah orang," elak Aulia.

Jelas Aulia tidak akan mengakuinya. Karena kalau sampai Dave tahu Aulia wanita malam itu, berarti Dave juga akan tahu Asya yang selama ini orang-orang ketahui putrinya. Bukan darah daging Aulia.

Karena Dave masih mengingat jelas wanita bayaran istrinya malam itu seorang gadis yang masih perawan.

Dave memegang bibir Aulia. "Aku tidak asing dengan bibir mu," ucapan Dave menelisik wajah cantik Aulia.

"Anda salah orang." Aulia mendorong tangan Dave, ingin pergi tidur.

Tapi mana mungkin wanita malam itu Aulia. Jelas wanita itu masih perawan, sedangkan Aulia sudah mempunyai seorang putri. Batin Dave.

Tanpa Dave menyadari. Aulia meminum obat pencegah kehamilan.

Tujuannya menikah dengan pria itu bukan untuk hamil. Tapi untuk satu kepentingan lain. Terutama soal uang.

***

Cahaya pagi masuk menerangi kamar Aulia. Matanya yang tertutup rapat mulai terganggu.

Saat membuka mata. Ia melihat ternyata sudah jam 08.00 pagi.

"Astaga. Aku telat!" Ingin turun dari tempat tidur. Tapi menyadari tubuhnya yang polos usai menghabiskan malam panas bersama Dave semalaman.

Aulia segera menarik handuk, masuk ke dalam kamar mandi ingin membersihkan diri kemudian berangkat ke tempat kerja.

Meski dia sudah menikah dengan Dave. Tapi Aulia tetap memilih bekerja daripada hanya berdiam diri di rumah.

Saat membuka pintu kamar. Aulia melihat Lusia berdiri di depan pintu kamarnya.

Dave sudah berangkat kerja. Sementara pelayan berada di lantai bawah, dan tidak ada yang berani menginjakkan kakinya di lantai 2 kalau tidak dengan izin Lusia.

Semua peraturan itu Lusia yang membuatnya. Tentu saja demi kepentingan pribadi. Lusia tidak mau ada pelayan melihat kebohongannya yang selama ini ternyata tidak lumpuh.

Plak!

Tamparan mendarat di pipi Aulia hingga membuat wajahnya membekas.

"Apa begitu enaknya menjadi pelakor? Sampai kau lupa waktu, dan begitu menikmati kebersamaan mu dengan suamiku! Kau lupa? kalau kau hanya menumpang di rumah ini!" Mata Lusia merah pertanda kalau Lusia sangat marah.

Aulia tidak membalas tamparan keras Lusia. Aulia tersenyum menantang Lusia.

"Nikmat, jelas saja kebersamaan ku dengan suami mu sangat aku nikmati. Eh, ralat, aku lupa. Dia kan suamiku juga?" Aulia tersenyum puas melihat amarah Lusia memuncak sampai ke kebun-ubun.

"Berani kau perempuan jal*ng!" Pekik Lusia.

"Ssstt... Coba kakak renungkan. Di sini yang jal*ng itu siapa? Aku?" Menunjuk dirinya sendiri. "Atau kakak?" Bisik Aulia tanpa memudar senyumannya.

"Apa maksud mu! Jangan kurang ajar kamu ya!" Bentak Lusia.

"Kakak ku yang terlalu berdrama. Aku bahkan sangat tahu, tubuhmu yang sok suci ini. Bukan cuma di nikmati oleh suami kita saja. Tapi mantan asisten Dave, dan juga dokter itu, semua sudah menikmati tubuh mu. Benar kan?" Ujar Aulia tersenyum kemenangan melihat wajah pias Lusia.

Deg!

"Jangan asal ngomong kamu, Aulia!" Elak Lusia berkeringat dingin.

Lusia tidak tahu dari mana Aulia mendapat informasi tentang semua rahasia yang dia sembunyikan.

Dia tidak tahu kalau Aulia juga bahkan tahu seperti apa kekejaman yang pernah dia lakukan 6 tahun silam tega membunuh putrinya sendiri demi kepentingan pribadi.

"Ahahahaha. Berdoa saja, semoga bangkai, selamanya tidak akan pernah membusuk. Yang akan membuat orang-orang bisa menciumnya baunya." Usia membuat Lusia tidak bisa berkata-kata. Aulia memilih pergi meninggalkan wanita itu.

Tidak! Bagaimana Aulia semuanya! Ini tidak mungkin! Tidak!

Terburu-buru masuk ke dalam kamar mengambil ponsel untuk menghubungi dokter Aron, laki-laki yang membuat Lusia sanggup melakukan apa saja.

***

Saat ini sudah jam 7 malam. Aulia mengunjungi rumah Zivia usai ia selesai bekerja. Aulia berniat ingin mengambil putrinya dan membawa Asya tinggal di kediaman ayah kandungnya Dave.

Dor!

Aulia kaget ketika tiba-tiba dia mendengar suara tembakan tidak jauh dari rumah Zivia.

"Ada apa itu?" Ucap Aulia.

Dia mulai berjalan pelan ingin melihat apa yang terjadi di balik semak-semak datangnya suara tembakan tadi.

Dengan langkah hati-hati Aulia berusaha mendekat. Saat tiba di semak-semak, dia melihat sosok seorang laki-laki menggorok leher pria tak berdaya hingga darah pria itu gemercik kemana.

Nafas Aulia sesak menyaksikan pemandangan mengerikan. Bayang-bayang kematian ibunya menghantui kejadian saat dia masih berusia 10 tahun.

"I-ibu...." Matanya berkunang-kunang.

Sebelum Aulia pingsan, lebih baik dia segera pergi dari lokasi.

Namun ketika berbalik, ia justru di todong senjata api tepat di kepalanya.

"K-kau..." Bibirnya bergetar ketakutan.