Setelah bangun dari kematian, dan menyaksikan keluarganya di bunuh satu persatu untuk yang terakhir kalinya, kini Naninna hidup kembali dan bereankarnasi menjadi dirinya lagi. Memperhatikan dirinya sendiri di depan cermin. memastikan bahwa apa yang telah di alaminya saat ini hanyalah ilusi, namun ia merasakan sakit saat jari lentiknya mencubit pelan wajah mulusnya. Seketika ia tersadar bahwa hal ini bukanlah ilusi, melainkan kenyataan yang harus ia terima. Tidak mengerti mengapa Tuhan masih baik dan mau memberinya satu kesempatan, Ninna menyadari bahwa ia tidak akan menyia-nyiakannya lagi.
Sembari memantapkan diri dan tekad, Naninna berusaha untuk bangkit kembali dan memulainya dari awal. Dimana musuh bebuyutannya terus saja berulah hingga membuat seluruh keluarganya terbunuh di masa lalu.
Naninna... tidak akan pernah melupakannya.
Kekejaman yang telah mereka lakukan pada keluarga dan orang-orang terdekatnya, ia akan membalasnya satu-persatu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DeeSecret, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Trik-Trik Kecil
Matthew tengah mengobati luka di tangan sang istri.
Melakukannya dengan lembut supaya istrinya tidak merasakan sakit. Disamping itu, Matthew sempat berfikir apa yang dilihatnya tadi, itu benar-benar nyata atau hanya ilusinya saja. Tapi melihat luka yang cukup lebar di area telapak tangan Naninna, sudah pasti itu nyata. Perlakuan Naninna terhadap Amalia, sempat mencuri perhatian semua orang. Jika mereka hanya melihat disatu sisi, pasti mereka akan beranggapan bahwa Naninna telah dicelakai oleh Amalia.
Itulah yang diinginkan oleh Naninna.
Dibalik sibuknya Matthew mengobati lukanya, Naninna diam-diam tersenyum penuh arti. Ini baru beberapa trik-trik kecil, bahkan dia belum menggunakan trik terbesarnya. Tapi efeknya sudah semanjur ini. Mempelajari pengalaman dari masalalu, Naninna berharap bisa membalas mereka satu-persatu.
"Harusnya kau tidak menyentuh pecahan kaca itu. Lukanya lumayan dalam."
"Hm, hanya luka kecil, belum terlalu besar." Naninna menjawab santai. "Aku tidak mempermasalahkannya." Matthew terhenyak. Sedikit merasa bersalah atas musibah yang menimpa sang istri akibat luka yang disebabkan oleh Amalia. Matthew tidak terlalu melihat dengan jelas apa yang terjadi. Tetapi yang ia tahu, bahwa Naninna tidak sengaja memecahkan vas itu. Tapi kenapa Naninna bisa terluka? Tidak ingin mempermasalahkan hal itu, Matthew memilih melupakannya saja.
"Vas itu... sudah pecah. Apakah kau menginginkannya lagi? Aku bisa membelikannya untukmu."
Lagi-lagi Naninna menggeleng lemah. Senyuman tipis masih terbit dibibirnya.
"Tidak perlu, Matt. Aku sungguh tidak menginginkannya. Hanya saja..." Naninna mulai beraksi lagi. Memasang wajah sesedih mungkin dihadapan suaminya. "Aku merasa tidak enak dengan Amalia. Dia sudah terlalu banyak menghabiskan uang hanya karena membeli Vas kesukaanku. Kalau saja aku tidak ceroboh, pasti Vas itu tidak pecah kan, Matt?"
Matthew tidak tahu. Karena saat ini dirinya dilanda kebingungan oleh perasaan dan fikirannya sendiri. Sebelum kecelakaan itu terjadi, Naninna tidak seperti ini. Setiap kali melihat Amalia, istrinya itu selalu melempar tatapan buas seolah ingin memangsanya hidup-hidup. Entah itu benar atau tidak, semua perkataan dari pelayan dirumah ini pun tetap sama, tentang perlakuan buruk Naninna kepada Amalia. Matthew sempat bimbang, padahal dirinya juga berkerja sama untuk menghancurkan seluruh keluarga Giovanno. Tapi entah kenapa, setiap melihat Naninna menangis hatinya seolah tidak terima.
Sekarang, Naninna bahkan benar-benar berubah secara keseluruhan. Yang lebih mencolok dari perubahannya itu adalah, bagaimana sikap Naninna pada Amalia. Sekarang dia lebih menjaga jarak dan tidak ingin berurusan dengan kekasihnya.
"Hm, Amalia pasti mengerti. Dia tidak mungkin marah hanya karena masalah sepele
Selain itu, aku hadiah untukmu."
Hadiah?
Naninna menantikannya. Hadiah apa yang dibawa oleh suaminya itu untuk dirinya? Jika itu benar-benar berharga, bukankah itu sangat bermanfaat bagi rencana selanjutnya?
Matthew mengeluarkan sebuah liontin dengan permata berwarna kuning emas yang mirip sekali dengan retina miliknya. Seketika Naninna dibuat terpaku. Dimasa lalu, satu bulan sebelum kematiannya, Matthew juga membelikan dirinya sebuah liontin persis seperti yang ia lihat sekarang. Jika hal ini sudah terjadi, apa mungkin hari kematiannya akan segera tiba?
Apakah dirinya akan mengalami kematian yang sia-sia seperti dulu?
Apakah Tuhan tidak akan memberinya kesempatan hidup dan memperbaiki semua yang pernah ia lakukan dimasa lalu?
Padahal Naninna berharap bisa membalaskan dendam kematian orang-orang disekitarnya dimasa sekarang tanpa adanya gangguan apapun.
Tapi sepertinya tidak semudah itu. Naninna memandangi liontin itu sejenak. Lalu meminta Matthew memasangkannya untuknya. Matthew pun menurut. Tidak menolak sedikitpun.
"Cantik."
"Cantik ya..." Naninna berdiri dan bercermin didepan kaca besar. Ia melihat pantulan dirinya di cermin. Jika dibandingkan dengan dirinya, bahkan seujung kuku Amalia pun, wanita itu jelas tidak ada apa-apanya. Tapi mengapa dulu ia selalu saja kalah saing dengannya? Secantik apapun ia berdandan, tetap Matthew sebagai suami tidak pernah sekalipun mengatakan dirinya cantik. Tapi untuk kali ini, meskipun hanya sekali ia mendengarnya, tapi entah kenapa kesannya begitu tulus.
Matthew memeluk punggung sang istri dari belakang. Hingga mata mereka saling bertatapan satu sama lain. Naninna jelas menyadari hal itu. Namun ia berusaha melepaskan pelukan sang suami.
"Aku... sangat merindukanmu. Aku benar-benar merindukanmu. Tidurlah bersamaku, Ninna... Beberapa hari ini diriku hanya tidur sendirian tanpa adanya dirimu disisiku."
Merindukanku?? Cuihh!!
Naninna mendengus. Dia bahkan dulu sebagai suami tidak pernah menyentuhnya sama sekali. Meskipun Naninna memakai pakaian yang memperlihatkan lekuk tubuhnya, tidak semudah itu untuk merayu Matthew agar mau menyentuhnya.
"Kita sudah bertemu, untuk apa kau masih merindukanku lagi? Kau bahkan tidak pernah berbicara seperti itu." Tubuh Matthew menegang. Kali ini tubuh mereka saling berhadapan. Mengunci pergerakkan dan mata Matthew sepenuhnya. Naninna sedikit menyesali perbuatannya dulu. Jika saja dimasa lalu dirinya lebih pintar dan lebih berfikir jernih, tidak mungkin dirinya dan Keluarganya menderita dan mengalami kematian yang mengerikan.
"Maaf karena diriku tidak pernah memperhatikanmu dulu, Ninna. Tapi percayalah, hatiku hanya tulus mencintao dirimu.."
Bolehkah dirinya menenggelamkan pria ini saja? Naninna bahkan tidak tahan dengan rayuan busuk dari suaminya itu.