Ellia Naresha seorang gadis kecil yang harus menjadi yatim piatu diusianya yang masih sangat muda. Setelah kepergian orang tuanya, Ellia menjalani masa kanak-kanaknya dengan penuh siksaan di tangan pamannya. Kehidupan gadis kecil itu akan mulai berubah semenjak ia melangkahkan kakinya di kediaman Adhitama.
Gavin Alvano Adhitama, satu-satunya pewaris keluarga Adhitama. Dia seorang yang sangat menuntut kesempurnaan. Perfeksionis. Dan akan melakukan segala cara agar apa yang diinginkannya benar-benar menjadi miliknya. Sampai hari-hari sempurnanya yang membosankan terasa lebih menarik semenjak Ellia masuk dalam hidupnya.
Cinta dan obsesi mengikat keduanya. Benang takdir yang sudah mengikat mereka lebih jauh dari itu akan segera terungkap.
Update tiap hari jam 08.00 dan 20.00 WIB ya😉🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nikma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertolak Belakang
Ellia menggeliat sebelum ia benar-benar terbangun dari tidurnya. Ia meregangkan tubuh dan menguap untuk memgumpulkan kembali kesadarannya. Sampai ketika ia menoleh ke arah tempat tidur. Di situlah Ellia merasa sangat terkejut dengan seseorang yang ada di sana. Matanya segera terbelalak lebar seakan tak percaya apa yang ada di depannya. Ia melihat Gavin sedang duduk bersadar di atas tempat tidur sambil bermain ponsel.
"Tu-Tuan muda?" Gumamnya takut-takut. Gavin yang semula sedang bermain ponsel menghentikan aktivitasnya dan menatap Ellia dengan tajam.
"Sudah, jadi putri tidurnya?" Sindir Gavin yang masih menatap Ellia dengan tajam. Mendengar suara rendah Gavin, barulah Ellia tersadar bahwa itu bukan mimpi.
"Maafkan saya tuan. Saya tak sengaja tertidur. Tapi, saya sudah membersihkan semuanya tuan. Tidak ada debu sama sekali." Seru Ellia yang langsung berdiri dari duduknya.
Setelah ia menjelaskan pada Gavin, ia segera menundukkan kepalanya takut-takut. Dalam hati, Ellia merutuki Gavin yang tiba-tiba muncul juga murutuki kebodohannya karena bisa tertidur begitu pulas di sarang harimau.
Gavin tak merespon dan terus menghujani Ellia dengan tatapan tajam. Sampai Ellia tak berani mengangkat kepalanya.
"Jangan-jangan selama aku tidak kemari, kamu menganggap kalau rumah pohon ini milikmu ya? Sepertinya kamu juga pernah tidur di kasurku." Tuduh Gavin pada Ellia yang ketakutan.
"Ti-Tidak tuan! Sungguh saya hanya meminjam kursi dan meja itu. Itupun, kalau sudah saya gunakan, pasti akan saya bersihkan lagi. Dan hari ini pertama kalinya saya tertidur di sini tuan. Sungguh!" Jelas Ellia sambil menatap Gavin. Berharap tuan muda itu segera melepaskannya.
"Bagaimana aku bisa mempercayaimu?" Tanya Gavin sembari berdiri dan berjalan mendekati Ellia. Ellia tak bisa menjwab, karena ia juga tak punya bukti, ia cukup kebingungan.
"Maafkan saya tuan." Ucap Ellia lirih saat Gavin sudah ada di hadapannya. Gavin tak menjawab dan semakin mendekati Ellia.
Ellia yang merasa terancam tanpa sadar berjalan mundur dan menghindar sampai tubuhnya membentur dinding. Ia ketakutan melihat Gavin yang berada tepat di depannya. Kemudaian, Gavin menundukkan kepalanya. Ellia tak tahu harus berbuat apa dan hanya bisa memejamkan matanya ketakutan.
"Hmm, kurasa memang benar kamu tidak tidur di kasurku. Kasurku berbau wangi." Ucap Gavin tepat di samping telinga Ellia.
Di situlah Ellia langsung membuka matanya. Ia sudah melihat Gavin menjauh dan kini duduk di kursi yang ia pakai tadi. Ellia merasa malu juga geram mendengar ucapan Gavin. Ellia mengartikan kalau ucapan Gavin tadi itu tidak langsung sudah mengejeknya bau. Gavin yang melihat wajah Ellia berubah merah karena marah sedikit menyunggingkan senyum mengejek.
Ellia berusaha sekuat mungkin untuk tidak meledakkan amarahnya. Ia tetap diam di tempat dan mengamati Gavin. Bisa ia lihat tuan mudanya itu kini tengah membolak-balik bukunya. Kemudian, ia mengambil ponsel Ellia yang masih tergeletak di sana.
"Tuan muda ... Itu milik saya. Bukankah tidak sopan melihat ponsel orang lain tuan?" Seru Ellia saat melihat Gavin mengambil ponselnya.
Namun, Gavin tak mendengarkan ia tetap menyalakan ponsel Ellia dan mengetikkan sesuatu di sana. Ellia merasa amarahnya semakin memuncak melihat itu. Ia segera berjalan mendekat dan akan mengambil ponselnya walaupun dengan paksa. Namun, saat ia sudah di depan Gavin, tanpa ia paksa tuan muda itu sudah langsung memberikan ponselnya.
Ellia segera melihat apa yang diketikkan Gavin tadi. Ternyata ia sedang mengetik sebuah nomor.
"Simpan nomorku baik-baik. Karena, aku akan segera ke luar negeri. Aku tak akan bisa mengawasimu secara langsung. Aku akan menghubungimu sewaktu-waktu. Awas saja kalau kamu tidak menerimanya." Ancam Gavin santai. Walaupun kesal, akhirnya Ellia menyimpan nomor Gavin.
"Coba hubungi aku." Perintah Gavin lagi. Dan Ellia hanya bisa menurut. Dengan itu Gavin juga sudah memiliki nomor Ellia.
Barulah saat itu Gavin bersiap untuk kembali ke rumah utama karena waktu sudah semakin larut.
"Kamu akan tidur di sini?" Seru Gavin saat sudah di depan pintu.
"Tidak tuan. Saya akan segera ke sana." Jawab Ellia sambil segera membereskan buku-bukunya. Baru kemudian ia berlari ke arah pintu. Tak lupa ia mengunci pintu dan membawa keranjangnya juga. Ia melihat Gavin yang masih menatapnya.
"Saya memungutnya lagi tuan. He. He. He ... Apa anda mau?" Tanya Ellia dengan senyum kikuk. Gavin tak menjawab dan berlalu pergi meninggalkan Ellia.
"Argghhhhh!!!"
Saat sosok Gavin sudah tak lagi terlihat oleh matanya, Ellia pun berteriak kesal dengan apa yang baru saja terjadi. Dan ternyata Gavin masih bisa mendengar teriakan frustasi Ellia itu dari kejauhan.
"Gadis bodoh." Gumam Gavin dengan senyum puas di wajahnya.
...
Beberapa waktu berlalu. Hari keberangkatan Gavin sudah semakin dekat. Rumah utama terlihat cukup sibuk karena banyak yang disiapkan. Malam itu juga akan di adakan makan malam perpisahan untuk melepaskan dan mendo'akan Gavin dengan beberapa keluarga terpandang. Salah satunya yang mendapat undangan adalah keluarga Wijaya.
Dari siang Clara dan ibunya sudah sampai. Namun, sayangnya Gavin siang itu masih di kantor untuk menyelesaikan pekerjaan terakhir sebelum ia tinggalkan. Alhasil, Clara merasa sangat jenuh dan bosan terjebak di obrolan orang dewasa. Akhirnya, ia meminta izin untuk berjalan-jalan di taman belakang.
Di sana ia tak sengaja melihat Ellia yang sedang menyiram tanaman. Clara ingat Ellia adalah gadis yang ia temui terakhir kali bersama Gavin. Ia juga ingat, kalau Ellia adalah gadis yang cukup kurang sopan pada majikannya. Akhirnya, Clara berinisiatif mendekati Ellia.
"Hallo, kita bertemu lagi." Sapa Clara ramah pada Ellia. Ellia menatap Clara dan teringat bahwa ia adalah gadis yang bersama tuan mudanya terakhir kali.
"Ada yang bisa syaa bantu nona?" Tanya Ellia sopan. Ia segera meletakkan selang air yang ia pegang.
"Kau sedang sibuk? Aku sedang bosan. Bisakah kau menemaniku berkeliling?" Tanya Clara yang seperti memerintah. Mana mungkin juga ada opsi bagi Ellia untuk menolak.
"Dengan senang hati nona." Jawab Ellia ramah. Kemudian, ia segera menghampiri Clara.
"Hm, sepertinya kau sudah lama berada di sana. Pakaianmu penuh dengan tanah." Kata Clara sambil menatap penampilan Ellia yang lusuh. Lengkap dengan tanah dimana-mana.
"Maafkan saya nona. Saya akan berjalan di belakang anda." Ucap Ellia yang reflek menjaga jaraknya dengan Clara. Clara tersenyum puas melihat itu.
Kemudian, kedua gadis itu berjalan menyusuri taman dan tepian danau. Terkadang, Clara mencoba mengajak mengobrol Ellia namun ujung dari obrolan itu selalu kata-kata indah yang berbalut merendahkan Ellia. Ellia tak bisa marah dan mengeluh. Karena, ia tahu posisinya saat itu adalah hiburan bagi nona muda yang sedang bosan.
Tak terasa hari semakin sore, Clara segera berjalan menuju kembali ke rumah utama untuk persiapan acara. Di taman dekat dengan pintu rumah utama, Clara bisa melihat Gavin serta beberapa temannya sudah ada di sana. Clara pun semakin mempercepat langkahnya diikuti Ellia di belakang.
"Kakak Gavin!" Panggil Clara setelah jarak mereka tak jauh lagi.
Gavin menoleh dan melihat Clara yang datang diikuti oleh Ellia dibelakangnya. Tampilan ke dua gadis itu sangat bertolak belakang. Ia menatap Ellia tajam, seakan berkata kenapa dia ada di sana? Dan tatapan itu tak sengaja dilihat oleh Ellia. Melihat tatapan itu, perasaan Ellia semakin sakit.
Begitu menjijikkannya kah aku?
.
.
.
Bersambung ...