Spinoff The Lost Emir
Nandara Blair, pembalap MotoGP dari tim Ducati, tanpa sengaja menabrak seorang gadis saat menghindari seekor kuda yang lari. Akibatnya, Wening Harmanto, putri duta besar Indonesia untuk Saudi Arabia yang sedang berlibur di Dubai, mengalami kebutaan. Nandara yang merasa bersalah, bersedia bertanggung jawab bahkan ikhlas menjadi mata bagi Wening. Bagaimana kisah antara Emir Blair dan seorang seniman tembikar yang harus kehilangan penglihatannya?
Generasi Ketujuh Klan Pratomo
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Reeves, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wening dan The Blair Dubai
Nandara menoleh ke arah Wening yang memiringkan kepalanya untuk mendengar semua percakapan Park Joon-seo dan Nefa.
"Kamu bisa membedakan nada suara?" tanya Nandara.
"Kamu memang tidak bisa melihat tapi dengan begitu, indera lainnya akan lebih bekerja dan sensitif," senyum Wening. "Aku harus bisa beradaptasi dengan kondisiku sekarang bukan?"
"Iya. Maaf ya Wening ...."
"Tidak apa-apa. Memang sudah suratan takdir yang dituliskan sejak dalam kandungan empat bulan bukan?" jawab Wening sambil menepuk tangan Nandara dengan tangannya yang bebas.
"Aku akan belikan tongkat buat kamu nanti." Nandara menggenggam tangan Wening. "Besok aku latihan lagi dan Minggu depan sudah balapan. Kamu datang ya."
Wening tersenyum. "Aku kan tidak bisa melihat Nanda."
"Tidak apa-apa. Kamu pasti belum pernah datang ke arena balap MotoGP kan?"
"Jujur Nandara, aku lebih suka sepakbola daripada balapan. No offense ( tidak bermaksud menyinggung ), aku ngantuk nonton balapan," kekeh Wening membuat Nandara tersenyum paham.
"It's okay. Tidak semua orang harus suka kan?" ucap Nandara.
Keduanya mendengar ucapan Park Joon-seo yang akan membawa Marcello Alposa ke New York karena melakukan kejahatan disana dan sudah pasti jaksa penuntut umum pengadilan New York, sudah tidak sabar untuk menuntut hukuman mati.
"Itu suara ... Vampir tiga?" tanya Wening.
"Iya. Kenapa?"
"Sangat berat, dalam dan membuat orang lain merinding," gumam Wening.
Nandara terbahak. "Kamu harus lihat fisiknya yang macam vampir Transylvania cabang Busan."
Wening tersenyum. "Bukan Train to Busan kan?"
"Wening, itu film zombie, bukan film vampir."
Keduanya pun saling tertawa kecil. "Aku senang kamu bisa tertawa, Wening," ucap Nandara serius.
"Karena aku sudah bisa beradaptasi. Meskipun semingguan aku mengalami kebutaan ...." Wening menoleh ke arah Nandara. "Kamu, kedua orangtuaku, Oma Nura, Nefa, adalah orang-orang yang membuat aku lebih bisa menerima situasiku sekarang. Tidak mudah Nanda, karena semua rencana masa depan aku berantakan. Tapi, jika aku tetap ngelangut, meratapi nasib, tidak ada semangat ... Sama saja aku membuat diriku mati pelan-pelan kan?"
Nandara tidak tahan lalu memeluk Wening. "I'm so sorry...."
Wening membalas pelukan Nandara. "Tetap aku tidak menerima kamu mendonorkan matamu ke aku."
Suara pintu terbuka membuat Nandara melepaskan pelukannya dan Nefa serta Park Joon-seo menatap bingung.
"Kenapa kamu peluk Wening?" tanya Nefa judes.
***
"Kamu mau apa?" tanya Park Joon-seo bingung saat mereka berada di istana Al Azzam Blair usai urusan di kantor polisi selesai. Menurut rencana, besok dua agen FBI yang datang ke Dubai bersama Park Joon-seo, akan membawa Marcello Alposa kembali ke New York sementara suami Nefa itu masih tinggal di Dubai untuk menyelesaikan semua proses hukum.
"Memegang wajah anda," jawab Wening. "Aku seniman dan terbiasa membuat sesuatu dari tanah liat dengan tangan. Aku memang tidak bisa melihat tapi bertahun-tahun aku mempelajari ilmu tembikar, tanganku seperti mataku."
"Wening penasaran sama Vampir Busan," kekeh Nandara membuat iparnya itu menatap judes.
"Aku vampir Busan, Rylee vampir Manchester dan Dipta vampir Maryland ... Gitu?" balas Park Joon-seo membuat semua orang tertawa.
"Jadi kamu sudah bisa beradaptasi ya, Wening?" tanya Syahreza, putra bungsu Damian Blair yang ikut nimbrung.
"Pelan-pelan, Reza," jawab Wening yang bersyukur semua orang di istana baik-baik. Bahkan bayangan Wening kalau para Emir itu sombong dan belagu, tidak dia rasakan di istana milik keluarga Blair.
"Reza, kamu sudah move on setelah diputuskan?" tanya Nefa.
"Udin lah! Cewek itu banyak, tapi yang green flag jaman sekarang itu sama susahnya dengan cewek cari cowok," jawab Syahreza yang sekarang berusia 24 tahun, beda empat tahun dari Nefa dan Nandara yang sekarang berusia 28 tahun. Kakak Syahreza, Shaera Blair sudah menikah dengan Eren Al Sharif dan tinggal di Oman. ( Baca The Lost Emir )
"Memang mantannya Reza siapa?" tanya Wening yang entah sejak kapan, menjadi nyaman dengan keluarga Sultan itu.
"Salah satu model dari Morr. Aku sudah bilang kalau pacaran sama model itu ... Banyak dramanya kecuali kakaknya Reza," ucap Nefa.
"Siapa kakaknya Reza?" tanya Wening bingung.
"Shaera Blair."
Wening terkejut. "Model cantik itu?"
"Kamu tahu?" tanya Nandara.
"Siapa yang tidak. Wajahnya banyak bertebaran di baliho dan jumbo Tron kalau Morr mengeluarkan koleksi terbarunya. Tapi kayaknya empat tahun terakhir ini sudah jarang ya?" jawab Wening.
"Karena sudah punya si kembar jadi Sher lebih fokus mengurus Aidan dan Ella," timpal Nandara.
"Sekarang Wening, kamu jadi tidak pegang wajahku? Mumpung belum aku bersihkan!" ucap Park Joon-seo dingin.
Nefa cekikikan melihat wajah manyun suaminya.
"Sumimasen ...." Wening lalu menyentuh wajah Park Joon-seo setelah dipandu Nandara. Gadis itu menyentuh lembut wajah Park Joon-seo sekitar dua menit lalu tersenyum. "Kulit anda halus sekali, Oppa. Wajah tegas, hidung yang sempurna dan ... Memang mirip vampir. Untuk ukuran pria matang usia tiga puluhan, wajah anda memang khas orang Korea yang awet muda."
Park Joon-seo menoleh ke Nefa usai Wening selesai menyentuh wajahnya. "Apakah aku se vampir itu?"
"Memang kamu adalah vampir ku, Junjun," senyum Nefa sambil tersenyum dan mencium bibir suaminya.
Wening tersenyum merasakan aura cinta yang kuat antara Park Joon-seo dan Nefa. Tidak heran mereka sudah menikah hampir lima tahun.
"Jadi kalian berdua baru kembali ke New York lusa setelah menyelesaikan semuanya?" tanya Syahreza.
"Yup. Terutama mengambil aset si Marco bukan Pollo itu yang sudah dirampok dari Nanda. Lagian, Nanda tuh santun banget sih sama penjahat!" omel Nefa.
"Lho, kata Junjun jangan mencolok. Ya aku nurut lah," jawab Nandara kalem.
"Iyaaa tapi mbok ya dihajar gitu? Tonjok kek, tendang anunya kek ... Bikin bonyok dulu lah!" omel Nefa membuat Wening terkejut.
"Jangan kaget, Wening. Cewek-cewek di keluarga aku lebih galak dari yang cowok. Bahkan kakak perempuan aku dikenal sebagai dokter jagal karena sukanya ambil ginjal para penjahat yang sudah meninggal untuk didonorkan," senyum Syahreza.
"Seriously?" tanya Wening.
"Serius. Kamu harus bertemu dengan duo jagal itu!"
Wening menoleh ke Nandara yang duduk di sebelahnya. "Dua?"
"Dua. Satu di Dallas, satu di London."
"Beda negara? Syukurlah."
"Eeeehhh?" seru ketiga Blair bersaudara.
"Kok syukurlah?" tanya Park Joon-seo.
"Kalau satu negara kan bisa berabe bukan? Karena akan menjadi arena pusing para pihak kepolisian," jawab Wening sambil tertawa.
"Benar juga sih," gumam Nandara.
Wening hanya tersenyum manis.
***
Yuhuuuu up Pagi Yaaaaaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️
biarkan Wening bahagia dengan keluarga barunya..