Sila, seorang gadis karier dari dunia modern yang tajam lidah tapi berhati lembut, terbangun suatu pagi bukan di apartemennya, melainkan di sebuah istana mewah penuh hiasan emas dan para pelayan bersujud di depannya—eh, bukan karena hormat, tapi karena mereka kira dia sudah gila!
Ternyata, Sila telah transmigrasi ke tubuh seorang selir rendahan bernama Mei Lian, yang posisinya di istana begitu... tak dianggap, sampai-sampai namanya pun tidak pernah disebut dalam daftar selir resmi. Parahnya lagi, istana tempat ia tinggal terletak di sudut belakang yang lebih mirip gudang istana daripada paviliun selir.
Namun, Sila bukan wanita yang mudah menyerah. Dengan modal logika zaman modern, kepintarannya, serta lidah tajamnya yang bisa menusuk tanpa harus bicara kasar, ia mulai menata ulang hidup Mei Lian dengan gaya “CEO ala selir buangan”.
Dari membuat masker lumpur untuk para selir berjerawat, membuka jasa konsultasi percintaan rahasia untuk para kasim.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Namun yang lebih mengejutkan adalah ketika pengawal misterius—yang sangat diam itu—tiba-tiba ikut menyalakan dupa dengan tangan gemetar.
Dan… terlilit lengan bajunya sendiri.
Mei Lin menahan tawa. Tapi matanya menyipit.
Setelah selesai, ia mencolek pengawal itu sambil berkata pelan, “Paduka… bolehkah hamba memberi saran?”
Pengawal itu menoleh cepat, kaget.
“Saran apa?”
“Lain kali, kalau menyamar… jangan terlalu wangi. Bahkan bunga melati pun minder dengan parfum Anda.”
Pengawal itu membeku.
Mei Lin mengedipkan mata.
“Salam hormat untuk Kaisar, yang ternyata suka mendaki juga.”
Ibu Suri Bahagia, Mei Lin Terhibur, Kaisar Tersindir Lembut
Malamnya, mereka menginap di penginapan kecil dekat kuil. Ibu Suri duduk di balkon, memandangi bintang.
“Kau benar, Mei Lin. Kadang yang kita butuhkan hanyalah keluar dari istana dan mengingat bahwa dunia lebih luas dari dinding emas itu.”
Mei Lin tersenyum. “Dan udara gunung lebih segar daripada aroma politik, Yang Mulia.”
Ibu Suri tertawa.
Kaisar, eh, maksudnya pengawal misterius, tiba-tiba masuk membawa air hangat. “Silakan, Yang Mulia.”
Mei Lin menjawab manis, “Terima kasih, Pengawal Zhang. Dan… salam untuk Yang Mulia Kaisar bila Anda bertemu beliau nanti.”
Kaisar mendesah pelan.
“Lidahmu tajam tapi tidak menyakiti. Menyebalkan tapi lucu.”
Mei Lin membungkuk. “Hamba belajar dari pengalaman—dan dari Anda.”
Keesokan harinya, saat mereka kembali ke istana, kabar telah menyebar lebih cepat dari angin dan Selir-Selir Lain? Menyulut Iri Lagi
“Ibu Suri pergi? Dengan siapa?”
“Mei Lin?! Lagi-lagi dia?!”
“Apakah dia mencuri hati Ibu Suri dan Kaisar sekaligus?!”
Kegaduhan terjadi di ruang selir. Tapi Mei Lin hanya kembali ke paviliunnya, membuka buku pinjaman dari perpustakaan kota, lalu berkata:
“Penyamaran selesai. Sekarang waktunya berlatih pedang. Siapa tahu nanti harus menyelamatkan Ibu Suri dan menyamar sebagai prajurit.”
Qin Mo melirik. “Jangan-jangan nanti anda menyamar jadi Kaisar.”
Mei Lin tertawa sambil mengangkat pedang kayunya. “Kalau jadi Kaisar, hal pertama yang kulakukan: bubarkan kompetisi selir! Ganti dengan lomba masak mingguan!”
Setelah perjalanan ke kuil, kedudukan Mei Lin di mata Ibu Suri dan Kaisar makin menguat. Tapi bagi para selir lain, itu adalah bencana nasional tingkat istana. Mereka mulai menyusun rencana untuk menjatuhkan Mei Lin—lagi.
Namun Mei Lin tak peduli. Ia sibuk dengan urusannya sendiri. Dan kini, ada hal baru yang mencurigakan…
Beberapa hari berlalu kecurigaan Makanan Ibu Suri Terasa Berbeda pun mencuat
Ibu Suri yang telah pulih mulai kembali bersantap dengan normal. Namun dalam beberapa hari terakhir, beliau kembali kehilangan selera.
“Kenapa sup ini rasanya hambar?” tanya Ibu Suri.
Mei Lin diam-diam mencicipinya ketika pelayan lengah. Dahinya berkerut. “Ini bukan resep bubur ayam jamur yang kubuat sebelumnya… Ada yang berubah.”
Dan seperti biasa, Mei Lin tidak bisa diam saja.
Karena ingin tau semuanya Mei Lin berencana untuk menyamar dan menyusup ke dapur kerajaan.
Malam itu, Mei Lin menyelinap keluar dari paviliunnya. Ia mengenakan pakaian pelayan dapur yang “dipinjam” dari kamar cuci. Diikat rambutnya dengan kain lusuh dan menutupi wajah dengan kerudung tipis.
Qin Mo menatapnya dengan ekspresi bingung dan lelah. “Apakah ini perlu?”
Mei Lin menjawab mantap, “Kalau Ibu Suri sampai sakit karena makanan, yang pertama dicurigai tentu aku! Lebih baik aku tahu dulu siapa yang bermain-main di dapur!”
Dengan gerakan lincah—dan sedikit ceroboh—Mei Lin masuk ke area dapur utama.
Namun belum lima langkah, dia—secara heroik dan konyol—terpleset kulit mentimun dan hampir menjatuhkan panci sup!
“Siapa itu?!” bentak kepala juru masak.
Mei Lin buru-buru menunduk. “Maaf… saya pelayan baru… dari dapur timur…”
“Dapur timur? Kapan mereka kirim orang baru?!”
Mei Lin cepat-cepat mengambil sendok dan mulai mencicipi kuah-kuah di dekatnya.
“Ini... kurang pala. Dan ini… terlalu asin. Siapa yang mengatur bumbu hari ini?”
Kepala juru masak menatap curiga. “Kau... punya lidah koki.”
“Tidak, hanya… punya rasa sayang untuk Ibu Suri,” jawab Mei Lin cepat.
Namun saat ia membalik badan, tiba-tiba—sebuah suara berat dan dalam terdengar dari belakangnya.
Pertemuan Tak Terduga dengan Guru Besar Dapur Kerajaan
“Sejak kapan pelayan tahu cara mencampur bumbu seperti peramu obat langit?”
Mei Lin membalik badan cepat. Seorang pria tua berjanggut putih berdiri di sana. Pakaiannya seperti milik tabib, tapi aroma tubuhnya… penuh rempah dapur!
Itu adalah Master Liu, mantan koki utama istana yang sudah lama pensiun, tapi dikenal sebagai dewa rasa di dapur kerajaan.
Mei Lin meneguk ludah. “Hamba… hanya mencicipi…”
Master Liu menatap tajam. “Kau bukan pelayan. Kau salah satu selir.”
Para pelayan lain menoleh dengan mulut terbuka.
“Tapi… kau tahu rasa. Dan kau mencintai masakanmu. Ikut aku ke dapur belakang. Kita adu rasa.”
Mei Lin nyaris tersedak. “Adu rasa… dengan Anda?!”
Adu Rasa yang Menciptakan Mentor Tak Terduga
Dan begitulah, malam itu dapur belakang jadi tempat rahasia adu masak. Master Liu dan Mei Lin membuat dua jenis sup jamur ayam khas.
Saat Master Liu mencicipi buatan Mei Lin, ia terdiam lama.
“Aroma jamurmu lebih dalam. Kau tambahkan… air rebusan tulang bebek, ya?”
Mei Lin tersenyum. “Hanya setetes. Tapi cukup untuk membuat rasa umami menonjol.”
Master Liu mengangguk.
“Mulai besok malam, kau belajar di bawahku. Tapi diam-diam.”
Pagi berikutnya, setelah malam penuh aroma dapur, Mei Lin kembali ke jadwal rahasianya lainnya: latihan bela diri bersama Qin Mo di taman belakang.
Dia sudah belajar jurus dasar pedang dan cara menangkis serangan tangan kosong.
Namun saat sedang berputar mengayun pedang… sebuah suara terdengar dari belakang.
“Posisi kuda-kudamu sangat… memalukan.”
Mei Lin berbalik. Seorang lelaki tua dengan rambut diikat ke belakang berdiri sambil membawa tongkat panjang.
Itu adalah Guru Ji, pelatih bela diri utama untuk para prajurit istana.
“Apa… Anda tersesat, Guru?” tanya Mei Lin gugup.
“Tidak. Aku melihat gerakanmu sejak sepuluh menit lalu. Kau menggerakkan pedang seperti sedang menari hujan.”
Qin Mo membungkuk hormat. “Maaf, Guru Ji, saya yang melatih beliau.”
“Kalau begitu… biarkan aku yang melanjutkan.”
Mei Lin hampir pingsan.
“Besok pagi, di halaman timur. Kalau kau tidak datang, aku akan bilang pada Kaisar kalau kau mengayun pedang di dekat dapur.”
Mei Lin menatap Qin Mo. “Bagaimana bisa hidupku mendadak penuh pelatih dan guru?”
Qin Mo tersenyum simpul. “Itu karena, Nona Mei Lin… kau terlalu mencolok untuk jadi selir biasa.”
Mei Lin menatap langit, menarik napas dalam.
“Kalau begini terus… sebentar lagi aku buka sekolah sendiri!”
Bersambung
semoga sampe tamat ya Thor 🥰🥰
semangat nulisnya...
sehat selalu ya 🥰🥰