NovelToon NovelToon
TERJERAT BERONDONG LIAR

TERJERAT BERONDONG LIAR

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Konflik etika / Cinta Terlarang / Beda Usia / Identitas Tersembunyi / Saling selingkuh
Popularitas:21.5k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

Lima belas tahun menikah, Ghea memergoki suaminya berselingkuh dengan sekretarisnya. Lebih menyakitkan lagi, di belakangnya sang suami menyebutnya sebagai wanita mandul dan tak becus melayani suami. Hatinya hancur tak bersisa.

Dalam badai emosi, Ghea pergi ke klub malam dan bertemu Leon—pria muda, tampan, dan penuh pesona. Dalam keputusasaan, ia membuat kesepakatan gila: satu miliar rupiah jika Leon bisa menghamilinya. Tapi saat mereka sampai di hotel, Ghea tersadar—ia hampir melakukan hal yang sama bejatnya dengan suaminya.

Ia ingin membatalkan semuanya. Namun Leon menolak. Baginya, kesepakatan tetaplah kesepakatan.

Sejak saat itu, Leon terus mengejar Ghea, menyeretnya ke dalam hubungan yang rumit dan penuh gejolak.

Antara dendam, godaan, dan rasa bersalah, Ghea terjebak. Dan yang paling menakutkan bukanlah skandal yang mengintainya, melainkan perasaannya sendiri pada sang berondong liar.

Mampukah Ghea lepas dari berondong liar yang tak hanya mengusik tubuhnya, tapi juga hatinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

15. Terbaca

Ada seseorang di belakangnya.

Lengan kekar melingkari pinggangnya—begitu santai, begitu pasti.

Leon.

“Bagaimana... kau bisa ada di sini?” Ghea menahan napas. Suaranya nyaris bergetar.

Leon menunduk, membisik di telinganya dengan suara rendah yang menggelitik.

“Tentu saja bisa. Karena kau... sudah mencuri hatiku, Honey.”

Bibirnya menyentuh leher Ghea. Ringan. Tapi cukup membuat kulitnya meremang.

Ghea menutup matanya. Separuh dirinya ingin menolak. Separuh lagi... ingin tenggelam.

“Hentikan...” katanya lirih.

Tapi Leon tak mundur.

Senyum itu muncul—liar, percaya diri.

“Yakin?” tanyanya.

“Soalnya... nada suaramu barusan terdengar lebih seperti permohonan daripada penolakan.”

Ia menyentuh dagu Ghea, memaksanya menatap cermin di hadapan mereka.

“Lihat matamu sendiri, Honey. Lihat tubuhmu. Kau gemetar... tapi bukan karena takut.”

Ghea menahan napas. Satu kalimat itu menghancurkan pertahanannya lebih cepat dari yang ia harapkan.

"Ini salah," pikirnya.

Ini semua salah. Tapi... mengapa tubuhnya justru ingin lebih?

Ia menepis tangan Leon. Gerakannya lemah. Lebih seperti ragu daripada benar-benar menolak.

“Kenapa kau terus mengejarku?” Suara Ghea terdengar lebih seperti bisikan lelah.

“Kalau ini soal kesepakatan itu... aku sudah bilang, itu batal.”

Tapi bahkan saat ia mengucapkannya, ia bisa merasakan detak jantungnya memacu ritme tak wajar. Tubuhnya seakan tak peduli pada kata-katanya. Terlalu sadar akan aroma tubuh Leon. Terlalu hafal akan panas kulit pria itu di dekatnya.

Leon tak menjawab dengan kata-kata. Ia hanya menatap Ghea—lama, dalam—seolah melihat langsung ke dasar keinginan yang tak pernah benar-benar Ghea akui. Ia mendekat, membuat napas Ghea memburu.

“Aku tahu,” katanya pelan. “Tapi kau lupa satu hal.”

“Apa?” Ghea menahan diri agar tak mundur. Tak goyah. Tak terlihat lemah.

Leon menunduk sedikit, menatap matanya lebih dalam.

“Saat kau minta aku menghamilimu, bukan cuma tubuhmu yang bicara, Ghea. Itu datang dari tempat yang jauh lebih dalam.”

Ghea terkesiap.

“Dari hatimu yang kesepian.”

“Dari harga dirimu yang dicabik David.”

“Dari naluri seorang perempuan... yang ingin diinginkan, dengan utuh.”

Kata-kata itu menampar. Sekaligus memeluk.

Air mata Ghea hampir tumpah—bukan karena lemah, tapi karena merasa terbaca.

Ia membenci dirinya sendiri... karena merasa dilihat. Dikenali. Dipahami.

“Kau tak tahu apa-apa soal aku...” bisiknya, gemetar.

Leon menyentuh pipinya. Lembut. Tak memaksa. Tapi cukup membuat dunia di sekitar Ghea memudar.

“Aku tahu cukup banyak,” jawabnya.

“Cukup untuk tahu... bahwa kau hanya kuat di depan orang yang tidak tahu apa-apa.”

“Dan aku... bukan salah satunya.”

Ghea membuang muka, tapi Leon menarik wajahnya kembali.

“Kau bisa menolakku. Sekarang juga. Aku akan pergi.”

“Tapi setelah itu... kau kembali sendiri. Menangis di kamar. Tidur di ranjang yang dingin. Sambil bertanya... kenapa bukan kau yang dicintai.”

Ghea terisak. Marah pada dirinya sendiri karena terjebak.

Tapi tubuhnya... tak bergerak.

Tidak lari. Tidak melawan.

“Apa kau ingin aku mengulanginya, Ghea?” bisik Leon.

“Atau... kali ini, kau mau jujur pada dirimu sendiri?”

Ghea menepis pelukan itu. Cepat. Lalu melangkah menjauh. Hampir tergesa membuka pintu kamar mandi dan menguncinya dari dalam. Napasnya memburu.

Ia bersandar pada pintu, menatap wajahnya yang basah oleh keringat dan sisa emosi di cermin.

"Fokus, Ghea. Fokus. Kau harus belajar bisnis. Untuk merebut kembali milikmu. Bukan untuk... ini."

Ia membuka keran air hangat. Uap tipis mulai memenuhi ruangan saat ia menenggelamkan tubuhnya ke dalam bathtub. Matanya terpejam, membiarkan air membasuh amarah dan godaan yang masih mengendap di dasar pikirannya.

Namun suara Leon...

Sentuhannya...

Kata-katanya...

Semua itu seperti gema yang tak mau hilang. Mengendap seperti racun yang menyusup ke nadi.

"Kau cuma kuat... di depan orang yang tidak tahu apa-apa..."

Ghea menarik napas panjang. Lalu menenggelamkan kepalanya ke dalam air.

Dingin. Tenang. Hening.

Saat ia keluar dari dalam air, ia memutuskan.

"Malam ini... aku harus mengendalikan semuanya."

Ia menyelesaikan mandinya, memakai bath robe putih bersih, dan mengikat rambutnya dalam balutan handuk kecil.

Tapi saat membuka pintu kamar mandi, detak jantungnya seketika melonjak.

Leon.

Leon duduk santai di tepi ranjang.

Bertelanjang dada.

Hanya mengenakan celana boxer hitam.

Punggungnya bersandar pada kepala ranjang, satu kaki ditekuk, ponsel di tangan, dan ekspresinya—seperti seseorang yang benar-benar berada di rumahnya sendiri.

Ghea berdiri membeku di ambang pintu.

Posisi itu... bentuk tubuh itu... terlalu menggoda.

Meski sebelumnya ia pernah melihat Leon bertelanjang dada, tapi ia tak pernah benar-benar memerhatikannya.

Sekarang, ia menyadari.

Dada bidang.

Lengan berotot yang ideal.

Perut six-pack.

Rahang tegas.

Mata tajam.

Tampan.

Sebagai wanita dewasa—normal—ia terpesona.

Leon bahkan lebih muda dan lebih menarik dari David.

Bentuk tubuhnya... impian para wanita.

Sempurna.

"Tidak. Tidak. Aku tak boleh terpesona. Ini salah. Sadar Ghea! Sadar!" jerit batinnya.

“Apa yang kau lakukan di sini?” suaranya nyaris tercekat.

Leon tak langsung menjawab.

Ia menyelesaikan bacaannya, meletakkan ponsel di meja samping ranjang, lalu menatap Ghea dengan mata penuh permainan.

“Menunggu,” jawabnya santai.

“Karena aku tahu... cepat atau lambat... kau akan berhenti bersembunyi di balik semua topeng kekuatanmu.”

Ghea menggenggam tali bath robe-nya lebih erat.

Pertahanan kecil—satu-satunya yang masih bisa ia pegang.

“Keluar, Leon. Sekarang.”

Leon mencondongkan tubuh sedikit ke depan.

Siku bertumpu di lutut.

Senyumnya tipis, suara rendahnya membaur dengan atmosfer kamar yang mulai memanas.

“Kenapa? Karena aku terlalu nyaman?”

“Atau... karena bagian dari dirimu berharap aku tetap di sini?”

Ghea menahan napas.

Lagi-lagi, ia kalah sebelum sempat bertarung.

Leon tahu terlalu banyak.

Terlalu dalam.

Leon berdiri perlahan.

Tinggi. Tegap.

Dan terlalu berbahaya.

Ia melangkah...

...tapi berhenti tepat di hadapan Ghea.

Tak menyentuh.

Tak memaksa.

Hanya menatap. Dalam.

“Kau bisa suruh aku pergi. Dan aku akan pergi,” katanya pelan.

“Tapi sebelum itu... lihat aku, dan katakan—dengan jujur—bahwa kau benar-benar ingin aku pergi.”

Sunyi.

Ghea membuka mulutnya—

Tapi tak ada kata yang keluar.

Hatinya bergetar.

Tubuhnya menegang.

Dan mata Leon...

Tak berpaling sedikit pun darinya.

Ghea menarik napas panjang.

“Leon, aku serius. Ini kamarku. Ini rumahku. Dan kau—kau bukan siapa-siapa bagiku.”

Leon menatapnya lama.

Kemudian—dengan sangat pelan—ia mencondongkan tubuhnya ke arah Ghea.

Dekat.

Hingga hembusan napasnya menyapu wajah Ghea. Hangat.

“Kalau begitu, usir aku dengan hatimu. Bukan hanya dengan mulutmu.”

Ghea menggertakkan gigi.

“Keluar, Leon. Sekarang.”

Tidak ada reaksi.

Tidak ada langkah menuju pintu.

Hanya tatapan itu—tatapan sabar—yang seperti tahu:

Ghea sedang menyuruh dirinya sendiri, bukan Leon.

"Sial!" batin Ghea.

Meski baru mengenal Leon, ia bisa menilai.

Ia tahu—Leon tak akan pergi.

Dan sisi hatinya yang terdalam...

Menginginkan pria ini tinggal.

Hatinya mengkhianati logikanya.

Ia berbalik.

Mengambil bantal.

Lalu melemparnya ke dada Leon.

“Ambil ini. Tidurlah di sofa. Atau lantai.”

Leon menerima bantal itu tanpa membalas.

Ia hanya berjalan menuju sisi ranjang, meletakkan bantal di ujung kaki ranjang... lalu duduk diam.

“Leon,” Ghea memperingatkan.

Tapi tak ada balasan.

Hanya keheningan panjang.

Lalu...

“Tidur saja, Ghea,” katanya, seperti gumaman.

“Aku tidak akan menyentuhmu. Kalau itu yang membuatmu merasa aman.”

Ghea menatap punggung Leon yang kini berbaring menyamping, membelakanginya.

Darahnya mendidih.

Tapi bukan karena marah.

Melainkan karena...

Ia tidak tahu bagaimana harus menolak pria itu lagi.

Karena dirinya sendiri sudah mulai kehilangan arah.

Ia mematikan lampu.

Mencoba tidur.

Membelakangi Leon.

Di sisi ranjang yang lain.

Tapi...

Gelombang napas itu...

Hangat. Tenang. Dan perlahan...

Lengan itu.

Diam-diam melingkar di pinggangnya.

Tak terlalu erat.

Tapi cukup untuk membuat jantungnya mencelos.

Ghea tidak bergerak.

Tidak menepis.

Malam terus berlalu.

Dan pelukan itu tetap ada.

Hening. Aman.

Dan justru karena itu—Ghea jadi takut.

...🌸❤️🌸...

Next chapter :

Tok. Tok. Tok.

“Ghea? Sayang, kamu sudah bangun?”

Ghea membeku.

Suara itu.

David.

...🔸🔸🔸...

Tolong, bab-nya jangan ditabung kayak utang! 😭

Aku nulis pakai hati, bukan daun pisang.

Kalau kamu cuma baca doang tanpa like, komentar, atau kasih semangat, ceritanya bisa tewas perlahan... kayak hubungan tanpa kepastian.

Mau cerita ini tetap update? Bantu rawat, jangan cuma dilahap diem-diem.

Jadi pembaca yang beradab, bukan yang sembunyi kayak mantan pas lagi nagih utang.

To be continued

1
Yuni Setyawan
karena di restoran jd mencari jawabannya di antara meja,kursi,coba kalo pas ditengah jalan pasti bertanya pada rumput yg bergoyang 😂😂😂😂
Yuni Setyawan
oh....ternyata vika🤦🏻‍♀️😂
naifa Al Adlin
sepertinya leon ini anak yg hilang itu, kemudian di tolong ghea. nah dia ingin balas budi kayaknya,, iya g thor🤭lanjut deh thor daripada penisirin🤣🤣
Anonim
Ternyata Vika yang di depan Ghea.
Vika ini terlalu curiga sama Leon yang akan menghancurkan Ghea lebih dalam daripada David - sepertinya kok tidak.
Ghea bersama Leon merasa hidup - merasa utuh dan sepertinya Leon benar mencintai Ghea dan pingin membantu Ghea mengembalikan haknya sebagai pewaris perusahaan tinggalan orang tuanya yang sekarang dikuasai si pecundang David.
Tapi baik juga kalau Vika mau menyelidiki siapa Leon dan apa maksud Leon mendekati Ghea.
Anonim
suka dengan perlakuan Leon terhadap Ghea sayangnya Ghea walaupun dalam hati kecilnya suka kalau ketemu Leon tapi secara verbal marah - gemas kali terhadap Leon.
W a d uuuuuhhhh siapa dia yang menjadikan Ghea membeku - tangannya mencengkeram tali tas.
Leon senang ini terbukti malah tersenyum wkwkwk
nuraeinieni
setuju tuh usulan vika,kalian harus cari tau siapa leon,,tp di saat kalian tau,pasti kaget,tau kenyataannya leon seorang ceo dan kaya raya.
nuraeinieni
emang tuh si leon seperti jailangkung
nuraeinieni
jangan2 itu david yg datang?tdk apa apalah ghea,biar david tau kalau kau sangat berharga,bahkan bisa dapat yg lebih baik dari david
abimasta
saya sudah jantungan duluan kirain david yg tiba2 berdiri di deoan ghea
Siti Jumiati
sebagai sahabat yang baik vika gk rela sahabatnya hancur.

tapi tenang saja Vika, Leon orangnya baik dia yang akan menghancurkan David bersama selingkuhannya.
Anitha Ramto
nah betul Ghea..perkataan Vika harus mencari tahu siapa Leon sebenarnya dan apantujuannya,walawpun Leon kelihatannya tulus dan membuat kamu nyaman tetap saja kamu harus nyelidiki Leon lebih jauh sebelum badai datang
Siti Jumiati
so sweet banget Leon... siapa ya kira2 orang itu...
Dek Sri
apakah Ghea dan Vika akan tahu siapa Leon sebenarnya
Fadillah Ahmad
Lah Bukankah Leon iru Si Varndra Ya Kak Nana? Aduh Aku Bingung nih Kak...
Fadillah Ahmad
Mana Yang Lebih Kaya Kak Nana,antara Nugroho Group,Mahwndra Group dan Mahardika Group Kak Nana? Siapa yang Lebih Berkuasa kak Nana di Dunia Bianis kak? 😁😁😁
🌠Naπa Kiarra🍁: Masih Rayyan, Kak.
total 1 replies
Fadillah Ahmad
Mahardika Group,Hruf O nya Kurang Kak Nana... 🙏🙏🙏😁😁😁
Fadillah Ahmad
Kak Nana,aku suka sekali jika tokoh utamanya Wanita kak,maksudnya adapah aku lebih suka Ceritanya dari Sudut Pandang Si Wanita kak,misalnya Seperti Ghea ini. Kisah hidupnya,bagaimana ia menjalani hidup,jatuh bangunnya ia dari keterpurukkan,aku lebih suka tokoh utama Wanita Sih kak,atau misalnya nanti Kisah Adiknya Zayn,Si Zoeya,aku lebih Suka kakak,mengambil dari Sudut Pandangnya Zoeya kak. Begitu Maksud aku kak Nana,ketwrikatan Emosionalnya lebih tinggi kak Nana. 🙏🙏🙏
Fadillah Ahmad
Waw,baru Pertama Kali Aku Membaca Novel Kak Nana Menggunakan PROLOG,biasanya nggk pernah... 😁😁😁
Fadillah Ahmad
Akhirnya Novel Kak Nana Yang Baru Telah Di Kontrak,ini yang aku tunggu dari kemarin Kak... 😁😁😁
Yuni Setyawan
Tessa ka,atau David kah?
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!