aku tidak tahu apakah pernikahanku akan berjalan sempurna atau tidak...
aku juga tidak tahu apakah aku mampu melewati pernikahan ini hingga akhir atau tidak...
hanya Tuhanlah yang tahu akhir kisah cinta pernikahanku ini...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sepertinya Dia Tahu
Alishba terlihat berjalan bersama dengan Malik setelah mereka keluar dari toko kue Hemeti.
Mereka berjalan beriringan sembari bercakap-cakap sepanjang jalan trotoar.
Sesekali terlihat Alishba tertawa ringan ketika dia berbicara dengan Malik yang bersamanya.
"Aku selalu menyarankan kepada ibuku agar dia mau membeli kue tapi dia bilang bahwa tubuhnya terlalu padat untuk menampung beban kue manis", kata Malik.
"Oh, iya !?" sahut Alishba seraya menundukkan pandangannya.
"Ya, ibuku terlalu berisi buat memakan kue manis sedangkan diusianya ini, dia harus mengurangi banyak gula dan kolesterol", sambung Malik.
"Bisa pesan tanpa gula atau meminta agar pesanan kue khusus ibumu dengan resep tertentu, pasti bisa meski mungkin harganya akan lebih mahal", kata Alishba.
"Ya, pernah terpikirkan olehku, hal itu tapi sayangnya ibuku selalu saja menolaknya", sahut Malik.
"Oh, begitu, ya...", kata Alishba.
"Benar..., begitulah sifat ibuku", sahut Malik lalu tertawa ringan.
Alishba hanya tersenyum ketika mendengar curahan hati Malik, seolah-olah mereka seperti sahabat dekat sekarang ini.
"Oh, iya, kau pulang dengan naik apa ?" tanya Malik.
Malik mengedarkan pandangannya ke sekitar jalan di area toko kue Hemeti.
"Aku tadi diantar oleh sopir tapi aku menyuruhnya pulang karena kupikir aku akan lama di toko Hemeti", sahut Alishba.
"Oh, begitu, ya", kata Malik. "Apa aku mengantarmu pulang ke rumah sekarang ?" sambungnya.
Malik menoleh ke arah Alishba yang berdiri di hadapannya, menatapnya serius.
"Tidak enak jika dilihat oleh Sulaiman, dia pasti akan marah melihat aku pulang deganmu", sahut Alishba.
"Yah, benar juga, kaukan istri Sulaiman sekarang", kata Malik sambil mengangguk-angguk.
"Ya...", sahut Alishba lalu tersenyum simpul.
"Oh, iya, bagaimana kabar Sulaiman sekarang, bukankah dia kemarin malam pergi ke restoran, apa dia sudah pulang ke rumah ?" tanya Malik.
"Ehk, iya, dia sudah kembali ke rumah sekarang dan dia sedang tidur", sahut Alishba.
"Dia benar-benar sangat payah bahkan aku kesal dengannya karena telah menelponku dan membangunkanku malam-malam sekali", kata Malik.
Malik menaungi wajahnya dengan telapak tangannya yang dia letakkan di atas wajahnya.
"Apa kondisinya baik-baik saja sekarang ?" tanya Malik seraya melirik ke arah Alishba.
"Ya, dia baik-baik saja meski dia agak tidak sadarkan diri saat pulang ke rumah", kata Alishba.
"Dia mabuk atau mengantuk !?" sahut Malik.
"Dari aroma tubuhnya, tercium bau minuman keras dan parfum wanita disana, dia juga pulang tidak sendirian tapi bersama seorang pria yang mengaku pekerja restoran", kata Alishba.
"Astaga, Sulaiman !" keluh Malik seraya mendongak ke atas. "Maafkan aku, Alishba, karena saat itu aku ditelpon Sulaiman agar aku menemaninya disana, tapi aku justru menolaknya !"
Tampak Malik menyesali sikapnya malam itu saat Sulaiman meminta padanya untuk datang ke restoran tapi dia menolak pergi dan melanjutkan tidurnya.
"Seharusnya aku menjaga Sulaiman dari kekhilafan tapi dia berkata bahwa dia datang sendirian ke restoran tanpa siapa-siapa bersamanya", kata Malik.
"Entahlah, aku tidak tahu apa-apa, Sulaiman pergi begitu saja tanpa memberitahukan padaku akan kepergiannya itu", sahut Alishba.
"Tolong maafkan sekali lagi sikapku ini yang tidak menjaga Sulaiman saat dia pergi dengan pikiran kalut", kata Malik.
"Kalut !?" sahut Alishba tertegun.
"Yah, Sulaiman berkata bahwa dia sedang tidak enak saja dan sepertinya dia sedang menderita", kata Malik.
"Menderita...", sahut Alishba semakin bingung.
"Aku tidak tahu apa permasalahan yang dia hadapi semalam karena dia hanya meminta padaku agar aku menemaninya malam itu", kata Malik.
"Sebenarnya kami berselisih paham semalam saat acara pesta sore usai", sahut Alishba.
"Oh, begitu, ya...", kata Malik.
"Yah...", sahut Alishba menghela nafas pelan.
"Aku tidak tahu mengenai persoalan kalian yang terjadi malam itu, tapi aku telah menyarankan pada Sulaiman agar dia pulang ke rumah", kata Malik.
"Dia selalu memojokkanku dengan aliansi pernikahan padahal semua yang dia tuduhkan itu tidaklah benar", sahut Alishba.
Terlihat sorot mata Alishba menatap sendu ke arah Malik yang berdiri menatapnya.
"Yah, seperti itulah yang selalu dia ceritakan kepadaku tentang pernikahan kalian'', kata Malik.
"Apa dia menceritakan perihal rumah tangga kami padamu ?" tanya Alishba.
"Benar, aku selalu mendengar isi curahan hati Sulaiman yang mengatakan bahwa kau menjebaknya dalam hubungan aliansi pernikahan", sahut Malik.
"Apa yang dia katakan itu, tidaklah benar, aku tidak pernah melakukan aliansi pernikahan yang dia tuduhkan itu", kata Alishba.
"Dia memang keras kepala", sahut Malik seraya memalingkan muka.
"Karena itulah dia selalu menjauhiku dan bertengkar denganku selama kami menikah", kata Alishba.
"Dia sungguh keterlaluan !" sahut Malik.
"Aku tidak tahu caranya lagi agar dia percaya padaku bahwa tidak ada yang namanya aliansi pernikahan meski keadaan perekonomian keluargaku diambang kebangkrutan", kata Alishba.
"Aliansi pernikahan terjadi karena keluarga Sulaiman mengira ada sesuatu lainnya didalam hubungan pernikahan kalian", sahut Malik.
"Kira-kira begitu yang dipikirkan oleh Sulaiman selama ini", kata Alishba.
"Prasangka buruk itu terjadi lantaran ayah dari Sulaiman mengatakan hal itu kepada sepupu Sulaiman dan tanpa sengaja Sulaiman mencuri dengar pembicaraan mereka", sambung Malik.
Tin... ! Tin... ! Tin... !
Terdengar bunyi suara klakson dari arah sebuah mobil sedan hitam sedang berjalan ke arah mereka berdua.
"Rupanya sopirku sudah menjemputku, Alishba", kata Malik.
"Ya, Malik", sahut Alishba seraya menoleh ke arah mobil sedang hitam yang parkir didekatnya.
"Aku harus pergi sekarang karena aku harus segera pergi ke kantorku, apa kau akan ikut bersamaku, Alishba ?" kata Malik.
Alishba menggeleng pelan seraya menjawab.
"Tidak, Malik. Aku bisa pulang sendiri, naik taksi", sahut Alishba.
"Yah, baiklah kalau begitu, aku pergi dulu karena aku harus cepat-cepat sampai ke kantor sekarang ini", kata Malik.
Malik melirik cepat ke arah jam ditangannya lalu berpamitan kepada Alishba seraya menaiki mobil pribadinya.
"Aku pergi dulu, Alishba ! Sampai jumpa lagi ! Dagh... !" pamit Malik dari dalam mobil seraya melambaikan tangannya.
Alishba membalas lambaian tangan Malik yang telah didalam mobil.
"Sampai jumpa kembali...", sahut Alishba sambil tersenyum manis.
"Dagh..., Alishba... !" pamit Malik.
Mobil sedang hitam bergerak lamban menuju jalan raya utama, meninggalkan lokasi toko kue Hemeti, dimana Alishba masih berdiri di luar toko.
Alishba memandangi laju mobil yang dinaiki oleh Malik saat mobil meluncur pergi dari toko kue Hemeti.
"Saatnya pulang ke rumah...", kata Alishba seraya mendesah pelan.
Alishba teringat akan kue ulang tahun pesanannya yang rusak karena terjatuh ke lantai toko saat dia dan Malik tanpa sengaja saling bertubrukan satu sama lainnya.
"Apa sebaiknya aku membeli sekotak kue untuk aku bawa pulang ke rumah, karena pastinya Sulaiman akan menanyakannya", kata Alishba.
Alishba membalikkan badannya lalu berjalan kembali ke arah toko kue Hemeti, dan bermaksud membeli sekotak kue untuk dibawa pulang ke rumah.
Hari masih siang kala Alishba kembali ke toko kue Hemeti setelah dia lama berbincang-bincang di toko bersama Malik tadi.
Alishba segera menelpon taksi dan memesannya untuk membawanya pulang ke rumah Sulaiman.
Tak butuh waktu lama, datang sebuah taksi berwarna biru muda, masuk ke area halaman toko kue Hemeti, taksi pesanan milik Alishba telah datang.
Alishba bergegas cepat keluar toko kue Hemeti sembari menenteng sekotak kue pesanannya, ketika taksi pesanannya tiba dan menjemputnya, Alishba segera masuk ke dalam taksi itu yang membawanya pergi.
serem amat nikah kayak gini, thor !
aliansi pernikahan, gak ada tulus-tulusnya, gak ada cinta juga klo nikah seperti iniiii...