Setelah kehilangan anaknya dan bertahun-tahun hidup dalam bayang-bayang penghinaan dari suami serta keluarganya, Amira memilih meninggalkan masa lalu yang penuh luka.
Dalam kesendirian yang terlunta-lunta, ia menemukan harapan baru sebagai ibu susu bagi bayi milik bukan orang sembarangan.
Di sana-lah kisah Amira membuang kelemahan di mulai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Calon Mantu Keluarga Ardi
Hari pernikahan tinggal menghitung hari. Ardi hanya selangkah lagi meninggalkan status dudanya. Di tengah persiapan yang semakin padat, Lisa, calon istrinya Ardi datang berkunjung ke rumah. Niatnya sederhana, hanya ingin bersilaturahmi. Namun sambutan dari keluarga Ardi begitu luar biasa dan penuh antusias. Ibarat kata, Lisa minta disuguhkan bulan pun, keluarga Ardi siap sedia.
Apalagi Lisa datang membawa buah tangan yang melimpah. Semua orang di rumah kebagian, tidak ada satu pun terlewat. Ardi tampak senang, begitu pula keluarganya. Membuang Amira ternyata malah dapat ganti ikan kakap besar. Keberuntungan berlipat ganda, pikir mereka.
Ibu Ardi yang kemarin-kemarin sempat nyeletuk, "Coba saja Amira masih ada," kini hanya tersenyum simpul. Penyesalan itu perlahan memudar, tertutup oleh kehadiran Lisa yang berhasil membuat seluruh keluarga Ardi terkesan.
Lisa tampil dengan sikap percaya diri yang tinggi, bahkan nyaris jumawa. Tapi keluarga Ardi justru menyukai itu. Mereka menganggapnya keren, simbol status sosial yang tinggi. Semakin Lisa menonjol, semakin senang mereka dibuatnya. Keluarga Ardi memang ahli bersikap manis pada yang mereka anggap menguntungkan. Tak heran kalau mereka merasa cocok sekali dengan Lisa.
"Nak Lisa, menginap saja di sini malam ini, ya. Sudah malam, tidak usah pulang." Ibu merayu Lisa supaya tetap tinggal. Namun Lisa langsung menolak tanpa ragu sedikit pun. Walaupun begitu, sikapnya tetap terlihat elegan dan memukau di mata keluarganya.
"Nggak ah, lain kali saja," jawab Lisa sembari matanya jelalatan ke seisi rumah. Sekilas ada gestur meremehkan.
Tapi keluarga Ardi tidak menangkap itu. Yang mereka lihat justru seorang gadis keren, keren dan keren, yang mengira bahwa Lisa punya prinsip dengan tidak mau menginap karena belum resmi menikah. Wah, tambah tinggi saja nilai Lisa di mata mereka.
"Oh, gitu ya? Wah, bagus sekali prinsipnya." Kata ibu Ardi sambil tersenyum lebar. "Kalau begitu, titip salam ya buat ibu dan bapaknya Nak Lisa. Maaf banget, karena Nak Lisa datangnya mendadak, ibu belum sempat nyiapin tas Herpes buat oleh-oleh. Hehe."
Tawa sumbang beliau terdengar jelek sekali, jelas maksudnya mau pamer. Tapi...
"Tas Hermes, Mbak Yu, bukan herpes," bisik Bibi ke telinga Ibu dengan nada geli. Shinta langsung mendelik, malu bukan main.
"Oh iya, maksudnya Hermes. Hehe."
Lisa hanya tersenyum tipis. "Kalau begitu saya pamit dulu, ya. Jangan lupa habisin tuh kue dari luar negerinya. Baju-baju branded jangan lupa dipakai ya, biar cetar membahana. Oh iya, parfum mahalnya juga jangan lupa dipakai biar bau kisminnya minggat, ye khaaan..." seru Lisa pakai nada manjah, menyebutkan semua hadiah yang dia bawa.
Ibu, Bibi, dan Shinta langsung bersorak norak, ketawa heboh seperti sedang disanjung. Mereka terlalu mabuk harta, sampai tidak sadar harga dirinya lagi diinjak halus-halus. Di kepala mereka, yang penting tampil mewah.
Di tengah kehebohan para wanita, Ardi datang menghampiri Lisa.
"Mau pulang?" tanyanya kepada Lisa.
"Iya, sayaaang, aku pulang aja deh. Tadi aku nggak sengaja lihat kecoa. Jijiiik banget," kata Lisa sambil meringis manja.
Ibu, Shinta, dan Bibi langsung tersanjung lagi. Mendengar Lisa bilang jijik saja sudah bikin mereka kagum.
Shinta membisik ke Ibu, "Orang kaya mah begitu Bu, lihat kecoa langsung jijiiik. Lah coba Amira, nemu kecoa malah diajak ngobrol."
Mereka cekikikan. Bibi ikut nimbrung, "Iya tuh, paling banter juga digetok pakai gagang sapu terus dibuang bangkainya. Lah kita mah jijiiik dong... berarti kita orang kaya, kan?"
"Yomaaaan." Serempak, masih dengan suara bisik-bisik tapi ekspresi bangga setengah mati.
Ardi juga sama rupanya, laki-laki itu menenangkan Lisa bak pahlawan kesiangan. Katanya, kecoa mana yang berani gangguin sayangku?
Lisa pun sudah tidak mood berada disana lama-lama. Dengan senyum seadanya tanpa menjawab kecoa mana yang sudah menakutinya, ia segera mengajak Ardi pergi. Dalam hati ia mengumpat pelan, duh, norak banget sih keluarganya Ardi. Prett lah.
...****...
Di sisi lain dalam waktu bersamaan.
Amira meringis kecil saat Tuan Kecilnya kembali jahil. Meskipun kesakitan, Amira tidak sekalipun bereaksi kasar. Dia hanya menahan nyeri sambil berusaha memberi pengertian pada si bayi.
Sudah terlepas, si bayi hanya tertawa polos. Amira ikutan tertawa, seolah rasa sakitnya bukanlah luka. Melihat Tuan Kecil yang sudah tidak uring-uringan karena sudah kenyang, hati Amira mendesir senang.
Lanjut dia kasih tugas ke pengasuh meskipun Amira masih mau berlama-lama dengan Tuan Kecil. Namun, ada jam kerja seseorang yang harus dia hormati. Pengasuh langsung mengambil Tuan Kecil untuk di ninabobokan.
"Selamat bobo Tuan kecil."
"Nyenyenyenyeh... " Tuan Kecil berkata.
"Iya, nanti malam Tuan bisa minum. Tapi tidak langsung dari bibi ya."
"Aprupup...nyenyenye.. pruuupppppp." Air liur kemana-mana. Tuan kecil berusaha menyampaikan sesuatu pakai bahasa di dunianya. Amira seolah paham.
"Iya, kalau yang itu, besok lagi ya." Amira tersenyum lebar, disambut gelak kecil dari Tuan Kecil. Gemash sekali, tapi Amira hanya bisa tertawa. Kemudian mereka pun berpisah.
Setelah tugasnya rampung, Amira keluar kamar. Ia menuju ruang penyimpanan untuk mengambil peralatan persiapan penyediaan ASI malam nanti, yang tidak ia berikan secara langsung.
Dalam perjalanan, ia berpapasan dengan Ika.
Ika menyampaikan kabar bahwa jadwal libur untuk bagian mereka akan tiba besok lusa. Libur dalam artian mereka boleh keluar dari rumah megah milik Arga seharian penuh, tentu dengan syarat: tidak boleh membawa informasi apapun yang berkaitan dengan isi rumah ke dunia luar.
Mendengar itu, Amira langsung kepikiran untuk membuat daftar belanjaan yang akan ia cari saat waktunya tiba.
"Jadi Mbak Amira saja yang tentuin tempat, aku ikut saja. Selama ini jatah libur nggak aku ambil karena bingung mau kemana."
"Kenapa bisa bingung begitu?"
"Ya kan, aku itu perantau Mbak. Sehari tidak cukup buat dipakai pulang kampung. Mau jalan-jalan ke Mall dan tempat lain juga, rasanya gimana gitu. Rumah ini saja sudah bikin aku berasa di Mall atau gedung-gedung tinggi hehe."
"Iya sih kamu benar juga. Tapi lusa ada tempat yang kepengen aku datangi. Kalau kamu mau, sekalian temani aku belanja, bagaimana?" Amira sudah mendapatkan gaji pertamanya, jadi ia ingin memanfaatkan uang itu sebaik mungkin.
"Oke siap Mbak. Yasudah kalau begitu, selamat melanjutkan pekerjaan. Kayanya Mbak Amira sekarang aman dari perbuatan iri dengki deh. Soalnya Mbak Mia dapat surat peringatan dimana satu kali lagi dia buat ulah, maka disitulah hari terakhirnya bekerja di sini."
"Iya, kita do'akan yang terbaik saja buat dia. Selamat melanjutkan pekerjaan juga ya, Mbak Ika." kemudian mereka terpisah.
Rupanya, iri dengki masih ada tapi ditekan oleh rasa takut kehilangan pekerjaan di sini. Mia yang sangat geram tidak bisa berbuat apa-apa sekarang, sampai akhirnya dia menemukan...
.
.
Bersambung.
Sehingga ia tahu, mana yang tulus mana yang modus
#apasih