Jangan main HP malam hari!!!
Itu adalah satu larangan yang harus dipatuhi di kota Ravenswood.
Rahasia apa yang disembunyikan dibalik larangan itu? Apakah ada bahaya yang mengintai atau larangan itu untuk sesuatu yang lain?
Varania secara tidak sengaja mengaktifkan ponselnya, lalu teror aneh mulai mendatanginya.
*
Cerita ini murni ide penulis dan fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, dan latar itu hanyalah karangan penulis, tidak ada hubungannya dengan dunia nyata.
follow dulu Ig : @aca_0325
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 : kata ibu jangan buka HP
Varania mengendarai motornya meninggalkan rumah Celine. Sambil mengamati situasi lalu lintas yang tidak terlalu padat, dia mengobrol bersama Celine.
"Kamu tahu nggak siapa pemilik rumah bercat putih di seberang rumahmu?" Tanya Varania mengeraskan suara supaya Celine yang duduk di belakangnya bisa mendengar dengan jelas.
"Nggak tahu. Kata papaku rumah itu memang sudah lama kosong, nggak ada yang tinggal disana." Celine menjawab dengan suara yang tidak kalah keras.
Varania memikirkan kembali orang yang dia lihat di lantai dua rumah itu, kalau rumah itu kosong siapa yang tadi Varania lihat? Varania menggeleng, tidak mau terlalu memikirkannya. Palingan hanya salah lihat karena sudah malam dan Varania juga sudah lumayan lelah.
Varania mempercepat laju motor. Kota Ravenswood hanyalah kota kecil, hanya membutuhkan waktu dua jam untuk mengelilingi kota itu.
Sementara dari rumah Varania ke pos perbatasan sekitar dua puluh lima menit jika menggunakan sepeda motor.
Ting...
Varania menekan cepat rem dan klakson motor saat di depan sana seorang nenek menyebrang jalan tanpa memperhatikan sekitarnya.
"Astaga! Hampir aja nabrak," ucap Celine mengusap dadanya lalu turun dari motor. Varania menghentikan motornya di pinggir jalan. Keduanya dengan cepat menghampiri si nenek.
"Nenek mau kemana? Kita bantu nyebrang deh," Celine menggamit lengan kurus si nenek, Varania mengangkat tangannya sebagai tanda agar para pengendara yang lewat untuk memperlambat laju kendaraan mereka.
" Dia datang..." Nenek bergumam dengan suara lirih. Celine dan Varania saling pandang,
Siapa yang datang?
Keduanya sama-sama menggeleng karena tidak mengerti.
"Rumah nenek dimana?" Tanya Varania sembari memperhatikan sekelilingnya, tidak ada satupun rumah disini. "kalau masih jauh, aku anterin pakai motor aja." Sarannya.
"Dia datang," Si nenek tiba-tiba berhenti, lalu menatap tajam dua gadis itu. Varania tersurut mundur karena kaget. Tatapan nenek itu sangat tajam dengan matanya yang masih sangat jernih kendati usianya sudah lanjut.
Si nenek melepaskan tangannya, lalu setelah menatap tajam untuk terakhir kalinya pada Celine dan Varania, nenek itu melangkah pergi dan dalam sekejap sudah berada beberapa langkah di depan.
"Nek!" Panggil Celine.
Tidak ada sahutan, nenek itu terus melangkah tanpa menoleh sedikitpun ke belakang.
"Udahlah, palingan tuh nenek mau jalan-jalan malam." Celetuk Celine tidak mau ambil pusing.
Varania mengangguk setuju, mereka kembali naik ke atas lalu melanjutkan perjalanan ke perbatasan yang sempat tertunda.
---
Varania baru pulang mengantarkan pesanan di perbatasan, tentara penjaga disana sangat ramah dan baik hati. Mereka bahkan memberi Varania tips yang lumayan banyak.
"Aku harus segera mencari informasi tentang beberapa kampus, mungkin ada yang menarik perhatianku." Gumam Varania mengambil ponselnya dari atas meja belajar kemudian membawanya ke tempat tidur.
Varania sudah lulus SMA tahun lalu, sejak lulus dia sudah bekerja untuk mengumpulkan uang agar bisa kuliah. Sekarang uangnya sudah lumayan untuk mendaftar dan membayar satu semester mungkin cukup.
Rencananya setelah diterima di salah satu kampus, Varania akan kerja part time untuk mencukupi biaya kuliahnya. Semoga saja ada kampus dengan biaya yang tidak terlalu mahal.
Sambil tidur telungkup Varania mengaktifkan ponselnya.
"Vara, apa yang kamu lakukan?!" Bentak Matilda, ibu Varania yang tiba-tiba saja sudah ada di dalam kamarnya. Matilda mengambil ponsel dari tangan anaknya, dan kembali mematikannya.
Varania mengubah posisi menjadi duduk, dia menatap Matilda sengit, "kembalikan ponselku. Ibu apa-apaan sih, aku cuma mau mencari informasi tentang kampus."
"Ibu sudah pernah bilang sama kamu, disini tidak boleh main hp malam hari. Ibu akan menyimpan ponsel ini, besok pagi kamu boleh mengambilnya." Kata Matilda tegas.
"Kenapa nggak boleh? Aku nggak aneh-aneh kok, cuma mau mencari informasi seputar kampus. Hanya itu, nggak lebih." Varania mencoba meyakinkan Matilda supaya mau mengembalikan ponselnya.
"Tidur, Vara. Ambil ponselmu besok pagi." Matilda meninggalkan kamar Varania dan menguncinya dari luar.
" Selamat malam Vara," bisik Matilda lembut dari luar pintu, setelah itu Matilda pergi ke kamarnya.
Varania menghembuskan nafas panjang, dia duduk dengan wajah ditekuk.
Dilarang menyalakan ponsel di malam hari, larangan itu sudah ada sejak dulu. Bahkan sebelum Varania tinggal di kota ini, larangan itu sudah ada.
Ravenswood dengan segala aturan anehnya yang terkadang tidak bisa Varania mengerti.
Sampai sekarang Varania masih bertanya-tanya kenapa ada larangan itu disini? Kenapa harus dilarang? Kalau menyalakan ponsel di malam hari apa yang akan terjadi?
Diluar angin berdesir kencang membuat ranting bunga di dekat jendela kamar Varania bergerak-gerak dan menimbulkan suara seperti orang memukul di jendela.
Varania mengabaikan suara berisik itu, dia sudah terbiasa dengan angin yang berhembus kencang setelah pukul dua belas malam.
Kata ibunya, angin yang bertiup kencang di malam hari pertanda semua orang harus tidur dan tidak boleh terjaga apalagi sampai menyalakan ponsel.
Varania meraih selimut abu-abu yang tersimpan dalam lemari, membawanya ke tempat tidur dan membungkus tubuhnya dengan selimut tersebut.
Semoga alam melindunginya kita.
Bisik Varania mengucapkan kalimat yang diajarkan ibunya untuk menangkal marabahaya.
Alam mengasihi manusia yang berbaik hati kepada mereka, Matilda selalu mengajarkan Varania untuk menghormati alam dan menganggapnya sebagai kebaikan yang harus dihargai.
Dalam cahaya lampu tidur remang-remang mata Varania mulai berat, angin sedikit masuk melalui ventilasi dan meniup lembut wajahnya semakin menghantarkan Varania ke alam mimpi.