Lahir, dan besar, di negara yang terkenal karena budaya tolong menolong terhadap sesama, tanpa sengaja Reina menolong seseorang yang sedang terluka, tepat ketika salju tengah turun, saat dirinya berkunjung ke negara asal ayah kandungnya.
Perbuatan baik, yang nantinya mungkin akan Reina sesali, atau mungkin justru disyukuri.
Karyaku yang kesekian kalinya, Jangan lupa mampir dan tinggalkan jejak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hermawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aizen dan Eizen
Pagi itu, di sebuah rumah sederhana, terjadi keributan kecil, "Mama, kaus kaki Ai, kok cuman sebelah yang satu lagi dimana?" tanya bocah berambut pirang, dengan seragam sekolah putih merah, tengah menunjukan kaus kaki hitam putih, yang hanya ada satu.
Lalu turun dari lantai atas bocah berambut hitam legam, hanya mengenakan kemeja putih, "Mama, celana seragam Ei di mana? Ko di lemari nggak ada?"
Dapur yang letaknya, tepat di depan tangga, ada seorang wanita yang memakai daster batik, tengah sibuk dibalik kompor, "Sebentar sayang, mama lagi siapin nasi goreng dulu," sahutnya, tangannya sibuk memegang sodet, "Kakak bantu adik cari celananya dulu, di lemari paling bawah," sambungnya.
"Tapi kaos kaki Ai belum ketemu,"
"Nanti mama bantu cari, tapi tolong bantu adik dulu,"
Bocah berambut pirang bernama Aizen mendengus, tetapi tetap menuruti perintah sang ibu, untuk mencari celana merah adiknya, dia menaiki tangga, menuju kamar, "Ini celananya Ei, jangan manja deh," katanya ketus, "Makanya dari semalam disiapin, udah tau kalau pagi sibuk, males kamu," gerutunya, lalu kembali turun ke bawah.
Eizen tersenyum lebar dan mengambil celana merah yang diberikan kakaknya, dia langsung memakainya, "Kaos kaki kakak ada di bawah sofa," Teriaknya, dia masih berada di kamarnya.
Aizen yang sudah menjejak kakinya di tangga terakhir, mengerucutkan bibirnya, ,"Mama, Eizen sembunyikan kaus kaki aku tuh, iseng banget sih,"
Reina hanya bisa menggelengkan kepalanya, dia sudah tidak terkejut, dengan kelakuan putra kembarnya, "Udah kalian cepat sarapan nanti telat,"
Dua gelas susu berbeda rasa, Reina sajikan bersama nasi goreng, di meja makan, dia juga menyiapkan camilan untuk bekal, agar mereka tak jajan sembarangan di sekolah, tak lupa Tumbler, berbeda warna, dengan inisial nama di masing-masing tutupnya.
Kedua anak kembar tidak identik itu, makan dengan lahap, masakan buatan wanita yang telah menghadirkannya ke dunia ini.
Sudah hampir delapan tahun berlalu, sejak Reina mengunjungi negara asal mendiang Papa kandungnya, dan belum sekalipun, selama itu, dia kembali ke sana.
Reina melalui delapan tahun seorang diri, tak ada keluarga, yang setiap berada disampingnya, hanya sesekali Mama, dan kakak tirinya yang mengalah, datang mengunjunginya, dan kedua bocah kembar itu.
Sementara Rita, tak pernah mengunjunginya, dan pada akhirnya, Reina yang mengalah untuk pulang kampung, itupun terjadi ketika si kembar menginjak umur tiga tahun, saat neneknya meninggal.
Sempat dihujat oleh keluarga besar Rita, tapi Reina tak mau ambil pusing, toh dia tak menetap lama di kampung, dan selama ini, dia sama sekali tak meminta bantuan pada mereka.
"Ma, liburan semester depan, kita mau kemana?" tanya Aizen, bocah itu baru saja menghabiskan susu putihnya.
"Kalian ada usul nggak?" tanya Reina balik.
"Bagaimana kalau kita datang ke rumah nenek Aiko?" usul Eizen, "Masa nenek terus yang ke sini, kan kasihan, nenek udah tua loh, harus naik pesawat berjam-jam." sambungnya.
"Mahal Ei, tiket pesawatnya, tabungan kita belum cukup," sela Aizen. Reina memberi celengan, pada masing-masing anaknya, dan mengatakan untuk rajin menabung, agar bisa mengunjungi rumah nenek mereka, yang berbeda negara.
"Tapi sampai kapan? kalau tunggu celengan kita penuh, apa tidak sebaiknya, kita minta ke Papa Reino?" usul Eizen lagi. Reino sendiri yang meminta dua keponakan kembarnya, memanggilnya, dengan sebutan 'Papa'.
Reina tersenyum, "Doain aja supaya kita ada rejeki, tapi kayaknya, nggak bisa semester depan, Mama ada acara."
"iya ma," sahut Eizen lesu.
"Nggak usah ngambek Ei, jangan kayak anak kecil deh," kata Aizen.
"Sudah-sudah, mending kita berangkat, jangan sampai terlambat," Reina memakai jaket, yang melapisi daster batik, yang dikenakannya, lalu mengambil kunci motor miliknya.
Rutinitas paginya, selain memasak, yaitu mengantar kedua putranya, ke sekolah yang jaraknya sekitar tiga ratus meter dari rumah mereka.
"Sudah siap kedua jagoan, Mama?" Seru Reina penuh semangat, dia sudah menaiki motor, dengan Eizen yang berada di depan, sementara Aizen duduk di belakangnya.
"Siap bos, let's go ..." sahut si kembar hampir bersamaan.
Reina mulai melajukan motornya, melewati jalan gang rumahnya, dan sesekali menyapa tetangga, yang berpapasan dengannya.
Hidup sebagai singel parent mengharuskannya, berperan sebagai ayah sekaligus ibu, untuk kedua putra kembarnya.
Dia tak segan, bermain bola bersama si kembar, dan Reina juga yang mengajari mereka berenang.
Mencari nafkah dengan menjadi penulis, mengurus rumah, mengantar-jemput ke sekolah, dan melakukan pekerjaan, yang biasa laki-laki lakukan. Memasang galon, gas, membetulkan pintu yang rusak, semua dia lakukan sendiri.
Sosok wanita tangguh, dan mandiri, seolah tak perlu kehadiran seorang laki-laki. Sebenarnya beberapa kali, Reina di dekati lelaki, dari yang masih bujang, hingga duda, bahkan pernah ditawari jadi istri kedua. Tapi semua itu dia tolak secara halus, karena Reina memang tak berniat menikah, seumur hidupnya, baginya cukup hidup bersama si kembar. Hidup sederhana, tapi tenang.
Yang penting, mereka tidak kelaparan, memiliki rumah yang tak bocor, bisa bersekolah, dan sesekali liburan, jika ada rejeki lebih.
Reina tak muluk-muluk, walau kakaknya, berkali-kali menawarinya, untuk tinggal di Jepang, dan siap menghidupi dirinya, juga putra kembarnya.
Bukan tanpa alasan Reina menolak, dia hanya tak ingin, bertemu dengan lelaki, yang pernah menghancurkan masa depannya, meskipun pada akhirnya dia bersyukur, dengan kehadiran si kembar. Dalam hati, dia berterima kasih, karena dengan adanya si kembar, dia memiliki keluarga, yang selalu bersamanya.
Selesai mengantar si kembar, Reina terlebih dahulu mampir ke pasar, berbelanja bahan makanan, untuk sore, dan juga esok.
Sembari menunggu jam pulang putra-putranya, Reina berkutat dengan laptopnya, menuangkan imajinasinya, ke dalam sebuah cerita panjang.
Selama delapan tahun kebelakang, sudah beberapa kali dia berhasil menerbitkan novelnya, dan beberapa diantaranya, menempati rak utama di toko buku terkemuka.
Dari menulis itulah dia menghidupi kedua putranya, walau terkadang, Reino mengirimi uang untuknya.
Sedang fokus mengetik, ponselnya berdering, tertera nama Aiko di layar. Perempuan berusia enam puluhan itu, menghubunginya via video call.
Reina menggeser tanda telepon berwarna hijau, lalu menempatkannya di depan layar laptopnya, dia melambaikan tangannya, dan tersenyum, "Halo Ma, Apa kabar?"
"Halo putri Mama, Mama membaik setelah melihat kamu," senyum khas wanita asli Jepang itu, menghiasi layar ponsel Reina.
"Mama lagi apa?"
Terlihat Aiko memundurkan wajahnya, dan menunjukan sayur berwarna hijau, wanita tua itu memiliki hobi berkebun, guna mengisi masa pensiunnya. "Mama baru saja panen sawi,"
"Wah, terlihat segar, pasti enak kalau dimasak," Mata Reina berbinar.
"Tentu saja," sahut Aiko, "Putri Mama, Apa Reino sudah memberitahu kamu jika musim dingin nanti, dia akan menikah?" tanyanya.
"Kakak memberitahuku, jika akan menikah, aku bahkan sudah berbicara dengan calon istrinya, tapi kakak tidak memberitahu waktu tepatnya, dia akan menikah,"
"Reino baru memberitahu Mama, pagi ini. Jadi bisakah kamu datang bersama si kembar?"
Reina terdiam sejenak, ingin rasanya menolak, tapi mengingat kebaikan mama, dan kakak tirinya, akhirnya dia mengangguk setuju, "Aku akan segera mengurus paspor si kembar,"
"Mama sudah mengirimkan kamu uang, silahkan kamu cek, itu untuk mengurus itu semua, dan membeli tiket pesawat. Kami berharap kalian datang,"
Reina mengangguk, dan tersenyum, tak lupa mengucapkan terima kasih.
Panggilan diakhiri, Reina menghembuskan nafasnya kasar, dia berharap, tak bertemu dengan lelaki asing itu.
waktu itu kan masa subur reina? /Whimper/
semangat 💪🏻👍🏻🥰🥰