Byan, seorang pria yang memiliki mimpi, mimpi tentang sebuah keadaan ideal dimana dia membahagiakan semua orang terkasihnya. terjebak diantara cinta dan sayang, hingga terjawab oleh deburan laut biru muda.
tentang asa, waktu, pertemuan, rasa, takdir, perpisahan.
tentang mimpi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arief Jayadi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
berbeda, sesuai porsinya
Aku mencintai dan mengasihi mereka berdua pada porsinya, Asih sebagai calon pendamping hidupku, sementara Ony selayaknya adik special yang tak memiliki hubungan darah. Aku takkan bisa memilih diantara mereka berdua, mereka memiliki tempat yang sama sekali berbeda. Seperti pagi dan malam yang tak bisa saling menggantikan.
Asih adalah Malam, tempat aku selalu kembali pulang, setelah penat seharian, Asih seperti peraduan, seperti obat yang menawarkan semua racun yang aku tenggak sepanjang hari. Asih adalah bulan dan Bintang malam. Asih dengan segala kelembutan, segala sifat kewanitaannya selalu membuatku mampu untuk bertahan, selalu membuatku memilih untuk pulang kepadanya.
Sementara Ony, ia adalah pagi, pagi yang membuat semua orang bersiap menghadapi rangkaian kejadian kedepan, ia seperti pelita Mentari yang menebar energi, terutama di bumi yang perlahan membusuk ini. Ony adalah matahari. Ony ibarat supporter no 1, yang akan selalu berteriak paling kencang,ia selalu menyemangatimu paling kuat, hanya agar kau tidak terpuruk, kau tidak. mundur dari pertempuran.
Peran mereka berdua benar benar tak bisa tergantikan, andaikata mereka bersatu, itu adalah kesempurnaan. tetapi bukanlah kesempurnaan hanya milik sang Pencipta? Tapi aku tak paham, mengapa Asih ataupun Ony tak mengerti. Andai saja mereka mengerti akan sangat ideal buatku, tapi egois sekali aku karena itu hanya ideal bagiku. itu tidak boleh terjadi, aku harus bisa membahagiakan mereka semua, orang orang terkasihku.
Setelah kejadian Asih sore lalu, Ony yang kemudian kuberi tau mengenainya, mendadak diam, ia memilih menepi. Tak ada lagi Ony yang menungguku pagi hari, tak ada lagi senyum siang, petang dan sebelum pulang. Lalu tak ada juga pesan berantai yang saling bersahutan.
Aku mendadak kesepian, diujung ruanganku, aku duduk tak ingin disapa siapapun juga. Aku hanya merindukan sapaan Ony ku. Sapaan yang lebih tepatnya meminta untuk diperhatikan, karena Ony senang menjadi pusat perhatian. Ia bisa saja tampak begitu menggoda dengan warna merah agar dilihat, begitupun sangat anggun dengan putih yang takkan pernah salah ketika menempel pada dirinya.
Lalu aku menjadi Byan yang lebih murung, diam, dingin, seperti puncak jaya yang membeku sendirian di tengah wilayah hangat khatulistiwa.
Aku tetap sering turun ke bawah, menatap Ony yang berusaha menjauhiku, karena menurutnya itu terbaik buat dia, aku dan Asih. Ia tetap tertawa bersama mereka, tapi tawanya tak lagi sama, setidaknya tawa dan senyumnya tidak buatku. Lalu aku memutar otakku, melihat dari sudut pandang lainya, aku menganggap ia bahagia akan pilihannya. Walau nuraniku berkata aku sedang menipu diri, tapi ini lebih baik. Walau logikaku berkata itu tidak mungkin, karena sesungguhnya aku tau Ony masih sering mengintip ku, karena diujung tangga itu, setiap langkahnya terdengar, sesaat sebelum wajah putih dan hidung pendek itu terlihat seluruhnya, matanya masih sering mencuri lihat ke ruangku. Aku tahu jauh di lubuk hatinya, ia pun sedang merindu, merindu waktu antara kita berdua.
Aku menjadi lebih banyak berteman dengan kertas dan tinta, aku lebih sering menggambar sosoknya, menuliskan bait untuknya.
Takkan ku sampaikan padanya karena aku tak berani menghampirinya. Aku tak ingin memecahkan kaca hatinya lebih dalam, lebih berserakan. Dititik ini aku telah gagal akan peran yang kupilih saat ia datang pagi lalu sembari menangis karena lelaki yang ia sebut mantannya.
Sementara Asih, ia menjadi lebih muram akhir akhir ini. Ia sudah mengurung diri beberapa lama, padahal sudah kukatakan aku mencintainya, dan takkan meninggalkannya. Tapi ia tetap merasa aku telah membagi hatiku. Asih tidak menegaskan bagaimana kelak pernikahan kami, tapi tampaknya ia memilih untuk menepi sementara waktu. Ia hanya melemparkan pertanyaan padaku sekali dan kemudian kembali menutup aksesku untuk bertemu dengannya hingga saat ini.
"lihat kembali hatimu, seberapa telah terbagi?!"
Aku tak tau, apakah ruang dihatiku terbagi? Atau malah aku hanya menambah, membangun ruang baru atas keberadaan Ony?Aku tak ingin kehadiran salah satu harus menggantikan lainnya, kalian memiliki ruang spesial masing masing.
Sekarang aku baru tau mengapa aku diberi badan yang sedemikian besar untuk ras asia yang mengalir di darahku. Karena badan yang kecil takkan cukup menampung hatiku yang demikian besar. Aku kini sadar aku mencintai Asih, mengasihi Ony, dan banyak wanita lain dengan cara yang berbeda, pada porsinya, termasuk Ibuku.
*****
"dersik daun terjatuh, meniba pada embun
semerbak aroma, untai mahkota kepala
simpul senyum rona, si anak manja
menanti terbit mentari, menanda pagi
terduduk di ujung ruang, menantiku datang
mendadak mendung, hilang sinar, duka merundung
berat rasa menyelubung, hanya rinduku yang membumbung"
Pagi, aku rindu sapa lembutmu
*****