Akibat memiliki masalah ekonomi, Gusti memutuskan bekerja sebagai gigolo. Mengingat kelebihan yang dimilikinya adalah berparas rupawan. Gusti yang tadinya pemuda kampung yang kolot, berubah menjadi cowok kota super keren.
Selama menjadi gigolo, Gusti mengenal banyak wanita silih berganti. Dia bahkan membuat beberapa wanita jatuh cinta padanya. Hingga semakin lama, Gusti jatuh ke dalam sisi gelap kehidupan ibukota. Ketakutan mulai muncul ketika teman masa kecil dari kampungnya datang.
"Hiruk pikuknya ibu kota, memang lebih kejam dibanding ibu tiri! Aku tak punya pilihan selain mengambil jalan ini." Gusti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 6 - Siluman
"Edan kau, Man!" Gusti langsung mendorong Aman. "Aku mau keluar aja. Dengar orang begituan bikin aku nggak bisa tidur!" keluhnya sembari mengenakan jaket.
"Aku di sini aja nggak apa-apa kan?" tanya Aman.
"Iya. Awas aja kalau kau berani ngajak Ana masuk ke sini. Aku tempeleng kau!" timpal Gusti sambil mengarahkan kepalan tinju kepada Aman. Namun temannya tersebut malah rebahan keranjang seraya memainkan gawai.
"Woy! Dengar nggak apa yang aku bilang tadi?" tegur Gusti yang sudah berdiri di ambang pintu.
"Iya, iya... Dengar kok aku," tanggap Aman santai. "Hati-hati, Gus! Banyak orang yang doyan cowok ganteng!" serunya.
Gusti mendengus kasar. Lalu barulah dia keluar kamar dengan ekspresi cemberut. Dirinya melangkah tak tentu arah keluar dari area kost-kostan.
Di malam yang gelap, Gusti menyusuri pinggiran jalan sembari memasukkan dua tangan ke kantong jaket. Saat hampir mendekati lampu merah, dia melihat dua wanita bergaun kerlap-kerlip dan seksi. Parahnya kedua wanita tersebut terus menatap Gusti sejak pertama kali muncul. Padahal posisi mereka masih jauh.
Gusti berhenti melangkah. Firasatnya tidak enak ketika menyaksikan dua wanita itu berjalan mendekat.
"Apa di kota ini banyak wanita kerja begituan ya?" gumam Gusti. Meski merasa terancam, dia merasa penasaran. Sebab dirinya merasa ada yang aneh dengan tampilan dua wanita itu.
"Tapi... Kenapa wanita badannya besar begitu ya?" Gusti memicingkan mata. Dua wanita tersebut kini berani melambaikan tangan kepadanya. Mereka bahkan berlari kecil agar bisa lebih cepat menghampiri. Keduanya juga terkesan seperti ingin berdahuluan.
Saat kian mendekat, Gusti bisa mendengar suara dua wanita tersebut saling beradu. Ia juga bisa melihat mereka secara lebih jelas.
"Astaga naga! Dia ganteng banget, cin!"
"Parah! Dia milikku! Aku yang pertama kali lihat!"
"Enggak! Dia milikku!"
Dua wanita itu terdengar berdebat. Suara mereka jelas bukan wanita tulen. Alias suara pria yang terdengar dibuat-buat seperti wanita. Ya, mereka tidak lain adalah dua bencong jalanan yang sedang mencari mangsa.
"Anjir! Ternyata siluman!" rutuk Gusti yang baru sadar. Dia langsung berbalik arah dan berlari secepat mungkin. Dirinya bahkan tak berani menengok ke belakang lagi.
Sementara di belakang, dua bencong tampak berlari terseok-seok karena sama-sama mengenakan gaun ketat. Mereka terpaksa melepas sandal selop agar bisa mengejar Gusti.
Karena mendesak, Gusti berbelok memasuki gang. Dia keluar ke jalan raya lain dan memilih masuk ke sebuah super market.
Usaha Gusti sukses besar lari dari kejaran dua bencong. Kini dia sibuk mengatur nafas akibat kelelahan berlari. Gusti berdiri sambil memegangi lutut. Ia berjongkok sembilan puluh derajat.
"Gusti?" suara tidak asing menegur. Membuat Gusti langsung menengadahkan kepala.
Setelah dilihat, orang yang memanggil ternyata Elang. Gusti segera berdiri tegak. Ia terpana pada sosok Elang. Bagaimana tidak? Lelaki itu tampak sangat berbeda ketika mengenakan pakaian biasa.
Dari ujung kaki sampai kepala, Elang mengenakan pakaian bermerek. Dia terlihat benar-benar seperti orang kota tulen. Tato yang ada di lengan Elang juga tak luput dari atensi Gusti.
"Elang?" Gusti menyapa balik.
"Ngapain kau keringatan gitu? Habis olahraga malam?" tanya Elang.
"Enggak. Cuman kecapekan aja. Soalnya aku jalan kaki dari kost-kostan," jawab Gusti.
"Yang benar? Kau nggak punya motor sendiri? Kenapa nggak naik angkot aja?" cecar Elang.
"Aku nggak punya motor. Terus nggak kepikiran juga naik angkot. Lumayan bisa ngirit uang."
"Oh begitu. Aku antar pulang gimana? Tapi setelah aku bayar barang belanjaan ke kasir," tawar Elang.
Gusti mengangguk. "Iya, boleh!"
Usai menunggu, Gusti ikut ke parkiran bersama Elang. Di sana Gusti dibuat semakin kaget saat melihat mobil sport keren milik Elang.
"Anjir! Ini mobilmu, El?" tanya Gusti.
"Iya. Ayo naik!" ajak Elang.