NovelToon NovelToon
Memori Kelabu

Memori Kelabu

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Cinta Murni
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Subber Ngawur

Kenangan mungkin tak selalu berisi manis. Rasa pahit akan selalu menyertai. Amira sadar jika dirinya adalah orang yang telah memberi warna kelabu pada masa lalu kehidupan Vian. Kini rasa sesal tak lagi berlaku, sebab Vian telah melupakan semuanya. Semua boleh hilang, semua boleh terlupakan. Yang Amira harapkan hanya satu, Tuhan memberikan kesempatan untuk memperbaiki apa yang pernah ia sia-siakan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Subber Ngawur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Keping ke-14

Sesuai dengan apa yang Amira bayangkan, suasana acara pernikahan Sanda begitu ramai. Banyak teman-teman dari SMA yang hadir memberi ucapan. Dan demi Tuhan, rasa tidak nyaman ini membuat Amira ingin segera meninggalkan acara. Tatapan-tatapan penuh kesinisan itu membuat Amira menciut. Amira ingat, ia punya image buruk ketika di SMA dulu, yang membuat hampir semua teman-teman membencinya.

“Kenapa?” bisik Vian. Amira hanya menggeleng dan mengatakan kalau ia baik-baik saja. Ia benar-benar merasa baik ketika matanya menangkap sosok Nova yang juga hadir di acara Sanda. Seperti sebuah reuni besar. Mereka semua berkumpul dan Nova pun mengajak Amira dan Vian bergabung dengan yang lain.

“Aku nggak mau kalian jadi kayak alien yang menyendiri terus. Sini, gabung sama yang lain.”

Amira tidak bisa menolak saat Nova menggeretnya untuk bergabung dengan yang lain.

“Oh, elo, Mir. Lama nggak denger kabar lo.” Fay, Amira masih mengenal sosok cantik berambut pendek itu. Tak akan bisa lupa. Dulu gadis itu rival Amira, kan? Dalam hal kepopuleran. Tapi sekarang, Amira merasa dirinya bukan siapa-siapa.

“Kalian kenal?” tanya Vian, heran. Ia memang tidak ingat siapa sosok yang sedang berbicara itu, tapi karena ia menghadiri acara Sanda bersama dengan golongan Nova, pasti ia juga salah satu teman SMA-nya. Vian tersenyum menyadari kalau ternyata dunia ini sungguh seluas kelor.

“Kenapa nggak kenal? Aku Fay. Dulu kan sekelas sama Amira. Pernah juga sekelas denganmu, Vian,” kata Fay. Pernyataan yang sontak membuat Vian kehilangan senyumnya. Sekelas? Amira sekelas dengan Fay? Jadi, jelas sudah kenyataan kalau Amira memang satu sekolah dengannya di SMA dulu. tapi kenapa Amira tidak bilang? Kenapa Amira berbohong soal itu?

Nova tersenyum pada Amira. “Duh, maaf… jadi ketahuan kalau kamu juga salah satu teman kami.”

Amira masih diam, tapi matanya menatap Nova tak percaya. senyum Nova sudah berbeda, ia bukan Nova yang polos seperti dulu. Nova seakan sengaja melakukan hal ini.

“Ini, maksudnya apa?” Vian tertawa garing. Ia menatap Amira, lalu menatap Nova dan yang lainnya bergantian. Beberapa orang yang mengerti kondisi Vian mungkin tak merasa heran dengan kebingungan itu, tapi yang lain, yang tidak tahu menahu juga langsung terheran melihat Vian masih bersama Amira.

“Kamu masih jadian sama Amira? Awet ya, sejak SMA.”

Vian menoleh dan satu lagi sosok asing membuat kepalanya dijejali banyak pertanyaan, maskudnya sejak SMA?

Kali ini Nova tertawa, “Ya ampun. Ini udah kayak panggung sandiwara deh. Guys, kalian jangan ngomong aneh-aneh, deh. Vian kan amnesia, jadi nggak mungkin inget kalau Amira itu pacar dia semasa SMA.”

Amira tercekat. Nova melakukannya. Ia menggeleng, cukup terkejut dengan tindakan Nova yang tak terduga itu. Tapi masalahnya bukan itu yang harus ia cemaskan, tapi Vian. Vian yang paling merasa shock dengan semua ini. Amira bisa melihat sengal pada napas Vian.

“Jelaskan, apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Vian pada Nova. Amira tak tahan melihatnya, ia menarik lengan Vian, “Ayo pergi.” sebelum Vian mendengar banyak hal yang akan membuatnya tertekan. Tapi di luar dugaan, Vian melepaskan tangan Amira.

“Saya menunggu penjelasan.”

***

Pelan tapi pasti, bibir Nova menyungging seringai. Dada Amira sampai naik turun dibuatnya. Nova menarik lengan kiri Amira, lalu mendekapnya dengan mesra. “Amira ini pacarmu sewaktu SMA. Kalau nggak percaya, tanya deh sama temen yang lainnya. Ya, kan, Ra?” Nova menyipitkan mata saat bertemu pandang dengan Amira.

Sial! jerit batin Amira. Tapi apa yang bisa dilakukannya sekarang? Tak ada! Nova sukses menjebaknya dalam situasi gawat penuh dilema. Amira menatap lesu pada Vian. Tanpa ia sangka, yang ditatap malah mengulas senyuman.

“Kalau benar begitu, berarti saya dan Amira memang berjodoh. Amira mau datang lagi pada saya meski saya telah melupakannya, ini sesuatu yang membahagiakan.” Vian menarik lengan kanan Amira. Tapi tampaknya Nova belum mau melepas lengan kiri Amira.

“Ah, a‒aku harus pulang sekarang, ya kan, Vian?” Terpaksa Amira menarik lengan kirinya hingga benar-benar terlepas dari penguasaan Nova.

“Yakin mau pulang sekarang, Vian?” Nova berdecak kesal. “Padahal kamu harus tahu kenangan apa aja yang kalian alami dulu itu.”

Langkah Vian dan Amira terhenti saat terdengar suara tawa beberapa teman. Dahi Vian mengerut. Ia mulai beranggapan bahwa ada yang tak beres dengan masa lalunya bersama Amira. Entah Amira atau dirinya yang pernah berbuat tak beres itu, yang jelas ia tidak suka situasi seperti ini. Dengan senyum risih, Vian menoleh kembali pada teman-teman.

“Yang lalu biarlah berlalu. Tolong jangan repot-repot berbuat atau berkata apapun untuk itu.” Vian menarik Amira ke luar gedung acara resepsian.

Lega. Tak Amira sangka, Vian seakan mengerti kegundahannya dan lebih memilih menariknya pergi tanpa berniat meminta penjelasan Nova lagi. Tapi sejak keluar gedung Vian tak banyak bicara, membuat Amira bingung dan was-was juga. Amira yakin saat ini Vian sedang banyak pikiran. Dan itu membuatnya khawatir bahwa mungkin saja suatu saat nanti Vian benar-benar bisa mengingatnya.

***

“Pulang cepet?” Mama menutup majalah fashionnya dan ia buang sembarangan di meja saat dilihatnya Vian masuk rumah dengan sempoyongan. “Kenapa lemes gini?” Mama membopong Vian menuju kamar.

Vian tak menyahut sama sekali sampai Mama membaringkannya di ranjang. Ia hanya menggeleng lemah beberapa kali sebagai isyarat bahwa tak terjadi apa-apa sebelumnya. Mama menghela napas lelah. Wanita berdaster batik itu yakin Vian baru saja mengalami sesuatu.

“Kamu nggak habis naik motor ugal-ugalan kan?”

Ah, Vian mengira Mamanya berpikir lebih buruk dari itu. “Oh, soal itu tidak kok. Vian tidak mau sengaja kehilangan nyawa sebelum bisa menik—” Tercekat, Vian tak sanggup melanjutkan kalimatnya, entah kenapa.

“Sebelum bisa menikahi Amira? Haha!” Justru Mama yang melanjutkannya. “Ya sudah, Mama ke dapur dulu buatin kamu susu anget. Atau mau Mama buatin sup?”

Vian menggeleng sembari tersenyum lembut, “Tidak usah repot-repot, Ma. Saya sudah makan tadi, masih kenyang.” Jelas Vian bohong. Sebenarnya perutnya sedang terlilit lapar, tapi ia tahan karena tak napsu makan.

Vian menatap nanar pada Mamanya yang baru menutup pintu kamar. Mama tidak paham apapun, sama sepertinya. Tapi ia merasa tak enak pada Mama yang justru lebih tidak tahu apa-apa itu. “Ma... seperti apa sebenarnya masa lalu saya?”

Mendadak Vian merasa pening saat sejenak tadi ada sekelebat bayang papa di benaknya setelah menutup mata. Mata Vian makin merapat, pening makin menjalar dengan mantap. “Kenapa? Kenapa Papa yang—”

Di tengah rasa pening dan bingung itu, Vian mencoba menenangkan hati. Ia hela napas panjang, dan otaknya mulai berusaha menggali kembali beberapa memori yang mungkin masih bisa ia ingat lagi.

1
Anita Jenius
5 like mendarat buatmu thor. semangat ya.
Subber Ngawur: terima kasih 🥰
total 1 replies
Anita Jenius
Salam kenal kak
Subber Ngawur: halo, salam kenal
total 1 replies
Lucky ebj
ceritanya menarik,, bikin penasaran
Subber Ngawur: Terima kasih sudah mampir baca 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!