"Sebenarnya Aku hanya terpaksa menikahi mu demi memenuhi permintaan terakhir mendiang Papa, jadi kamu jangan pernah berharap lebih dalam pernikahan ini. Satu bulan lagi Kania kekasihku akan kembali dari luar Negeri, kami sudah berencana menikah setelah dia kembali dan pernikahan kita hanya sebatas itu saja" Farhan Adinata.
Mendengar pengakuan suaminya yang begitu menyesakkan dada, tak menyurutkan keteguhan Nada K.A mencintai suaminya. Ia meminta waktu satu bulan itu untuk menjalankan perannya sebagai istri yang berbakti kepada suaminya. Setelah satu bulan ia akan merelakan suaminya untuk wanita lain. Namun, setelah satu bulan Nada berubah pikiran, ia lebih rela di madu dan menyembunyikan statusnya sebagai istri Farhan demi cinta dan baktinya kepada sang suami.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KCN~ BAB 14
Nada duduk bersimpuh diatas sajadah dengan berderai air mata yang mengiringi setiap sujud nya. Rasa sesak di dadanya tak terbendung lagi dan hanya dapat ia curahkan dalam doa.
Bukan hal yang mudah menerima kenyataan bahwa kini suaminya juga telah menjadi suami wanita lain. Ia bahkan tak bisa membayangkan kebersamaan Farhan dan Kania yang mungkin saat ini sedang berbagi kehangatan yang tidak pernah ia dapatkan dari suaminya.
Sekuat apapun ia berusaha menahan agar air matanya tak tumpah, namun nyatanya semakin ditahan semakin deras pula air matanya mengalir.
Mama Sarah yang lewat didepan kamar Nada, menghentikan langkahnya ketika mendengar isakan yang berasal dari dalam kamar Nada. Bergegas ia langsung membuka pintu kamar Nada tanpa mengetuknya terlebih dulu.
"Astaghfirullah, Nada." Mama Sarah langsung menghampiri Nada yang menangis dengan menutupi wajahnya menggunakan kedua telapak tangan yang masih terbalut mukenah. Mama Sarah memeluk menantu sekaligus putrinya itu dengan erat sambil mengusap-usap punggung Nada yang bergetar.
"Udah, Nada, gak perlu menangisi laki-laki seperti Farhan." Ujar mama Sarah dengan penuh penekanan seolah yang dibicarakannya itu adalah orang lain bukan dan bukan putranya sendiri.
"Keputusan Kamu sudah tepat ingin berpisah dari Farhan dan Mama sangat mendukung keputusan mu itu. Memang sudah seharusnya itu kamu lakukan dari dulu, saat kamu tahu kalau ternyata Farhan hanya terpaksa menikahi mu hanya demi memenuhi permintaan terakhir Papa, dan bukannya sekarang setelah Farhan menikah lagi." Tanpa sadar mama Sarah mengeluarkan uneg-unegnya.
Mama Sarah pun mengurai pelukannya ketika isakan Nada mulai mereda, ia mengusap sisa air mata yang menggenang disudut mata Nada.
"Ada satu kalimat yang indah dari Ali bin Abi Thalib, bunyinya begini: ketika kamu ikhlas menerima semua kekecewaan hidup, maka Allah akan membayar tuntas semua kekecewaan mu dengan beribu-ribu kebaikan. Belajarlah untuk mengerti, bahwa segala sesuatu yang baik untukmu, tidak akan Allah izinkan pergi kecuali akan diganti dengan yang lebih baik lagi. Jadi udah ya, gak usah tangisi Farhan lagi dan ikhlaskan dia. Mama yakin kamu pasti akan mendapatkan laki-laki yang jauh lebih baik dari pada Farhan, yang mencintai dan menyayangi kamu setulus hatinya." Ujar mama.
Nada mengangguk, kemudian ia merebahkan kepalanya di pangkuan mama Sarah sama seperti yang sering ia lakukan sewaktu kecil kala sedang bersedih mengingat kedua orangtuanya yang meninggal dalam keadaan yang cukup mengenaskan. Mama Sarah benar, seharusnya meminta pisah dari Farhan ia lakukan sejak awal pernikahannya sebelum semakin tersakiti seperti ini.
Mama Sarah mengusap-usap pucuk kepala putrinya itu hingga kedua mata Nada perlahan terpejam.
.
.
.
Sementara itu, dirumah Farhan.
Di atas ranjang yang baru saja menjadi saksi atas penyatuan dua insan yang telah resmi menjadi pasangan suami istri, Farhan dan Kania duduk berdampingan dalam kebisuan ditengah keheningan malam.
Beberapa kali Kania mencoba meraih tangan laki-laki yang telah menjadi suaminya hendak menggenggam namun dengan cepat pula Farhan menepisnya. Permintaan maaf yang mungkin bahkan sudah puluhan kali Kania ucapkan sama sekali tidak ia hiraukan, ia seolah menulikan telinganya dari setiap kata permintaan maaf yang terucap dari bibir Kania.
Rasa kecewanya tak dapat lagi ia ungkapkan dengan kata-kata, yang bisa ia lakukan hanyalah diam dan berulang kali mengusap wajahnya dengan kasar. Ingin marah namun tidak tahu harus marah kepada siapa.
Padahal malam ini seharusnya ia berbahagia telah menikahi wanita yang sangat ia cintai. Seharusnya ia berbahagia karena baru saja ia memiliki Kania seutuhnya namun bersamaan dengan itu pula sebuah kekecewaan yang teramat besar menghampiri. Dimalam yang seharusnya ia berbahagia justru terasa mencekam karena sebuah kenyataan yang bagaikan sebuah tamparan keras untuknya.
"Mas, dengarkan dulu penjelasan ku." Ujar Kania, sedikit rasa sesal kenapa ia tidak jujur pada Farhan sejak awal kepulangannya, dan lihatlah sekarang Farhan begitu kecewa padanya.
"Udah, aku gak mau dengarkan apa-apa dulu, aku capek mau istirahat. Sebaiknya kamu juga tidur, ini sudah larut malam." Farhan merebahkan tubuhnya di atas ranjang pengantinnya, menarik selimut menutupi tubuhnya kemudian memiringkan tubuhnya membelakangi Kania.
.
.
.
HAYO KENAPA TUH SI MANTEN BARU 🤔