Aira harus memilih di antara dua pilihan yang sangat berat. Di mana dia harus menikah dengan pria yang menjadi musuhnya, tapi sudah memiliki dirinya seutuhnya saat malam tidak dia sangka itu.
Atau dia harus menunggu sang calon suami yang terbaring koma saat akan menuju tempat pernikahan mereka. Kekasih yang sangat dia cintai, tapi ternyata memiliki masa lalu yang tidak dia sangka. Sang calon suami yang sudah memiliki anak dari hubungan terlarang dengan mantannya dulu.
"Kamu adalah milikku, Aira, kamu mau ataupun tidak mau. Walaupun kamu sangat membenciku, aku akan tetap menjadikan kamu milikku," ucap Addriano Pramana Smith dengan tegas.
Bagaimana kehidupan Aira jika Addriano bisa menjadikan Aira miliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Musuh Lama
Dewa mengajak Aira pulang karena Dewa sudah berjanji pada mama Aira. Di dalam mobil tampak Aira tak melepaskan senyuman lebarnya. Tangan sang calon suami pun tidak lepas menggenggam tangan Aira.
Di perjalanan mereka saling bercanda membayangkan masa depan setelah mereka menikah nanti. Berapa anak yang Mas Dewa dan Aira inginkan.
Cit!
Terdengar suara decitan ban mobil. "Mas Dewa!" seru Aira kaget.
"Kamu tidak apa-apa, Aira?" Dewa tampak panik melihat pada calon istrinya.
"Aku tidak apa-apa. Mas Dewa juga tidak apa-apa?"
"Aku tidak apa-apa, Aira. Aku akan turun untuk memberi peringatan pada pengemudi mobil yang tidak tau aturan itu," ucap Dewa kesal.
Mobil yang Dewa kendarai hampir bertabrakan dengan mobil di depannya karena mobil di depannya itu tiba-tiba berbelok arah tanpa memberi tanda terlebih dahulu.
Aira yang ikut turun tampak takut, takut jika suaminya akan bertengkar dengan si pemilik mobil di depannya.
"Wah! Belakang mobilnya lecet." Seorang pria sedang memeriksa belakang mobilnya.
"Hei! Kamu bisa menyetir tidak? Jangan mengemudikan mobil seenaknya di jalanan!" Dewa tampak marah.
"Kamu sendiri kenapa tidak menjaga jarak? Lihat! Mobilku lecet." Tangan pria yang mulutnya bau minuman itu mendorong Dewa.
"Brengsek! Kamu mabuk? Jangan mabuk jika kamu mengemudi, itu bisa membahayakan orang lain!"
"Mau apa kamu?" Tantang pria itu.
"Mas Dewa, sebaiknya kita pergi saja dari sini." Aira tampak takut karena pria yang sedang dihadapi oleh Dewa sedang tidak dalam keadaan sadar.
"Dia harus diperingatkan Aira."
"Ada apa sih?" suara seseorang yang familiar di telinga Aira beberapa hari ini.
"Addrian? Jadi dia teman kamu?"
Addrian melihat datar pada Dewa dan Aira. "Iya, ada apa ini?" Addrian tidak tau ada masalah apa dengan temannya karena dia kelelahan dan tertidur di dalam mobil.
"Teman kamu mengemudi dalam keadaan mabuk dan hampir saja membuat aku dan calon istriku mengalami kecelakaan."
"Aku minta maaf. Kalian baik-baik saja, Kan?"
Aira tidak berani berkata, dia hanya terdiam di samping kekasihnya dengan terus menggenggam tangan Dewa.
"Kalian pasti habis minum-minum. Itu hak kalian, tapi jangan mengemudi mobil seenaknya."
"Aku sudah minta maaf atas kesalahan temanku. Kalau kamu atau calon istri kamu ada yang luka, aku akan bertanggung jawab."
"Kamu tidak berubah ternyata. Kamu masih tetap si pembuat onar."
Addrian menggenggam erat tangannya mencoba menahan emosi. "Kalau tidak ada yang perlu dibicarakan lagi sebaiknya kamu pulang karena ini sudah malam. Jangan membawa seorang gadis pulang malam-malam." Addrian melihat pada Aira yang malah menunjukkan wajah kesalnya.
"Jangan sok menasehatiku. Kamu lupa siapa kamu?"
"Mas Dewa, kita pergi saja." Aira mencoba menarik tangan kekasihnya.
Dewa akhirnya pergi dari sana meninggalkan Adrrian dan teman-temannya.
Kedua mata dengan tatapan tajam itu masih terus memperhatikan Aira. "Kamu kenal dengan dua orang itu?" tanya temannya yang tadi mengemudikan mobil.
"Kenal."
"Pria itu kelihatan menyebalkan sekali. Kasihan gadis yang bersamanya, dia kelihatan baik dan sangat cantik. Kenapa tidak aku saja yang menjadi kekasih gadis itu?" Terdengar tawa lebar teman Addrian.
"Hancur masa depan gadis itu jika dengan kamu." Addrian menoyor kepala temannya. "Sudah! Kita pulang saja. Kalian mengganggu tidurku. Aku yang akan mengemudikan mobilnya."
Di dalam mobil. Aira yang duduk di samping Dewa tampak melihat wajah Dewa yang diliputi kemarahan.
"Mas Dewa kenal dengan pria itu?"
"Tentu saja. Dia teman SMA ku dulu, dan dia pria brengsek."
Dalam hatinya, Aira mengiyakan ucapan kekasihnya jika Addrian itu pria brengsek.
"Aku pernah bertemu dengannya di sebuah tempat makan waktu itu dan aku baru tau jika dia adalah kakak tiri dari teman sekelas aku, yaitu Kenzo."
"Kamu bertemu dia?"
"Waktu itu dia dengan kekasihnya dan aku sedang bersama Niana dan Kenzo makan bersama. Aku kasihan melihat kekasihnya yang menangis di hadapannya, tapi dia malah seolah tidak punya belas kasihan."
"Dia memang begitu, suka sekali membuat hati banyak gadis tersakiti. Dia juga sok di sekolah dulu. Merasa dia yang paling terhebat."
"Sebaiknya tidak perlu membahas ini lagi. Mas Dewa tidak ada rencana keluar kota lagi, Kan?"
"Em ...! Setelah acara pernikahan kita, aku ada pekerjaan di Inggris."
"Hah? Jauh sekali? Kenapa harus di luar negeri, Mas Dewa?" Aira mengerucutkan bibirnya sedih.
"Tentu saja jauh karena aku mencari pemandangan yang sangat indah yang nanti dapat aku nikmati dengan istriku di sana." Mata Dewa melirik pada Aira.
"Maksud Mas Dewa?" Aira bingung.
"Kita setelah menikah akan langsung berbulan madu di Inggris. Aku akan mengajak kamu ke tempat honeymoon yang indah di sana. Mau, Kan?"
"Bagaimana, ya?" Aira tampak berpikir.
"Kenapa malah berpikir? Kamu menolak pun aku akan tetep membawa kamu ke sana." Dewa langsung melayangkan kecupannya dengan cepat pada pipi Aira.
"Mas Dewa!" Aira mukanya merona malu.
Di rumahnya. Adrrian yang baru tiba melempar tas seenaknya dan membanting tubuhnya dengan keras di atas sofa.
"Kamu kenapa, Kak? Kalah pertandingannya?
"Tidak ada kata kalah jika aku memimpin tim basketku."
"Lalu, kamu kenapa mukanya kusut begitu? Bertemu Aira ya?" celetuk Kenzo sambil terkekeh pelan.
"Apa Maksud kamu?"
"Siapa tau muka kamu kusut begitu karena bertemu Aira-- musuh cantik kamu."
"Mana tugas yang aku berikan sama kamu?" Tangan Addrian menengadah pada Kenzo.
"Nanti aku kirim ke nomor kamu. Lagian kamu mau apa mengetahui alamat Aira? Mau mengajaknya menikah?" Kenzo sekali lagi berbicara ngasal.
"Bukan urusan kamu."
"Kamu tidak punya kesempatan, Addrian karena bulan depan, tepatnya dua minggu lagi dia akan menikah dengan tunangannya."
"Dua minggu lagi? Dari mana kamu tau?"
"Tentu saja aku tau. Bunda malah sudah mendapat undangan pernikahan."
Addrian tampak terdiam. Kenzo mengkerutkan kedua alisnya melihat ekspresi kakaknya.
"Kamu kenapa? Apa raja playboy sejagat raya ini patah hati karena ditinggal musuh cantiknya menikah?" sekali lagi Kenzo menggoda kakaknya.
"Enak saja! Siapa yang patah hati? Aku hanya kasihan saja sama Aira karena dia akan menikah dengan pria yang salah." Addrian beranjak dari tempatnya menyahut tas ransel miliknya.
"Sok tau. Aira kasihan jika dia menikah dengan kamu, Kakakku yang bangsul," ucap Kenzo tanpa melihat pada Addrian karena dia juga sedang bermain game.
"Aku berhentikan uang sakumu. Mau?"
Kenzo yang fokus pada game di ponselnya seketika melihat pada Adrrian. "Kenapa bawa-bawa uang saku?"
"Suka-suka aku, Adik mata duitan."
"Mending mata duitan, daripada Kakak- rajanya playboy."
Addrian berjalan menuju kamarnya dan langsung menuju kamar mandi untuk mengguyur tubuhnya di bawah air shower yang dingin.
Di depannya seketika terlintas wajah Aira yang tadi bertemu dengannya. "Aku ini kenapa? Kenapa wajah gadis mengesalkan itu menghantuiku?"